Konten dari Pengguna

Peran Partai Politik dalam Dinamika Pilkada di Indonesia

L Ya Esty Pratiwi
AKADEMISI Dosen Fakultas Hukum UMSurabaya Mediator Indonesia Praktisi Hukum
28 Agustus 2024 17:33 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari L Ya Esty Pratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
photo : isotockphoto.com
zoom-in-whitePerbesar
photo : isotockphoto.com
ADVERTISEMENT
Partai politik memainkan peran krusial dalam dinamika pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia. Sebagai pilar demokrasi, partai politik memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah perpolitikan di tingkat lokal. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai kendaraan politik bagi para calon, tetapi juga berperan dalam mengedukasi masyarakat dan memobilisasi dukungan selama proses pilkada.
ADVERTISEMENT
Partai politik memiliki peran krusial dalam dinamika Pilkada di Indonesia. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai kendaraan politik bagi para calon, tetapi juga berperan penting dalam proses penjaringan, seleksi, dan mobilisasi dukungan.
Partai politik juga memiliki tanggung jawab untuk menjaring bakal calon yang berkualitas. Proses ini melibatkan identifikasi potensi internal dan eksternal partai. Setiap calon harus memiliki karakteristik yang sesuai dengan masyarakat yang dituju.
Beberapa partai, seperti PDI Perjuangan, menerapkan sistem rekrutmen terbuka di mana semua warga, baik kader partai maupun non-kader, memiliki kesempatan yang sama untuk mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah.
Proses seleksi dan penetapan calon merupakan tahap kritis dalam peran partai politik. Beberapa partai menggunakan sistem yang terpusat, di mana keputusan akhir berada di tangan Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Misalnya, PDI Perjuangan menggunakan sistem penunjukan di mana hasil seleksi, termasuk psikotes dan fit and proper test, hanya diketahui oleh tim penjaringan di tingkat pusat. Partai Golkar juga menerapkan proses seleksi yang ketat.
ADVERTISEMENT
Mereka memandang partai politik sebagai aspek penting dalam merancang pembangunan, sehingga selektivitas dalam memilih kandidat untuk Pilkada menjadi prioritas.
Ilustrasi kampanye. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Kampanye dan mobilisasi dukungan
Setelah penetapan calon, partai politik berperan penting dalam kampanye dan mobilisasi dukungan. Beberapa strategi yang digunakan antara lain:
1. Marketing politik: Partai menggunakan pendekatan pemasaran politik untuk mempromosikan calon mereka.
2. Membangun citra politik: Partai berupaya membangun citra positif calon mereka di mata masyarakat.
3. Konsolidasi isu politik dan program: Partai menyusun dan mengkomunikasikan isu-isu politik serta program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
4. Pemanfaatan struktur organisasi partai: Partai menggunakan jaringan organisasi mereka untuk menjangkau pemilih di berbagai tingkatan.
5. Pelibatan kelompok sosial: Partai melibatkan berbagai kelompok sosial seperti kelompok adat, agama, kerabat, paguyuban, dan kelompok bisnis untuk memobilisasi dukungan politik.
ADVERTISEMENT
Meskipun partai politik memainkan peran penting dalam Pilkada, masih ada tantangan dalam hal transparansi dan partisipasi masyarakat. Beberapa kritik menyoroti kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses penetapan calon dan dominasi keputusan di tingkat pusat. Oleh karena itu, partai politik perlu terus meningkatkan kualitas proses demokrasi internal mereka untuk menciptakan Pilkada yang lebih inklusif dan representatif.
Ilustrasi KPU. Foto: Shutterstock
Problematika Pencalonan via Partai Politik
Meskipun partai politik memiliki peran penting dalam proses pencalonan kepala daerah, terdapat beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan. Problematika ini mencakup kurangnya transparansi, dominasi elite pusat, dan pragmatisme politik. Salah satu masalah utama dalam proses pencalonan melalui partai politik adalah kurangnya transparansi.
Tidak adanya aturan hukum yang jelas mengenai rekrutmen calon kepala daerah menyebabkan partai politik menafsirkan proses ini sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Akibatnya, proses pencalonan sering dilakukan secara tertutup, tidak aspiratif, dan tidak akomodatif.
ADVERTISEMENT
Kurangnya transparansi ini juga tercermin dalam pemanfaatan laman resmi partai yang tidak maksimal. Di Sulawesi Selatan, hanya 5 dari 11 partai politik yang memiliki laman resmi. Sementara di Jawa Timur, hanya 4 dari 11 partai politik yang memiliki petugas Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
Proses pencalonan kepala daerah sering didominasi oleh elite partai di tingkat pusat. Hal ini menimbulkan konflik internal partai, terutama ketika calon yang ditentukan oleh elite pusat ditolak oleh fungsionaris partai di daerah. Dominasi ini juga mengakibatkan kebijakan publik menjadi kurang berpihak pada kepentingan masyarakat.
