Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Merek Dunia Masih Menyuplai Minyak Sawit dari Perusahaan Pembakar Hutan
24 Agustus 2020 17:05 WIB
Tulisan dari Leoni Rahmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak kenal merek-merek dunia seperti Nestle, Colgate, Palmolive, Procter & Gamble dan PepsiCo. Hampir semua produk perusahaan-perusahaan merek dunia ini kita gunakan sehari-hari mulai dari sabun, pasta gigi, hingga makanan ringan. Sebuah investigasi terbaru Leuser Watch baru saja mengungkap bahwa perusahaan merek dunia tersebut masih menyuplai minyak sawit dari produsen minyak sawit kontroversial PT. Indo Alam yang baru-baru ini terbukti membuka dan membakar hutan secara ilegal dan terus menjual buah sawit bermasalahnya ke pabrik pengolah minyak sawit untuk diekspor ke perusahaan merek dunia.
Melalui daftar pabrik yang diterbitkan Nestlé, Colgate-Palmolive, PepsiCo, dan Procter & Gamble terbukti bahwa mereka masih menyuplai kelapa sawit dari beberapa pabrik yang ditemukan menerima Tandan Buah Segar (TBS) dari PT. Indo Alam, meskipun perusahaan produsen ini berulang kali terpapar penebangan dan pembakaran hutan hujan tropis yang penting untuk dunia di Kawasan Ekosistem Leuser. Perusahaan seperti Nestlé telah mempublikasikan rincian tentang keputusannya untuk mengeluarkan dua produsen minyak sawit dari rantai pasokannya, namun PT. Indo Alam masih masuk dalam daftar beli merek ini. Sedangkan perusahaan merk lainnya seperti Colgate-Palmolive, PepsiCo dan Procter & Gamble telah gagal untuk melaporkan secara terbuka tentang rencana aksi maupun tindakan yang mereka ambil untuk memastikan PT. Indo Alam dikeluarkan dari rantai pasok mereka.
ADVERTISEMENT
PT. Indo Alam telah menebangi setidaknya 244 hektar hutan dataran rendah kritis di dalam Ekosistem Leuser yang dilindungi sejak pemerintah Indonesia mengumumkan moratorium yang melarang pembukaan hutan untuk kelapa sawit. Ketika krisis Covid-19 memburuk, perusahaan malah memindahkan lima ekskavator untuk menebangi lebih banyak hutan yang tersisa, langkah yang banyak dilakukan perusahaan nakal untuk mengambil keuntungan dari kurangnya pengawasan oleh pemerintah dan sektor swasta.
Pembukaan meningkat sejak Januari dan terus berlanjut sepanjang Juli dengan sekitar 10 hektar hutan ditebangi. Kini masih ada sekitar 440 hektar hutan hujan dataran rendah tersisa yang sangat penting dan terancam di dalam konsesi kelapa sawit PT. Indo Alam dari total 1.681 hektar.
Pada Juni 2020, bukti lapangan menunjukkan bahwa PT. Indo Alam terus menjual buah kelapa sawitnya ke pabrik terdekat, kali ini ke pabrik PT. Teupin Lada. Pabrik ini tergolong pabrik baru karena baru beroperasi sejak 2018 dimiliki oleh Haji Subarni A Gani, seorang pengusaha yang sebelumnya mencalonkan diri sebagai walikota Kabupaten Bireuen di pantai utara Aceh.
ADVERTISEMENT
Bahkan kuitansi yang ditemukan menunjukkan bahwa PT. Teupin Lada merupakan pemasok salah satu perusahaan pengolah kelapa sawit terbesar di Indonesia, PT. Permata Hijau, dalam daftar pabrik yang diterbitkan Permata Hijau pada tahun 2019 juga mengkonfirmasi adanya hubungan pemasok dengan PT. Teupin Lada.
Terlepas dari berbagai komitmen multilateral dan industri untuk nol deforestasi, laju deforestasi dunia terus meningkat hampir dua kali lipat selama 10 tahun terakhir. Hutan sebagian besar dibuka untuk komoditas agribisnis, seringkali secara ilegal dan terkait erat dengan korupsi, penggelapan pajak, dan kejahatan terorganisir. Pada 2019 saja, deforestasi hutan hujan tropis mencapai 11,9 juta hektar dan menyebabkan hilangnya habitat satwa liar yang menurut Program Lingkungan PBB (UNEP) menjadi faktor penting munculnya penyakit zoonosis seperti COVID-19.