Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Love Scam / Penipuan Cinta Online: Perkara dari Pencitraan Online Turun ke Hati
8 Januari 2023 14:06 WIB
·
waktu baca 11 menitDiperbarui 28 September 2024 14:29 WIB
Tulisan dari Literasi Digital Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
[ Literasi Digital / Sosiologi Digital | Donny Utoyo ] Setiap orang sejatinya senantiasa berjuang untuk memastikan bahwa dirinya memberikan kesan atau persepsi yang tepat bagi orang lain. Di sinilah peliknya love scam atau penipuan cinta online bermula. Bahkan bagi mereka yang mengatakan bahwa, "aku tidak peduli dengan pendapat orang", sejatinya memang ingin dikesankan atau dipersepsikan demikian. Itulah yang kemudian, menurut Goffman (1959) , komunikasi adalah sebuah "the art of impression management" alias seni mengelola kesan atau yang lebih kita kenal sebagai "pencitraan".
ADVERTISEMENT
Seperti benang merah yang disajikan dalam film dokumenter fenomenal berjudul The Tinder Swindler dari Netflix, kita mesti belajar dan mencari tahu tentang orang lain dan di satu sisi mesti memutuskan seberapa banyak informasi yang boleh atau harus orang lain ketahui tentang kita. Goffman, yang merupakan sosiolog – komunikasi kenamaan tersebut, berpendapat bahwa setiap orang sebenarnya telah melakukan persiapan di "belakang panggung" sebelum tiba saatnya untuk merepresentasikan diri mereka atau pencitraan diri kepada orang lain di "atas panggung".
Ketika masuk ke ranah komunikasi digital / online berbasiskan Internet, atau jika dalam sejumlah jurnal akademis lebih kerap disebut sebagai computer-mediated communication (CMC), maka seni mengelola kesan tersebut semakin gegap gempita. Walther (1996) lantas melahirkan gagasan tentang konsep komunikasi hyperpersonal. Menurutnya, CMC membuat komunikasi menjadi (seakan) lebih hangat, intim dan menyenangkan ketimbang komunikasi tatap muka.
ADVERTISEMENT
Berikut 3 (tiga) penyebab komunikasi hyperpersonal dapat terjadi:
1) Merasa sama. Mereka yang kerap melakukan komunikasi digital, apakah itu melalui chat messenger, email ataupun platform video call, akan lebih merasa memiliki sesuatu yang "sama". Bisa saja karena kesamaan teknis berupa waktu dan tempat (online) untuk bertemu ataupun kesamaan referensi atau kesukaan pada hal tertentu. Siapapun memang akan lebih suka berkomunikasi dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya.
2) Merasa pantas. Dengan medium digital, kita dapat merasa lebih "pantas" berkomunikasi dengan lawan bicara karena tak khawatir dengan penampilan atau keterbatasan fisik. Termasuk pula hal lain yang kita anggap suatu kelemahan diri semisal tidak percaya diri ataupun gugup. Maka dengan komunikasi yang tak mesti tatap muka, kita dapat lebih santai.
ADVERTISEMENT
3) Merasa memiliki. Dalam konteks CMC, terutama dalam moda asinkron (tidak real-time), memungkinkan komunikasi memiliki jeda yang cukup bagi para pihak untuk melakukan sejumlah aktifitas lainnya. Komunikasi ini semisal melalui e-mail, pun juga dapat melalui chat messenger atau direct message (DM) yang setiap pesan tidak mesti harus direspom seketika itu juga. Hal ini penting, karena selain menyenangkan "memiliki" seseorang yang selalu ada dan memperhatikan (menjaga) kita, juga respon yang diberikan secara asinkron dapat lebih disiapkan dan disampaikan dengan lebih baik pada waktu yang tepat.
