Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mencari Alasan Adalah Jalan Ninjaku: Mengapa Kita Gemar Membuat Alasan?
15 Juli 2021 23:59 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tak dapat dipungkiri, excuse-making menjadi bagian dari cara hidup manusia yang cukup sering dilakukan oleh seseorang. Kalimat “Maaf ya, aku tidak bisa datang, kebetulan sudah ada acara di tanggal itu”, atau “Besok diet, hari ini makan martabak dulu”, adalah kalimat umum yang sering terdengar atau bahkan diucapkan oleh seseorang.
ADVERTISEMENT
Pernyataan-pernyataan alasan tersebut faktanya adalah hal yang umum, dan pada level tertentu sangat wajar dan normal. Karena berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, yang berfungsi sebagai ‘pelumas’ sehingga hubungan sehari-hari dapat berjalan dengan lancar. Namun begitu, sebuah teori baru mengungkapkan bahwa penggunaan excuse dari hal-hal sepele, dalam banyak hal, menunjukkan sisi kerapuhan manusia yang tersembunyi.
Teori dibalik excuse-making
Dilansir dari The New York Times, Tim psikolog dari USA telah merumuskan teori terkait dengan excuse-making. Teori ini menjelaskan bagaimana cara membedakan alasan yang tidak berbahaya (yang sebenarnya) dengan alasan yang bersifat merusak. Teori ini juga akan menjelaskan bagaimana seorang anak belajar menjadi pembuat alasan yang mahir (adept excuse makers), dan tipe kepribadian apa saja yang paling rentan untuk menggunakan excuse secara berlebihan.
ADVERTISEMENT
Teori ini didasarkan pada eksperimen dan studi tentang bagaimana seseorang menggunakan alasan serta berdasarkan temuan ilmiah penelitian lainnya. Penjelasan teori ini dijelaskan dalam buku Excuses: Masquerades in Search of Grace, terbitan John Wiley & Sons, ditulis oleh Charles R. Snyder, Raymond Higgins, dan Rita J. Stucky dari University of Kansas.
Penyalahgunaan excuse
Excuse atau alasan dalam batas normal sebenarnya dapat membantu mengurangi ketegangan nyata. Namun ada alasan yang bersifat patologis (abnormal) yang menggunakan pernyataan atau dalih yang dibesar-besarkan secara tidak wajar, bahkan menggunakan dalih yang palsu dan tidak benar.
Alasan patologis seperti ini paling buruk terjadi pada mereka seorang pembuat alasan kronis −chronic excuse-makers− yang menghindar dari tanggung jawab mereka, yang disebabkan oleh ketakutan irasional. Alasan-alasan ini akan menjadi penghalang bagi mereka untuk berubah menjadi pribadi yang lebih sehat.
ADVERTISEMENT
Takut dikritik
Pembuat alasan kronis menggunakan alasan untuk menghindari pengakuan kesalahan dengan cara apapun. Teori menunjukkan bahwa dibalik taktik keputusasaan mereka, terdapat ketakutan dan kepribadian yang sangat rapuh. Sehingga tak peduli seberapa kecil pukulan yang ditujukan pada diri mereka, mereka merasa bahwa pukulan itu dapat menghancurkan diri mereka.
Tipe kepribadian yang rentan
Menurut teori, orang-orang yang paling rentan untuk membuat alasan patologis adalah tipe kepribadian yang cukup umum. Dr. Snyder memperkirakan satu dari lima orang termasuk dalam kategori ini.
Kebiasaan membuat alasan
Membuat alasan seringkali merupakan proses bawah sadar, maka untuk menghilangkan kebiasaan tersebut membutuhkan upaya sadar. Kebiasaan ada pada jalur saraf yang diukir jauh di dalam ganglia basal otak, diberi makan oleh neurotransmiter dopamin yang memberi penghargaan dan menghasilkan kesenangan yang terkait dengan tugas yang ada. Namun wilayah korteks prefrontal mungkin memegang kunci untuk menghentikan kebiasaan lama. Para peneliti menemukan bahwa korteks prefrontal lebih menyukai kebiasaan baru daripada kebiasaan lama, tetapi kebiasaan lama hanya disimpan, tidak dilupakan. Maka, jangan putus asa untuk membangun kebiasaan baru yang lebih baik, ya!
ADVERTISEMENT
Sumber: https://www.nytimes.com/1984/03/06/science/excuses-new-theory-defines-their-role-in-life.html