Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Minyak Goreng Mahal, Tanggung Jawab Siapa?
15 Mei 2022 17:41 WIB
Tulisan dari LARASATI DEWINTA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah dua bulan masyarakat Indonesia telah bertahan dengan mahal serta langkanya minyak goreng, lama kelamaan mereka mulai berdamai dengan situasi ini. Mau bagaimana lagi, kehidupan sehari – hari pun pasti membutuhkan minyak goreng untuk membuat masakan. Alasan langka dan mahalnya minyak goreng ini sudah diketahui hampir seluruh masyarakat Indonesia karena disiarkan di seluruh stasiun televisi, yaitu karena harga Crude Palem Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit yang melambung tinggi hingga mencapai 34,65% di mana harga tertinggi nya mencapai Rp. 14.950/kg.
ADVERTISEMENT
20 April 2022 media massa seluruh Indonesia diramaikan dengan berita bahwa “Dirjen Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardana Tersangka Kasus Minyak Goreng”, di mana fungsi dari Direktorat Jenderal Kementerian Perdagangan yang salah satunya ialah bertanggung jawab atas keamanan ataupun hambatan terkait perdagangan.
Namun Indrasari Wisnu Wardana beserta ketiga tersangka lainnya menerbitkan surat izin terkait ekspor minyak goreng di beberapa company. Namun, masalahnya, surat izin yang diterbitkan oleh Dirjen Kementerian Perdagangan ini membuat DMO minyak sawit terganggu. DMO atau Domestic Market Obligation merupakan suatu batasan pasok agar produsen minyak sawit dapat memenuhi stok dalam negeri sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Di mana batas pasok yang awalnya 20% menjadi 30% artinya para produsen CPO hanya bisa memasok sebesar 30% untuk kebutuhan dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Namun jika izin berlebihan diberikan kepada perusahaan – perusahaan minyak sawit maka DMO sebesar 30% itu tidak akan terpenuhi akan menimbulkan kelangkaan minyak sawit. Sama seperti hukum supply & demand, di mana saat penawaran sedikit dikarenakan ekspor keluar nya banyak kemudian permintaan juga meningkat maka akan menimbulkan kelangkaan. Surat izin ini tidak seharusnya dikeluarkan disaat kondisi seperti ini, disaat semua masyarakat kesusahan dengan jumlah minyak goreng yang makin sedikit, ekspor ke luar negeri semakin membuat para produsen minyak goreng menimbun untuk di ekspor ke luar negeri juga.
Disusul pada 24 April 2022 dengan pernyataan dari Presiden RI Joko Widodo, yaitu terkait larangan untuk ekspor CPO minyak goreng. Namun, setelah mengumumkan larangan tersebut, Presiden memberikan pernyataan bahwa larangan ini hanya bersifat kejutan sementara, karena keputusan ini memerlukan kesepakatan dari berbagai pihak. Memang secara kasatmata jika larangan ini diberlakukan maka membuat para produsen minyak goreng hanya dapat memberikan pasokannya bagi dalam negeri, namun pemerintah juga harus melihat dampaknya dari berbagai aspek. Contohnya DMO sebesar 20% saja sudah dapat dikatakan cukup untuk memenuhi permintaan pasar, namun jika 100% semua masuk ke dalam negeri malah membuat jumlah minyak goreng terlalu berlimpah akan terjadi kelebihan pasokan.
ADVERTISEMENT
Dampak lain diantaranya membuat pendapatan negara tertutup dari devisa ekspor, maka pemerintah akan lebih rugi dibanding menurunkan harga minyak dipasaran karena akan kehilangan pajak ekspor & pendapatan ekspor juga. Tak hanya itu, dampak hal ini juga hingga tingkat internasional karena negara lain pasti akan melakukan protes karena Indonesia sendiri merupakan produsen CPO terbesar di dunia serta negara lain juga mendapatkan dampak dari adanya perang oleh Ukraina - Rusia. Jika hal ini benar terjadi maka dikhawatirkan perang dagang internasional akan terjadi. Presiden Joko Widodo tetap mengumumkannya karena dia ingin memberikan pesan teguran untuk industri CPO sebab telah mengukur harga nasional menggunakan parameter internasional tanpa memikirkan aspek daya beli masyarakat Indonesia sendiri yang lebih rendah dari tingkat Internasional.
ADVERTISEMENT
Memang bisa dikatakan alasan langkanya minyak goreng ini karena harga CPO tersebut, ataupun dampak dari perang Rusia Ukraina. Namun, juga tidak dapat dipungkiri jika karena kasus ini banyak oknum yang memanfaatkannya salah satunya seperti Dirjen Kementerian Perdagangan itu, serta masih banyak diluaran sana yang menjadi mafia minyak goreng namun tidak terlihat oleh media massa saja. Kasus Indrasari Wisnu Wardana ini membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin berkurang.
Pasalnya Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada 21 Maret 2022 sempat berbicara di depan media massa bahwa dia akan mengumumkan pelaku mafia minyak goreng, namun pada 7 Mei 2022 Menteri Perdagangan menunda pengumuman mafia minyak goreng, tanpa alasan yang pasti. Namun, selang beberapa waktu yang lalu berita terkait Dirjen Kementerian Perdagangan muncul, membuat publik mulai melakukan spekulasinya sendiri. Hal ini seharusnya juga diselidiki, karena jika tidak segera ditindaklanjuti maka permainan mafia minyak goreng ini tidak akan kunjung selesai permasalahannya jika orang dalam pelakunya.
ADVERTISEMENT