-
BERMAIN IDENTITAS DIRI
Sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan “identitas diri”? Dalam bukunya yang berjudul "Computer Mediated Communication: Social Interaction and the Internet", Thurlow (2004) menjelaskan bahwa identitas adalah keterkaitan antara 4 (empat) hal, yaitu: (1) apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri, (2) hal apa yang kita ingin ceritakan tentang diri kita kepada orang lain, (3) apa yang orang lain pikirkan tentang diri kita, dan (4) hal apa yang orang lain ceritakan tentang diri kita, baik langsung kepada kita ataupun ke orang lain.
ADVERTISEMENT
Mengacu pada keterkaitan di atas, maka jelas bahwa identitas diri kita adalah tak lepas dari faktor sosial. Konstruksi identitas, demikian para cendekiawan menggunakan istilah, adalah sebentuk mekanisme dialogis berkelanjutan antara kita dengan diri sendiri dan antara diri kita dengan orang lain. Maka tentu saja tidak ada identitas diri seseorang yang tunggal itu-itu saja dari masa ke masa. Kecuali jika memang orang tersebut hidup seorang diri tanpa ada interaksi sosial sama sekali sepanjang hayatnya.
Kaum cendekiawan meyakini bahwa identitas diri bersifat fleksibel, multidimensi, dan dikonstruksi secara sosial terus menerus sepanjang hidup kita. Identitas diri yang kita sajikan ke orang lain tergantung sejumlah aspek yang mempengaruhi kala itu, semisal dalam situasi apa, berhadapan dengan siapa, bagaimana perasaan kita dan apa yang ingin kita dapatkan dalam interaksi dengan orang tersebut. Maka jelas, perilaku mendasar kita terkait identitas diri tersebut pun terbawa dalam komunikasi digital, online atau CMC.
ADVERTISEMENT
Komunikasi online memungkinkan siapapun untuk membuat identitas baru dan menampilkan diri kepada orang lain sesuai yang diinginkan. Dengan teknologi digital yang berkembang saat, semisal teknologi pengolahan grafis, filter atau efek kamera hingga ragam aplikasi berbasiskan kecerdasan buatan, maka identitas diri di ranah maya tak lain hanyalah sebuah permainan identitas (identity play). "On the Internet, nobody knows you're a dog", demikian sebuah adagium dari meme Internet yang kondang karya kartunis Steiner (1993) .
Meme tersebut memberikan gambaran yang faktual, hingga saat ini, bahwa saat berinteraksi di ranah maya, tidak ada yang dapat memastikan identitas diri sesesorang adalah sebagaimana yang sejatinya kita lihat, dengar ataupun bayangkan. Di ranah maya, siapapun bisa menjadi apapun. Teknologi digital memungkinkan identitas diri tidak lagi terikat penampilan fisik, tergantung atau dibatasi dengannya. Di Internet, Kita dapat "menemukan kembali" identitas diri kita sesuai dengan keinginan kita. Turkle (1995) , intelektual kenamaan dari Massachusetts Institute of Technology, dengan tegas menyatakan bahwa Internet memungkinkan terjadinya "multi-identitas diri".
ADVERTISEMENT
Menurutnya, ada simbiosme mutualisme antara teknologi digital dengan aspek interaski manusia dalam proses sosial yang lebih luas. Internet "membebaskan" seseorang dari belenggu kondisi, keadaan dan identitas secara fisik, yang kemudian berdampak pada dimungkinkannya seseorang tak sepenuhnya jujur kala mengenalkan identitas dirinya kepada orang lain. Seorang laki bisa mengaku perempuan dan sebaliknya, menyamarkan usia dan profesi ataupun bahkan mencuri identitas orang lain untuk dia gunakan dengan tujuan-tujuan tertentu.
-
ROMANSA ONLINE TERJADILAH
Sebenarnya seberapa dapatkah kita memahami identitas diri orang lain ataupun diri sendiri? Ada baiknya kita melihat konsep Jendela Johari (Johari Window) untuk memberikan koridor kita berpikir dalam melihat konstruksi identitas diri yang juga berlaku dalam komunikasi digital / online. Konsep yang dikembangkan oleh Luft dan Ingham (1973) tersebut pada intinya memberikan pondasi berpikir tentang komunikasi interpersional berikut aspeknya yaitu keterbukaan diri dan persepsi orang lain.
