Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
The Future Makers Hannah Al Rashid: Ingin Dunia yang Lebih Baik Bagi Perempuan
15 Maret 2021 20:06 WIB
Tulisan ini tertera pada papan aspirasi yang dibawa oleh bintang film, Hannah Al Rashid pada Women’s March 2020 lalu. Tulisan ini juga menjadi pesan penting Hannah terkait misinya membuat dunia perfilman yang lebih ramah perempuan .
Mulai membintangi film sejak 2011, karier Hannah Al Rashid di dunia perfilman Tanah Air bisa dikatakan cukup sukses. Selama berkarier, ia berhasil membintangi sejumlah film yang banyak diperbincangkan.
Tapi selain fokus berkarier di bidang perfilman, Hannah juga dikenal sebagai aktivis perempuan yang berani dan lantang menyuarakan isu-isu perempuan. Ia memanfaatkan media sosial pribadinya sebagai platform untuk melawan ketidaksetaraan, memberikan dukungan bagi para korban kekerasan seksual, termasuk mendorong pengesahan RUU PKS, hingga mengajak masyarakat untuk sama-sama bisa menghadirkan lingkungan yang lebih ramah perempuan.
Menariknya, keberanian Hannah Al Rashid untuk bersuara justru datang dari hal negatif yang selama ini ia rasakan. Segala tantangan, rasa lelah, dan depresi terhadap sistem membuatnya semakin kuat untuk maju. “Rasa berani itu justru datang dari rasa lelah, depresi akan sistem, akan cara saya atau perempuan lain diperlakukan. Perasaan negatif itu mendorong dan memaksa saya untuk bilang ‘OK, ini harus dihentikan sekarang, saya enggak akan diam saja dan saya akan berjuang’,” ungkap Hannah Al Rashid saat sesi wawancara The Future Makers dengan kumparanWOMAN melalui video call beberapa waktu lalu.
Memang selama ini ada banyak tantangan yang ia hadapi untuk melawan tindak kekerasan dan ketidaksetaraan terhadap perempuan. Tak jarang Hannah mendapat serangan di media sosial karena terlalu vokal membahas suatu isu sehingga menimbulkan polemik baru. Meski begitu, ia tidak menyerah karena mendapat banyak dukungan dan kekuatan dari perempuan lain yang juga berjuang bersama melawan isu ini.
Untuk itu, perempuan 35 tahun ini bertekad akan terus mengedukasi dan mengembangkan dirinya sendiri mengenai isu yang ia suarakan. Sebab ia ingin terus bisa terlibat dalam mengubah dunia menjadi lebih baik untuk perempuan.
“Misi saya pribadi saat ini adalah terus mengedukasi diri soal isu ini, supaya bisa berkembang dan terlibat dalam menghadapi isu perempuan. Selama ini mungkin banyak yang menyalahartikan passion saya tentang hal ini. Saya dinilai terlalu konfrontatif sampai saya diserang. Tapi karena saya ingin bisa menjangkau lebih banyak orang, untuk itu mungkin saya harus belajar menekan ego atau my own rebel insting agar bisa berpikir jernih supaya bisa tetap menyuarakan isu ini tanpa menciptakan polemik baru,” jelasnya.
Oleh karenanya, meski saat ini ia tengah menetap di London bersama keluarga dan suaminya, Nino Fernandez, Hannah tetap berusaha mendukung teman-teman di Indonesia. “Saya ingin selalu bisa jadi support system bagi teman-teman perempuan, berkolaborasi dengan lembaga yang ada dan teman-teman lain untuk mengangkat isu ini. Karena saya yakin, dengan terus dibicarakan, usaha kita ini akan memberikan dampak baik untuk perempuan lain.”
Harapan untuk industri film Indonesia yang lebih aman bagi perempuan
Kepedulian Hannah akan isu perempuan juga ia wujudkan ke bidang yang menjadi fokusnya, yaitu akting dan perfilman. “Saya passionate sekali dengan film, terutama film Indonesia. Jadi saya ingin terus bisa berkontribusi. Tapi bentuknya mungkin enggak harus sebagai aktor, tapi bisa dalam kapasitas lainnya. Sekarang ini, saya dengan dua teman aktor lainnya sedang membuat sesuatu yang menurut kami bisa berdampak positif untuk industri perfilman Indonesia,” ungkap Hannah.
