Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Survei KemenPPPA: Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Turun Jadi 6,6 Persen
23 Oktober 2024 15:27 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Hasil dari kedua survei menunjukkan penurunan yang berarti, dilihat dari tren prevalensi yang dimulai tahun 2016,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam keterangan resmi yang diterima kumparan, Selasa (22/10).
Menurut Bintang, SPHPN dan SNPHAR merupakan survei yang sangat penting sebab negara melihat kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai isu krusial di masyarakat. Kedua survei tersebut dilakukan untuk mendapatkan data prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik di wilayah perkotaan dan pedesaan. Berikut hasil survei selengkapnya, Ladies.
3 Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN)
1. Kekerasan terhadap perempuan dan KDRT
Hasil SPHPN 2024 menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun menurun, dari 9,4 persen pada 2016 menjadi 6,6 persen di 2024.
ADVERTISEMENT
Sedangkan prevalensi kekerasan terhadap anak-anak laki-laki juga turun dari 61,7 persen pada 2018 menjadi 49,83 persen, dan untuk anak perempuan dari 62 persen menjadi 51,78 persen. Penurunan juga terjadi pada prevalensi angka KDRT yaitu sebesar 2,5 persen.
2. Kekerasan fisik, seksual, dan sunat perempuan
Survei ini juga menunjukkan 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan dan/atau selain pasangan selama hidupnya. Hasil tersebut lebih rendah dari prevalensi global yang menunjukkan 1 dari 3 pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual selama hidupnya.
Selain itu terlihat juga penurunan pada prevalensi kekerasan seksual dan/atau fisik terhadap perempuan oleh pasangan dan/atau selain pasangan baik dalam setahun terakhir maupun seumur hidup. Keduanya menurun 2,1 persen dan 2 persen dibandingkan dengan tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Terjadi pula penurunan praktik sunat pada perempuan usia 15-49 tahun, dari 50,8 persen di 2021 menjadi 46,3 persen di 2024.
3. Kekerasan berbasis gender online
Hasil SPHPN juga menunjukkan bahwa pada tahun 2024 prevalensi kekerasan berbasis gender online (KBGO) pada perempuan usia 15-24 tahun juga menurun dari 11 persen di 2021 menjadi 7,5 persen di 2024.
Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR)
Sementara itu, SNPHAR yang dilakukan di 15.120 sampel pada 1.512 blok sensus yang tersebar di 189 Kabupaten/Kota menunjukkan sekitar 11,5 juta atau 50,78% anak usia 13-17 tahun, pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya.
Pada pengalaman yang lebih baru, yaitu dalam 12 bulan terakhir, diperkirakan sebanyak 7,6 juta anak usia 13-17 tahun atau 33,64% mengalami salah satu bentuk kekerasan atau lebih.
ADVERTISEMENT
1. Kekerasan emosional
Pada tahun 2024, jumlah kekerasan emosional tercatat cukup dominan. Hal ini terlihat dari hasil survei yang menunjukkan 45 dari 100 laki-laki dan perempuan usia 13-17 tahun mengalami salah satu bentuk kekerasan emosional di sepanjang hidupnya. Untuk pengalaman 12 tahun terakhir, 30 dari 100 laki-laki dan perempuan usia 13-17 tahun mengalami salah satu bentuk kekerasan emosional atau lebih.
2. Pelaku kekerasan emosional
Di kasus ini, teman sebaya adalah pelaku kekerasan emosional dengan persentase tertinggi yaitu 83,44% pada laki-laki dan 85,08% pada perempuan (dari responden usia 13-17 tahun). Bentuk kekerasan emosional yang dialami diantaranya dari orang tua (tidak pantas disayang, bodoh, dibentak, diancam, anak yang tidak diharapkan lahir) dan dari teman sebaya (diskriminasi SARA, gerakan tidak senonoh, stigma fisik, bullying atas kondisi fisik dan ekonomi keluarga).
ADVERTISEMENT
Angka prevalensi kekerasan terhadap anak pada SNPHAR 2024 lebih rendah daripada tahun 2018, akan tetapi lebih tinggi dibandingkan angka prevalensi tahun 2021, baik pada kekerasan sepanjang hidup maupun dalam 12 bulan terakhir.
Namun menurut catatan Kementerian PPPA, data perbandingan ini tidak dapat dengan sendirinya disimpulkan bahwa terjadi penurunan atau peningkatan angka prevalensi kekerasan terhadap anak. Sebab membandingkan kekerasan sepanjang hidup mungkin akan mengandung bias ingatan, karena harus mengingat kejadian dalam waktu yang lebih lama.