Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Memahami Seni Mencintai
26 Juni 2024 11:54 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Lambang Wiji Imantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam karyanya yang paling spektakuler (The Art of Loving), Erich Fromm menyatakan bahwa hasrat bersatu dengan orang lain adalah perjuangan paling kuat manusia. Kegagalan meraihnya menyebabkan kegilaan atau kehancuran. Tanpa cinta, kemanusiaan tak mampu bertahan bahkan sehari.
ADVERTISEMENT
Maka jelas adanya bahwa cinta bukan semata-mata soal terlepasnya rasa sakit karena cinta yang bertepuk sebelah tangan, atau bukan soal kebahagiaan karena kita dicintai, yang bila kedua hal ini tidak kita dapatkan maka cinta hanya berujung pada kausalitas rasa sakit yang tidak berujung. Lebih dari pada itu cinta adalah persoalan memberi tanpa harus menerima, serta cinta harus berorientasi pada pembebasan bukan pada pengekangan, yang dengannya manusia akan menemukan makna eksistensial mengapa dirinya mewujud sebagai manusia.
Namun demikian, belakangan manusia modern punya kecenderungan mengglorifikasi rasa sakit sebagai suatu hal yang ditujukan untuk mendapat simpati dari lingkungan atau orang-orang terdekat. Dalam kasus yang lebih ekstrim persoalan cinta kadangkala dapat menormalisasi sebagian manusia untuk melakukan tindakan-tindakan diluar norma etika dan moral, hingga ada yang bunuh diri karena cinta. Mengapa demikian? (Jika ingin menemukan jawaban langsung bisa ke sub judul Masokisme Cinta)
ADVERTISEMENT
Kritik Pada Cara Kita Mencintai
Erich Fromm dalam The Art of Loving mengkritik cara manusia modern dalam mengejawantahkan/mempraktikan cinta. Dia membagi cara manusia modern dalam mencintai kedalam empat tipe, reseptif, eksploitatif, penimbun, dan pedagang.
Orang dengan orientasi reseptif cenderung pasif dan bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Mereka percaya bahwa segala kebaikan dan kebahagian berada dan berasal dari luar diri mereka, serta mereka cenderung menunggu dan menerima daripada berinisiatif (Pasif). Fromm mengkritik orientasi ini karena orang yang reseptif cenderung tidak mandiri dan tidak memiliki rasa percaya diri. Akibat sikap pasif dan tidak mandiri seringkali mereka mengalami kesulitan dalam mengembangkan hubungan yang sehat.
Individu dengan orientasi eksploitatif merasa bahwa mereka harus mengambil apa yang mereka inginkan dari orang lain, bahkan jika itu berarti memanipulasi atau memanfaatkan orang lain. Mereka melihat hubungan sebagai sarana untuk mendapatkan sesuatu. Orientasi ini bersifat merusak karena individu eksploitatif seringkali tidak menghormati orang lain dan cenderung tidak menghargai hubungan karena kebiasaan manipulatif mereka. Mereka tidak memahami cinta sebagai hubungan yang saling memberi dan menerima.
ADVERTISEMENT
Orang dengan orientasi penimbun cenderung mengumpulkan dan menyimpan barang, ide, dan bahkan orang, sebagai cara untuk merasa aman. Mereka melihat dunia sebagai sesuatu yang harus dikendalikan dan disimpan. Fromm berpendapat bahwa orientasi ini mencerminkan ketakutan dan ketidakamanan. Orang penimbun sering kali tidak dapat menikmati kehidupan atau hubungan karena mereka terlalu fokus pada kepemilikan dan pengendalian.
Terakhir, individu dengan orientasi pedagang melihat diri mereka dan orang lain sebagai komoditas yang harus dijual di pasar sosial. Mereka menilai diri mereka berdasarkan seberapa baik mereka "menjual" diri mereka sendiri dan sering kali menyesuaikan diri dengan apa yang mereka pikir diinginkan oleh "pasar". Fromm mengkritik orientasi ini karena menganggap bahwa hal itu membuat orang kehilangan identitas dan integritas diri. Orang dengan orientasi pedagang cenderung mengubah diri mereka sesuai dengan harapan eksternal (orang lain), dan kehilangan kemampuan untuk mencintai dan menerima diri mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Masokisme Cinta
Apa yang jadi penyebabnya? Erich Fromm lagi-lagi memberikan jawaban yang layak untuk didiskusikan. Masih dalam buku The Art of Loving, Form menggambarkan bahwa banyak individu merasa senang atau nyaman berada dalam posisi yang lebih rendah, tunduk, atau menderita dalam hubungan atau ikatan yang tidak terbatas pada persoalan cinta semata. Menurut Fromm, ini bukan ikatan dalam arti yang sehat, tetapi lebih merupakan bentuk ketergantungan emosional yang tidak sehat.
Mereka mungkin merasa bahwa penderitaan adalah bagian tak terpisahkan dari cinta dan mungkin bahkan mencari atau menciptakan situasi di mana mereka merasa sakit atau menderita. Form secara tersirat menyatakan Individu dengan kecenderungan masokis sering kali mencari pasangan yang dominan atau mengendalikan. Mereka merasa aman dan dicintai ketika mereka tunduk kepada otoritas atau kekuatan orang lain. Fromm menguraikan sifat masokistis sebagai kecenderungan psikologis dimana seseorang menemukan kenyamanan dan kepuasan dalam ketundukan, penderitaan, atau penghinaan.