Kuadran 1: arena atau terbuka. Kita tahu diri kita dan orang lain juga tahu. Area ini mewakili keterbukaan terhadap diri sendiri dan kepada orang lain atau publik. Kita maupun orang lain sudah sama-sama tahu siapa diri kita, semisal terkait keahlian, latar belakang pendidikan maupun perilaku keseharian.
ADVERTISEMENT
Kuadran 2: blind spot atau buta. Kita tidak tahu diri kita namun orang lain tahu. Area ini menggambarkan situasi dimana kita tidak menyadari keadaan diri kita sendiri, yang justru orang lain atau public dapat melihat jelas. Hal ini bisa berupa kemampuan atau perilaku, baik hal baik maupun buruk.
Kuadran 3: façade atau tersembunyi. Kita tahu diri kita namun orang lain tidak tahu. Area ini merupakan hal yang memang sengaja tidak kita sampaikan ke pihak lain karena alasan personal. Hal tersebut semisal ambisi, pengalaman masa lalu ataupun pandangan / opini pribadi atas suatu hal.
Kuadran 4: unknown atau gelap. Kita tidak tahu diri kita dan orang lain juga tidak tahu. Area ini menyatakan bahwa ada sesuatu yang tidak kita ketahui tentang diri kita, pun orang lain tak mengetahui mengenai hal ini. Keberadaannya masih misteri, semisal terkait potensi diri, baik positif maupun negatif.
ADVERTISEMENT
Lantas apa kaitan Jendela Johari tersebut dengan konsep konstruksi identitas diri yang kita tengah bahas ini?
Thurlow kembali mengingatkan bahwa ada sebuah proses, keputusan dan konsekuensi yang tak sederhana terkait pengungkapan diri serta pengelolaan kesan/citra, baik tatap muka maupun secara online. Hal tersebut yaitu:
ADVERTISEMENT
Maka di sinilah semua cinta atau romansa online bermula. Dengan keunggulannya, komunikasi digital / online acapkali dapat memberikan interaksi yang lebih intens dan bermakna. Ini kembali pada penjelasan awal bab ini, tentang komunikasi hyperpersonal.
Lantas secara khusus Wallace (1999) seorang psikolog melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketertarikan interpersonal. Sebagaimana dikutip oleh Thurlow, Dia mengeksplorasi, mengapa seseorang dapat tertarik dengan orang lain dan kemudian terbentuk hubungan romantis secara CMC. Berikut adalah poin utama dari hasil penelitiannya.
4 Alasan Menyukai Seseorang di Internet:
1) Interaksi Berikutnya. Seberapa dapat kita tertarik pada seseorang ditentukan oleh seberapa besar kemungkinan kita berinteraksi kembali dengannya di kemudian hari. Jika kita memang tidak mengantisipasi atau tidak mengharapkan interaksi lanjutan tersebut terjadi, maka bisa jadi memang benih ketertarikan tidak cukup tersemaikan. Tentu saja faktor pemungkin terjadinya interaksi yang mengandung keintiman dan romansa adalah tergantung pada frekuensi kontak dan komitmen untuk meluangkan waktu bersama secara, termasuk dalam hal ini jika dilakukan secara online.
ADVERTISEMENT
2) Kesamaan Bersama. Dalam konteks Hukum Ketertarikan (Law of Attraction) ditegaskan bahwa kita akan memiliki kecenderungan tertarik untuk berkomunikasi dan menjalin interaksi lebih lanjut dengan orang yang memiliki ide dan sikap serupa dengan kita. Di sinilah kemudian Internet memainkan perannya. Ranah maya memberikan banyak sekali kesempatan, yang acapkali lebih dari sekedar yang ada di offline, untuk terhubung dengan orang-orang yang berpikiran sama. Meskipun mungkin kita tak cukup tahu banyak tentang seseorang secara online, sepanjang dikuatkan dengan hal kesamaan bersama, apakah itu terkait hobi, aktivitas sosial ataupun pandangan terhadap suatu hal, itu sudahlah cukup untuk menjajagi interaksi lebih lanjut.
