Konten dari Pengguna

Kebijakan Jam Buka Warung Madura: Menjaga Tradisi & Mengamankan Masa Depan UMKM

MOH ALI S, M, M, PSDM
Mahasiswa Pascasarjana Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Airlangga Surabaya
29 April 2024 10:46 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MOH ALI S, M, M, PSDM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi warung madura dan UMKM by Pixels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi warung madura dan UMKM by Pixels
ADVERTISEMENT
Kehadiran warung Madura yang buka 24 jam telah menjadi pemandangan umum di berbagai pelosok Indonesia. Warung kecil dengan ciri khasnya yang menonjolkan struktur penataan yang lebih teratur dan memiliki produk yang lebih banyak untuk dijual termasuk ditandai dengan adanya bensin eceran didepan toko mereka.
ADVERTISEMENT
Warung Madura tersebut tidak hanya menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat. Sehingga Warung kecil yang membawa nama khas daerah Madura atau sering disebut dengan toko kelontong Madura ini sering kali diasosiasikan dengan layanan yang selalu tersedia, bahkan ada yang menyebut bahwa warung Madura akan tetap buka bahkan saat hari kiamat tiba.
Namun, belakangan ini, perdebatan mengenai kemungkinan pengaturan jam buka warung Madura telah mengemuka. Awalnya, karena pernyataan dari Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Arif Rahman Hakim. Pernyataan Arif muncul saat acara di daerah Klungkung, Bali. Dia menyarankan agar usaha tersebut (Kelontong Madura) mematuhi jam operasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Meskipun pada akhirnya ia menarik pernyataan tersebut dan menegaskan pihaknya tidak pernah membatasi operasional warung Madura, dengan dalih sudah mengecak perda yang ada di Bali.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentu memunculkan pertanyaan akan masa depan UMKM tradisional di tengah arus globalisasi dan modernisasi ekonomi. Karena dari pernyataan tersebut memancing reaksi masyarakat secara luas. Sehingga dalam konteks ini, penting untuk memahami dinamika di balik kebijakan jam buka warung Madura serta implikasinya terhadap ekosistem UMKM secara keseluruhan.
Karena bukan tidak mungkin, Jika suatu saat peraturan daerah (Perda) di setiap daerah berubah dan mulai mengatur jam operasional dari warung-warung atau toko kelontong yang tersebar di seluruh Indonesia, atau bahkan mulai mengatur masalah pajak yang bisa saja memberikan dampak merugikan bagi para pemilik usaha kecil tersebut. Para pemilik toko kelontong, yang sebagian besar merupakan UMKM, mungkin akan merasa terbebani dengan adanya regulasi baru yang membatasi jam operasional mereka.
ADVERTISEMENT
Selain itu, jika aturan pajak diberlakukan dengan ketat tanpa mempertimbangkan kapasitas keuangan mereka, hal ini juga bisa memberikan tekanan tambahan bagi keberlangsungan usaha mereka. Oleh karena itu, perubahan-perubahan dalam Perda yang berkaitan dengan warung-warung atau toko kelontong perlu dipertimbangkan dengan cermat untuk memastikan bahwa kepentingan dan keberlangsungan UMKM tetap terjaga.
Lantas bagaimana kebijakan ini memengaruhi tidak hanya warung Madura itu sendiri, tetapi juga para pelaku UMKM kecil lainnya yang bergantung pada keberlangsungan usaha tradisional mereka? Termasuk dalam pandangan yang lebih luas, apa peran pemerintah dalam menerapkan aturan serta melindungi dan memastikan kelangsungan UMKM tradisional sebagai bagian tak terpisahkan dari keanekaragaman ekonomi lokal?
Data Warung Tradisional di Indonesia
Ilustrasi data transaksi warung tradisional by Pixels
Warung tradisional atau biasa disebut dengan "Toko Kelontong" memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian masyarakat. Sebagai tempat yang menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari, toko kelontong memiliki peran vital dalam menjaga stabilitas ekonomi mikro. Selain itu, toko kelontong juga berfungsi sebagai penyedia akses bagi masyarakat dalam memperoleh barang-barang kebutuhan dasar dengan harga yang terjangkau.