Hannah, secara spesifik, ingin menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan di industri perfilman Indonesia. Pengalamannya sebagai penyintas kekerasan seksual atau pelecehan seksual di lokasi syuting membuat pemeran film Ratu Ilmu Hitam ini ingin membuka wawasan para pelaku film lewat edukasi.
Hannah bercerita bahwa sejak ia menyuarakan aspirasinya terkait tempat kerja yang aman untuk perempuan di dunia perfilman, ada banyak pelaku film yang merespon dengan memberikan komentar positif. Namun itu saja tidak cukup.
“Cukup banyak pembuat film yang mendukung aspirasi itu, tapi di zaman sekarang komen dan memberikan dukungan saja itu memang mudah. Jadi supaya ada tindakan nyata, saya datang ke para pembuat film untuk meminta dukungan agar isu ini ditanggapi dengan serius,” jelasnya.
Kampanye donasi bagi korban kekerasan & RUU PKS
Selain impian untuk mewujudkan industri film Indonesia yang lebih aman bagi perempuan, Hannah Al Rashid juga melakukan segala upaya agar bisa memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh para penyintas kekerasan atau pelecehan seksual.
Salah satu kegiatan yang sedang ia jalankan adalah kampanye tanpa batas bersama Kitabisa untuk membantu menghimpun dana bantuan bagi korban kekerasan.
“Saya bersama Kitabisa membuat dana abadi yang artinya kampanye ini tidak memiliki batasan waktu. Lewat kampanye #KawanPuan ini kami ingin membantu para korban untuk memenuhi segala kebutuhan mereka. Mulai dari adanya bantuan hukum, proses pemulihan, advokasi, hingga biaya hidup bagi mereka yang memang membutuhkan,” ungkap Hannah.
Lebih dari itu, Hannah juga tak lelah menekankan pentingnya pengesahan RUU PKS bagi perempuan Indonesia. Sebab angka kekerasan dan pelecehan seksual masih terus meningkat sehingga perempuan membutuhkan perlindungan yang sah.
“RUU PKS itu penting sekali. Angka kekerasan semakin meningkat, apalagi selama pandemi. Saya sadar bahwa banyak yang belum 100 persen setuju dengan setiap pasal yang ada dalam RUU PKS, tidak apa-apa. Tapi yang penting, kita semua harus sepakat bahwa kekerasan seksual adalah sebuah kejahatan dan kita harus untuk menanganinya,” jelasnya.
Menurut Hannah, RUU PKS tidak hanya untuk menjerat pelaku, tapi juga penting bagi para korban. Pasalnya, RUU PKS ini juga mengatur hak-hak bagi korban. Mulai dari hak pendampingan secara psikologis, hak atas pemulihan, hak korban atas perlindungan agar korban tetap merasa aman saat melapor.
“Ada beberapa kasus yang viral di media saat korban lapor atau bicara, malah diancam, dibungkam, dan diancam dengan UU ITE. Nah, RUU PKS juga seharusnya mengatur hak korban atas perlindungan, itu adalah sesuatu yang penting, karena setiap kali ada kasus viral di media sosial, korban yang akan bicara malah dikriminalisasi. Kejadian itu membuat perempuan takut untuk buka suara atas apa yang terjadi pada dirinya. Jadi kita memang harus mendukung pengesahan RUU PKS,” jelasnya.
Oleh karena itu, Hannah menekankan bahwa perempuan Indonesia harus menyadari kekuatan mereka sendiri agar bisa bekerja untuk isu-isu yang ingin diperjuangkan. Hannah menyarankan supaya perempuan tidak menyerah, mandiri, dan terus mengedukasi diri.
Selain itu, untuk perempuan yang ingin terus memperjuangkan isu kekerasan dan pelecehan seksual, Hannah menyarankan agar kita menemukan sisterhood dan support system yang tepat.
“Selalu cari sisterhood dan temukan support system yang tepat, terutama untuk memperjuangkan isu-isu perempuan. Selama ini saya banyak dikuatkan oleh mereka. Itu penting karena kalau kita berani mengungkap sesuatu, itu tidak gampang, selalu akan ada yang ingin membungkam kita. Tapi kita harus sadar bahwa we have powerful voices, so use it. Dan kalau takut sendiri, collective voices dari support system bisa bikin lebih powerful lagi,” tutupnya.
Simak kisah inspiratif dari The Future Makers dan artikel menarik lainnya dalam rangkaian program Women’s Week 2021 .