Oligarki elite partai yang memutuskan untuk mencalonkan kandidat dari daerah lain dapat melemahkan kaderisasi dan kepengurusan partai di daerah. Akibatnya, masyarakat dan kader-kader organik partai menjadi enggan untuk bergabung dan setengah hati dalam mengurus partai.
ADVERTISEMENT
Pragmatisme politik telah mengubah proses pencalonan menjadi ajang pertarungan modal dan kapital, bukan lagi kontestasi kapasitas dan kapabilitas. Hal ini menyulitkan partai politik untuk mengakomodasi figur-figur potensial dari masyarakat yang mungkin tidak memiliki modal sosial dan kapital yang cukup.
Dampak dari pragmatisme politik ini adalah menjamurnya praktik politik uang. Pencalonan lewat partai politik sering terdistorsi oleh praktik politik yang tidak hanya gagal mengakomodasi aspirasi publik dalam penentuan calon, tetapi juga melibatkan manipulasi aspirasi atas nama politik uang.
Akibatnya, masyarakat semakin apatis terhadap partai politik. Mereka merasa partai telah kehilangan ruh demokrasi, yaitu "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Partai dianggap hanya berorientasi pada kemenangan dalam pilkada, dengan hanya segelintir elite yang akan merasakan manfaatnya.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya memperbaiki sistem pencalonan dalam Pilkada, beberapa langkah penting telah diambil untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Upaya-upaya ini mencakup regulasi yang lebih ketat, demokratisasi internal partai, dan penguatan pengawasan publik.
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil langkah signifikan dengan mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. MK memutuskan bahwa ambang batas pencalonan tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau 20 persen kursi DPRD. Keputusan ini membuka peluang yang lebih luas bagi partai politik untuk mengajukan calon kepala daerah.
Selain itu, MK juga menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi semua partai politik peserta pemilu.
ADVERTISEMENT
Upaya perbaikan sistem pencalonan juga melibatkan demokratisasi internal partai politik. Sebagai komponen utama dalam sistem demokrasi, partai politik memiliki tugas penting dalam mengartikulasikan kehendak publik, mengadakan pendidikan politik, dan menawarkan alternatif kebijakan.
Untuk mencapai hal ini, partai politik dituntut untuk mengembangkan etika berpartai secara modern, termasuk etika kepemimpinan yang demokratis dan kolegial, etika berorganisasi atas dasar distribusi kekuasaan yang terdiferensiasi, dan etika pertanggungjawaban secara publik. Pelembagaan etika berpartai semacam ini diharapkan dapat menjadikan partai politik sebagai wadah pendidikan politik dan pembentukan kepemimpinan yang berkualitas.
Pengawasan partisipatif merupakan strategi penting untuk melibatkan masyarakat dalam pengawasan Pemilu secara aktif. Tujuannya adalah untuk menekan potensi pelanggaran Pemilu dan menciptakan kerja sama antara penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, dan Masyarakat. Dalam pengawasan partisipatif, masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan hasil pemantauan atas pemilu dan melaporkan dugaan pelanggaran. Partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi pemilu diharapkan dapat mengurangi pelanggaran dan meningkatkan kualitas demokrasi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kerangka hukum pemilu juga harus mencakup mekanisme yang efektif untuk memastikan penegakan hukum pemilu dan perlindungan hak-hak sipil 9. Hal ini termasuk hak setiap pemilih, kandidat, dan partai politik untuk mengadu kepada lembaga penyelenggara pemilu atau pengadilan yang berwenang jika terdapat dugaan pelanggaran pemilu.
Peran partai politik dalam dinamika Pilkada di Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan pada proses demokrasi lokal. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai kendaraan politik bagi para calon, tetapi juga memiliki tanggung jawab besar dalam menjaring, memilih, dan mendukung kandidat yang berkualitas. Namun, masih ada tantangan yang perlu diatasi, seperti kurangnya transparansi, dominasi elite pusat, dan pragmatisme politik yang berlebihan.
Untuk meningkatkan kualitas sistem pencalonan, beberapa langkah telah diambil, termasuk pengetatan regulasi, demokratisasi internal partai, dan penguatan pengawasan publik. Upaya-upaya ini bertujuan untuk menciptakan proses Pilkada yang lebih adil, transparan, dan melibatkan Masyarakat serta partisipasi aktif semua pihak, termasuk partai politik, pemerintah, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk mewujudkan demokrasi lokal yang lebih baik di Indonesia.
ADVERTISEMENT