ADVERTISEMENT
Khususnya di Indonesia, Berdasarkan data yang dihimpun oleh DataIndonesia.id, jumlah toko kelontong tradisional di Indonesia pada tahun 2021 adalah sebanyak 3,57 juta unit. Data tersebut menunjukkan sebaran toko kelontong yang ada di daerah-daerah. Mulai dari yang berdiri karena usaha pribadi hingga terorganisir oleh komunitas seperti SRC.
Dimulai dari 57 toko di Medan pada tahun 2008, kini telah tumbuh menjadi lebih dari 120.000 toko kelontong yang tersebar di 34 provinsi dan bergabung dalam komunitas SRC. Dengan semangat kolaborasi, mereka telah berkembang menjadi Toko Kelontong Masa Kini yang saling berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk meningkatkan daya saing serta berperan dalam kemajuan UMKM Indonesia.
Mereka juga mengadopsi praktik manajemen toko modern dan sistem digital guna mempermudah kegiatan usaha. Hasil survei yang dilakukan oleh SRC pada tahun 2019 mencatat omzet toko kelontong SRC di seluruh Indonesia mencapai Rp69,3 triliun, yang setara dengan 4,1 persen dari PDB Ritel Nasional, dengan program-program SRC yang berhasil meningkatkan omzet hingga 54 persen.
ADVERTISEMENT
Data diatas belum merinci secara detail menganai sebaran toko kelontong madura yang di prediksi akan terus meningkat diberbagai daerah. Karena, ditiap daerah memiliki sebaran toko yang semuanya rata-rata dimiliki secara individu. Nemun, untuk menajemen kesemuanya hampir sama.
Menjaga Tradisi dan Mengamankan Masa Depan UMKM
Masa Depan UMKM merupakan tantangan yang membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Tradisi, dalam hal ini, mencakup keberlangsungan warung-warung tradisional seperti warung kelontong, yang bukan hanya sebagai tempat transaksi komersial, tetapi juga sebagai bagian dari identitas budaya lokal. Warung kelontong tidak hanya menyediakan barang-barang sehari-hari, tetapi juga menjadi pusat interaksi sosial dan budaya di komunitas setempat. Namun, di tengah arus globalisasi dan modernisasi ekonomi, warung kelontong sering kali menghadapi tantangan yang besar dalam mempertahankan eksistensinya.
ADVERTISEMENT
Untuk menjaga tradisi ini, penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang mendukung UMKM, termasuk warung kelontong. Ini bisa meliputi memberikan pelatihan keterampilan, akses ke pasar yang lebih luas, bantuan finansial, dan dukungan dalam mengadopsi teknologi modern. Selain itu, penting juga untuk memastikan bahwa peraturan-peraturan yang diberlakukan tidak memberatkan UMKM, tetapi sebaliknya mendukung pertumbuhan mereka.
Dalam hal mengamankan masa depan UMKM, integrasi dengan teknologi digital menjadi kunci. Penggunaan platform online untuk pemasaran dan penjualan dapat membantu UMKM untuk mencapai pasar yang lebih luas dan meningkatkan daya saing mereka. Selain itu, penguatan kerja sama antara UMKM juga dapat memberikan manfaat besar, seperti saling berbagi pengalaman dan sumber daya, serta bersatu untuk memperjuangkan kepentingan bersama.
ADVERTISEMENT
Dengan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha sendiri, tradisi warung kelontong bisa tetap terjaga sambil tetap memastikan keberlanjutan dan kesinambungan UMKM. Ini bukan hanya tentang menjaga warisan budaya lokal, tetapi juga tentang memastikan inklusivitas ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan untuk semua lapisan masyarakat.