Konten Media Partner

Melihat Budidaya Kerang Hijau Pulau Pasaran, Dilirik sebagai Potensi Desa Wisata

12 Maret 2022 16:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Potret Pulau Pasaran Bandar Lampung dari udara | Foto : Ist
zoom-in-whitePerbesar
Potret Pulau Pasaran Bandar Lampung dari udara | Foto : Ist
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Pulau Pasaran tak hanya terkenal dengan pusat industri hasil laut seperti ikan teri, tapi juga budidaya kerang hijau yang cukup potensial, Sabtu (12/3).
Ukuran kerang hijau yang sudah siap dipanen, yang dibudidayakan oleh nelayan Pulau Pasaran Bandar Lampung, Sabtu (12/3) | Foto: Sidik Aryono/Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Ukuran kerang hijau yang sudah siap dipanen, yang dibudidayakan oleh nelayan Pulau Pasaran Bandar Lampung, Sabtu (12/3) | Foto: Sidik Aryono/Lampung Geh
Pulau Pasaran, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung, memang terkenal akan industri hasil laut, seperti ikan teri yang sudah menjangkau pasar nasional. Sebagai daerah pulau, sudah barang tentu potensi laut yang ada perlu dimaksimalkan sekreatif mungkin.
Penampakan media tali tambang yang penuh dengan kerang hijau, Sabtu (12/3) | Foto : Sidik Aryono/Lampung Geh
Salah satunya kerang hijau atau yang memiliki nama latin Perna Viridis ini juga banyak dibudidayakan di Pulau Pasaran. Adalah Imron, salah satu nelayan yang membudidayakan kerang hijau dengan sistem keramba. Sudah sekitar sepuluh tahun Imron dan nelayan lainya membudidayakan kerang hijau sebagai penghasilan tambahan.
Imron, salah satu nelayan Pulau Pasaran yang membudidayakan kerang hijau dengan sistem keramba apung, Sabtu (12/3) | Foto: Sidik Aryono/Lampung Geh
Imron memiliki keramba apung yang berjarak tida jauh dari daratan Pulau Pasaran. Setidaknya ada lebih dari 100 keramba milik nelayan Pulau Pasaran. Di keramba ini, terdapat bambu yang sudah tersusun sedemikian rupa, terikat di atas drum sebagai pelampung. Supaya tidak terbawa arus, Imron juga meletakan jangkar di bawah keramba apung tersebut sebagai pemberat. Selanjutnya, tinggal dipasang tali tambang menjulur ke air laut sebagai media kerang hijau untuk melekat hingga siap dipanen.
Penampakan media tambang dengan kondisi kerang hijau yang jarang jarang, Sabtu (12/3) | Foto : Sidik Aryono/Lampung Geh
"Tidak perlu umpan atau pakan, cukup tali aja begini, jadi mudah. Dan juga tidak perlu diawasi intensif, jadi paling kalau sedang tidak melaut saja kita lihat, siapa tahu ada kayu atau bambu yang perlu diganti," ujarnya pada Lampung Geh, Sabtu (12/3).
Penampakan keramba apung tempat budidaya kerang hijau di Pulau Pasaran, Bandar Lampung, Sabtu (12/3) | Foto : Sidik Aryono/ Lampung Geh
Anakan kerang hijau yang menempel pada media tali tambang akan tumbuh hingga siap dipanen, yakni dalam waktu selama 4-6 bulan. Tidak semua tali ataupun keramba selalu 'berbuah' banyak, bergantung kesuburan bibit dan juga kondisi air laut.
ADVERTISEMENT
"Kalau untuk kriteria airnya, yang agak payau, jadi kalau pas musim hujan, malah bagus buat pertumbuhan kerang hijau. Tapi kalau lagi jarang hujan ya begini, 'buahnya' jarang-jarang," ungkapnya.
Kendala yang sering dihadapi dalam budidaya kerang hijau ini adalah cuaca dan kondisi air laut, terutama jika ada cemaran limbah yang tak diketahui nelayan dari mana asalnya.
"Paling kalau angin lagi kencang ini (keramba,red) terbawa ombak, saling tabrakan jadi rusak. Atau kalau ada limbah ke sini, kurang bagus buat pertumbuhan kerangnya," jelasnya.
Persoalan lain juga dihadapi para nelayan dalam budidaya kerang hijau saat pandemi, yakni harga yang merosot bahkan sampai tak laku di pasaran. Sebelum pandemi, lanjut Imron, harga satu kilo kerang hijau bisa mencapai Rp 14.000, dan sekarang harganya berkisar Rp 10.000 per kilogram, itu pun sudah terhitung lumayan.
ADVERTISEMENT
"Waktu pandemi nggak laku, kan malem nggak ada yang jualan (pedagang kuliner kerang hijau), jadi ya nggak kita panen, pada lepas sendiri ke bawah," lanjutnya.
Inron juga menunjukkan kerang hijau yang sudah siap dipanen, yakni yang sudah berukuran selebar dua jari. Setelah dipanen dengan cara dilepaskan dari media tali, kerang-kerang tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang melekat, barulah siap dijual di pasaran.
"Kalau produksi kerang kita sementara baru untuk lokal saja, biasa kita jual di gudang lelang, kalau sekarang itu Rp 10.000 per kilogramnya, karena pandemi ini pembelinya menurun, pernah juga nggak ada. Dan kalau untuk ekspor kita ya belum, kan barangnya nggak ada," katanya.
Terlepas dari hal tersebut, budidaya kerang hijau yang ada di Pulau Pasaran juga dilirik sebagai potensi wisata dalam mempersiapkan Desa Wisata untuk mengikuti Anugerah Desa Wisata (ADWI) 2022. Pengunjung nantinya dapat melihat secara langsung area budidaya kerang hijau dan mendapat edukasi dari nelayan secara langsung. Untuk menuju ke keramba, pengunjung hanya perlu merogoh kocek Rp 10.000-15.000 saja per orang, memakai perahu. (*)
ADVERTISEMENT