3) Kenyamanan Diri. Salah satu penyebab kita menyukai seseorang adalah karena orang tersebut membuat diri kita merasa lebih baik, percaya diri dan nyaman. Kian dapat saling tertarik pula kita dengan orang lain karena adanya pujian-pujian (baik itu tulus maupun dibuat-buat – Red) dan selalu berusaha responsif. Tak sedikit orang yang memang mendapatkan pengalaman baik dan menarik, ketika pesan online dan obrolan via aplikasi messenger terasa lebih intim karena adanya interaksi yang (seakan – Red.) penuh perhatian. Penggunaan humor, kata-kata bijak ataupun mengutip puisi dan/atau lirik lagu acapkali dapat menjadi komponen penting dalam permainan kata selama proses interaksi dan menjadi daya tarik interpersonal.
ADVERTISEMENT
4) Membangun Keintiman. Tentu saja dalam berbagai kesempatan dan kemungkinan, penampilan fisik seringkali dapat memperkuat ketertarikan kita pada seseorang. Pun tentu saja sebaliknya, justru malah dapat membuat kita mesti berpikir ulang. Maka disinilah CMC atau komunikasi digital / online mengambil peran yang signifikan. Kekhawatiran diri lantaran keterbatasan atau kondisi fisik maupun psikis (tidak percaya diri, gugup atau lainnya), dapat dijembatani dengan CMC. Interaksi yang berjalan secara berkelanjutan karena unsur kesamaan akan menimbulkan kenyamanan, dan kenyamanan tersebut akan membuat kita secara bertahap akan mengungkapkan lebih banyak tentang diri masing-masing, ketimbang jika langsung interaksi tatap muka.
-
PENUTUP
Maka ketika tidak ada lagi hal yang perlu dijaga atau ditutup-tutupi atas diri masing-masing, keintiman pun dapat terbangun dengan lebih hangat dan erat. Tak jarang, di sinilah kemungkinan terjadinya proses jatuh cinta yang demikian hebat, walaupun interaksi yang dijalankan masih terbatas pada online di Internet saja, belum sampai tatap muka.
ADVERTISEMENT
Merasa dekat dengan seseorang yang kita kenal, dilanjutkan dengan interaksi yang hangat dan intim kemudian berujung perasaan jatuh cinta yang menggebu, tentu saja hal yang wajar dan manusiawi. Tak ada yang dapat melawan ketika panah romansa terhujam ke diri kita, menyasar sisi terdalam hati dan perasaan, bahkan kewarasan kita. Hal ini tak hanya terjadi dalam konteks interaksi tatap muka, sebab interaksi CMC (online / digital) juga memberikan sensasi dan prosesi yang sama.
Dengan segala sisi positifnya, Internet juga mengandung sejumlah hal sebagaimana dijabarkan di atas, yang dapat dieksploitasi dan/atau disalahgunakan oleh mereka yang sengaja ingin mengambil keuntungan sesaat dari para korbannya, korban penipuan cinta online. Kita mesti paham bagaimana modus para pelaku tindak kejahatan penipuan ini dan bagaimana mencegah dan langkah antisipasinya. Waspadalah!
ADVERTISEMENT
-
Penulis: Donny Utoyo, Pemerhati Sosiologi Digital dan Pegiat Literasi Digital pada ICT Watch (ictwatch.id ) dan Gerakan Nasional Literasi Digital - Siberkreasi (siberkreasi.id ). Dapat dihubungi melalui https://donnybu.id .
-
Catatan: Artikel ini adalah salah satu bagian dari dari bab buku "Awas Penipuan Cinta Online" yang akan segera terbit, karya kolaborasi bersama (urut abjad) Diah Esfandari (Komunitas Waspada Scammer Cinta ), Donny B. U (ICT Watch / Siberkreasi ) dan Ellen Kusuma (Awas KBGO / SAFEnet ). Tunggu ya tanggal terbitnya...