Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Sisi Gelap Kementerian Desa
6 Juni 2023 7:10 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari M Urtha Dwinata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awal tahun 2021 saya diberikan kesempatan untuk bekerja di Kementerian Desa . Sebuah anugerah bagi saya sebagai anak desa dapat merantau dan berproses di ibu kota, hal yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Saya ditugaskan di Dirjen Pembangunan Desa dan Perdesaan sebagai Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri atau biasa disebut Tenaga Penunjang (TP). Keseharian saya banyak membantu birokrasi mulai dari tugas administratif hingga tugas teknis lainnya.
Hingga pada tahun 2023 saya dipindahtugaskan ke bagian Tim Staf Khusus guna membantu tugas-tugas administratif. Pada proses ini saya banyak belajar bahwa untuk bertahan di Jakarta, membutuhkan perjuangan dan komitmen yang tinggi agar dapat dipercaya oleh orang lain.
Maka selama proses itu pula, saya selalu menaati perintah dan tugas para pimpinan yang diberikan kepada saya. Dan, tak pernah sedikit pun saya melanggarnya, atau bahkan tebersit untuk berkhianat. Tidak pernah.
Pada Maret 2023, saya ditugaskan untuk membantu proses rekrutmen Duta Digital tahap ketiga—rekrutmen duta digital adalah proses rekrutmen tahunan yang dibiayai oleh Bank Dunia. Pada proses ini saya juga ditugaskan untuk mendampingi para calon Duta Digital guna memenuhi persyaratan administratif agar sesuai dengan yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Sebagai pegawai yang baik, tentu tugas ini harus saya kerjakan dengan sebaik-baiknya. Saya pun juga selalu menaati perintah pimpinan untuk mengakomodir kader-kader salah satu partai yang juga berpartisipasi dalam rekrutmen duta digital.
Titipan "kader partai" ini tentu sudah menjadi kebiasaan seperti saat rekrutmen pendamping desa dan aktivitas lainnya di internal Kementerian Desa. Melalui cara inilah kader-kader partai bisa "dirawat"—setidaknya begitu arahan pimpinan saya.
Saya pun harus berkoordinasi dengan struktur partai tersebut di tingkat daerah guna memastikan bahwa seluruh "titipan partai" tersebut tak ada yang terlewat. Dalam setiap tugas-tugas politik itu, hampir keseluruhannya saya dampingi agar dapat lolos dalam proses rekrutmen duta digital.
Namun pada April 2023, terjadi gonjang-ganjing di internal Kementerian Desa. Pasalnya perkara portal berita yang memberitakan terkait adanya pungutan liar (pungli) dalam proses rekrutmen duta digital.
ADVERTISEMENT
Dalam pemberitaan tersebut nama saya dicatut dan dituduh melakukan pungutan liar. Padahal tidak pernah seribu rupiah pun saya meminta kepada calon Duta Digital yang saya dampingi proses pendaftarannya.
Informan yang ada pada berita itu pun sudah menandatangani surat pernyataan yang menyatakan bahwa pungli tersebut tidaklah benar—meskipun sebenarnya memang saya sama sekali tidak mengerti apapun soal itu.
Selama ini saya hanya menjalankan perintah tugas adminsitratif dan teknis, saya tidak pernah berani untuk melanggar perintah tersebut apalagi mencoba untuk mendulang keuntungan dari proses itu, tak pernah terbesit dalam benak saya.
Namun, kenyataan pahit menerima saya. Saat istri saya sedang mengandung anak pertama buah pernikahan kami, pada tanggal 4 Juni 2023 saya dihubungi oleh Biro Kepegawaian Kementerian Desa yang memberi kabar bahwa saya diberhentikan dengan alasan yang tidak jelas.
ADVERTISEMENT
Saya dianggap tidak berkontribusi selama masa tugas saya. Dan, saya tidak pernah diberikan surat apapun terkait pemberhentian saya sebagai pegawai di Kementerian Desa. Saya menduga bahwa ini ada hubungannya dengan pemberitaan pungli tersebut.
Saya seperti "dikorbankan" dalam polemik ini. Saat saya sedang sangat membutuhkan pekerjaan guna menghidupi istri saya yang sedang mengandung, saya dipaksa untuk menerima pemberhentian tersebut.
Tentu dalam hal ini saya merasa dizalimi. Sebelum ini juga tiga teman saya yang sudah diberhentikan secara sepihak oleh Kementerian Desa. Kemudian saya beranikan berbicara melalui guratan ini agar keadilan dapat saya dapatkan.
Saya yang mencoba taat dan patuh terhadap perintah pimpinan untuk menjalankan tugas politik , kemudian harus dikorbankan dan dipecat dengan keji tanpa alasan yang jelas. Bahkan tak pernah ada kesempatan bagi saya untuk mengklarifikasi dugaan yang tidak benar tersebut, saya merasa tidak ada keadilan dalam polemik ini.
ADVERTISEMENT
Yang lemah dan tak berdaya justru harus menerima kenyataan pahit demi melanggengkan kepentingan "bos besar" di Kementerian Desa. Apakah begini wajah Kementerian di Indonesia? Memperlakukan pegawainya sebagai "budak" yang siap dikorbankan kapan saja.
Pada intinya dalam proses ini, harapan saya bahwa polemik ini dapat dibuka dengan terang dan seadil-adilnya. Andai saja Menteri Desa Gus Halim Iskandar dapat membaca tulisan ini dan mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Agar orang-orang yang tak bersalah kembali mendapatkan haknya untuk bekerja dan berproses di Kementerian Desa.