ADVERTISEMENT
Fromm mengkritik masokisme karena melihatnya sebagai hambatan utama untuk mencapai cinta, ikatan, atau hubungan yang sejati dan sehat. Dia berpendapat bahwa cinta sejati harus didasarkan pada kebebasan, saling menghormati, dan kesetaraan. Masokisme, di sisi lain, menciptakan dinamika kekuasaan yang tidak seimbang dan menghalangi pertumbuhan emosional serta kebahagiaan individu.
Menurut Fromm, untuk mengatasi kecenderungan masokistis, seseorang harus mengembangkan rasa harga diri dan otonomi yang kuat. Ini melibatkan memahami dan menerima diri sendiri, serta membangun hubungan berdasarkan kesetaraan dan saling menghormati, bukan pada ketergantungan atau penderitaan.
Mencintai Dengan Baik
Untuk memulai mencintai secara dewasa, seseorang dituntut untuk dapat mencintai secara universal, walaupun Fromm sendiri yakin seuniversal apapun seseorang dalam mencintai, dia tetap akan memberikan kecenderungan lebih pada salah satu objek/subjek. Fromm percaya bahwa cinta sejati harus bersifat universal, artinya seseorang yang benar-benar mampu mencintai satu orang juga mampu mencintai orang lain dan kemanusiaan secara keseluruhan. Ini mencakup cinta untuk pasangan, teman, keluarga, dan komunitas.
ADVERTISEMENT
Cinta yang baik juga melibatkan kemampuan untuk menghadapi ketakutan dan kesepian. Fromm mengkritik bahwa banyak orang menghindari cinta sejati karena takut akan kerentanan dan penolakan. Menurut Fromm, kemampuan menghadapi dan mengatasi ketakutan ini adalah bagian penting dari kemampuan untuk mencintai dengan baik.
Ada beberapa tipe cinta yang bisa kita fahami dan dapat kita pertimbangkan untuk dipraktekkan. Erich Fromm membagi cinta ke dalam beberapa kategori diantaranya cinta persaudaraan, cinta ibu, cinta erotis, cinta diri, cinta Tuhan, dan cinta romantis.
Cinta persaudaraan adalah bentuk cinta yang paling mendasar dan umum, yang melibatkan cinta untuk semua manusia. Ini adalah bentuk cinta yang tidak memilih, mencintai semua orang dengan cara yang sama. Empati menjadi dasar dari bentuk cinta ini.
ADVERTISEMENT
Cinta ibu adalah nama lain dari bentuk cinta tanpa syarat dan pamrih yang diberikan oleh seorang ibu kepada anaknya. Ini adalah cinta yang penuh perhatian dan perlindungan, tetapi juga harus memberikan dorongan untuk anak menjadi mandiri.
Cinta erotis, menurut Fromm, adalah cinta antara dua individu yang mencakup hasrat dan keinginan untuk menyatu secara fisik dan emosional dengan pasangan. Salah satu ciri khas cinta erotis adalah eksklusivitasnya. Berbeda dengan cinta persaudaraan yang bersifat universal dan mencakup semua orang, cinta erotis ditujukan kepada satu orang tertentu, menciptakan ikatan yang unik dan pribadi. Namun demikian cinta erotis tidak sama dengan narsisme. Dalam cinta erotis yang sehat, seseorang benar-benar mencintai orang lain sebagai individu yang unik, bukan hanya sebagai objek untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Cinta diri (self love) adalah cinta yang sehat terhadap diri sendiri. Menurut Fromm, mencintai diri sendiri adalah prasyarat untuk mencintai orang lain. Self-love melibatkan penerimaan diri secara keseluruhan, termasuk kekuatan dan kelemahan, kesuksesan dan kegagalan. Ini berarti menerima diri sendiri tanpa syarat, tanpa terus-menerus menghakimi atau mengkritik diri sendiri.
Cinta Tuhan adalah cinta yang diarahkan kepada sesuatu yang lebih tinggi atau transenden. Ini bisa mengambil bentuk cinta kepada Tuhan dalam konteks agama atau cinta kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang lebih tinggi.
Cinta romantis menurut Erich Fromm adalah bentuk cinta yang intens dan eksklusif yang berpusat pada keinginan untuk menyatu dengan pasangan secara mendalam. Meskipun cinta romantis dapat membawa kebahagiaan besar, Fromm juga menyoroti tantangan dan bahaya yang mungkin muncul, seperti idealisasi yang berlebihan dan ketergantungan emosional.
ADVERTISEMENT
Dalam mencapai bentuk cinta yang sehat apapun bentuknya, penting untuk membangun hubungan berdasarkan realitas, kemandirian, keterampilan dalam mencintai, serta elemen-elemen esensial seperti perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengetahuan.
Untuk itu cinta seharusnya bersifat membebaskan bukan malah mengikat. Dengan cinta yang sehat, manusia akan mencapai potensi terbaiknya sebagai manusia, karena hanya dengan cinta yang sehat manusia akan mampu menjawab berbagai bentuk pertanyaan eksistensial, yang seringkali menghantui pikiran manusia.