Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Harapan di Balik Pemindahan Ibu Kota Negara
10 Januari 2022 13:56 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Mahyudin - tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Dr. H. Mahyudin. ST., MM (Wakil Ketua DPD RI)
Keputusan untuk memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) patut diberi apresiasi yang tinggi. Setelah hanya menjadi wacana seiring silih bergantinya kepemimpinan nasional, baru di masa Jokowi bisa terwujud.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarahnya, gagasan untuk pemindahan ibu kota negara sebenarnya sudah dirintis sejak Presiden Soekarno pada dekade 1950-an. Bahkan proyeksi lokasi juga sudah ditetapkan, yakni Palangkaraya (kini ibu kota Kalimantan Tengah). Dan saat ini, wacana pemindahan ibu kota itu setidaknya telah menemukan momentum yang tepat, seiring daya dukung DKI Jakarta yang dianggap sudah terlalu berat menanggung beban sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan dan jasa.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) setidaknya telah menyampaikan hasil kajian mengenai pemindahan IKN melalui Rapat Terbatas (Ratas) Kabinet tahun 2019. Di mana Menteri PPN/Kepala Bappenas yang saat itu dijabat Bambang Brodjonegoro, menyampaikan lebih detail mengenai beberapa alasan pemindahan ibu kota, antara lain: mengurangi beban Jakarta dan Jabotabek, mendorong pemerataan pembangunan ke wilayah Indonesia bagian timur, mengubah mindset pembangunan dari Jawa centris menjadi Indonesia centris, memiliki ibu kota negara yang merepresentasikan identitas bangsa, kebinekaan dan penghayatan terhadap Pancasila, meningkatkan pengelolaan pemerintahan pusat yang efisien dan efektif, memiliki ibu kota yang menerapkan konsep smart, green, and beautiful city untuk meningkatkan kemampuan daya saing (competitiveness) secara regional maupun internasional.
ADVERTISEMENT
Beberapa alasan pemindahan ibu kota itu kemudian segera ditindaklanjuti dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), agar mengambil alternatif pemindahan IKN ke luar Pulau Jawa. Selain itu, lokasi IKN baru nantinya harus berada di tengah wilayah NKRI. Hal ini tidak lepas dari keinginan untuk memudahkan akses dari seluruh provinsi serta harus dapat mendorong pemerataan antara wilayah barat dan timur Indonesia.
Pada akhirnya, wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) ditetapkan sebagai lokasi yang layak sebagai Ibu Kota Negara (IKN), karena selain memenuhi beberapa alasan tersebut, Kalimantan Timur dianggap memiliki risiko yang minim terhadap bencana seperti banjir, gempa bumi, tsunami, dan tanah longsor. Ditambah lagi letaknya di tengah wilayah Indonesia, memiliki infrastruktur yang relatif lengkap, lokasi Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kukar berdekatan dengan wilayah perkotaan yang berkembang yakni Samarinda dan Balikpapan, serta tersedia lahan 180 ribu hektar yang dikuasai oleh pemerintah pada dua kabupaten tersebut.
ADVERTISEMENT
Partisipasi lokal
Sejak diumumkannya lokasi IKN baru itu, namun tidak bisa dipungkiri masih adanya beberapa kekhawatiran terhadap mega proyek ini. Beberapa di antaranya adalah isu penganggaran dalam membiayai proyek, pengendalian pembangunan dan dampak lingkungan yang bisa ditimbulkan, serta akomodasi partisipasi masyarakat lokal dalam pembangunan IKN.
Partisipasi publik juga merupakan inti pemerintahan demokrasi. Dengan sistem politik demokrasi yang dianut oleh Republik Indonesia, maka adanya ruang-ruang bagi partisipasi publik menjadi sebuah keniscayaan. Di samping itu, salah satu komponen dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah kebijakan-kebijakan yang inklusif, di mana hal tersebut membutuhkan adanya partisipasi publik.
Maka, dalam konteks ini, pembangunan dan pemindahan IKN juga harus disertai dengan komitmen yang tinggi untuk memaksimalkan potensi dan partisipasi lokal (bottom-up), karena partisipasi itu adalah bentuk penghargaan sekaligus pengakuan atas sumber daya lokal. Partisipasi yang diharapkan, bukan sekadar konsep yang mumpuni di atas kertas, manis untuk dituturkan hingga membuai, yang pada realita di lapangan ternyata menimbulkan luka.
ADVERTISEMENT
Semua mata rantai pembangunan dan pemindahan IKN perlu memperhatikan, mendengar masukan dan pandangan dari pemangku kepentingan lokal, khususnya publik bumi etam. Sebab meminggirkan ataupun meninggalkan sama dengan mencabut mereka dari tanah leluhurnya. Kita tidak ingin pembangunan IKN hanya memancarkan kemegahan dan kegemerlapan, tanpa memberi masyarakat lokal ruang yang cukup untuk berpartisipasi.
Selain itu, pembangunan dan pemindahan IKN juga harus memastikan partisipasi dan pemberdayaan wilayah di sekitar IKN. Di mana pembangunan tidak hanya terfokus pada kawasan yang masuk dalam wilayah IKN saja, karena IKN sendiri tidak berada di ruang yang hampa, juga bukan kota mandiri yang semua kebutuhan warganya dapat dipenuhi sendiri.
Alangkah baiknya pembangunan IKN juga memiliki hubungan yang sinergis dengan daerah di sekitarnya atau zona peyangga, seperti Kota Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kukar, dan Kota samarinda. Keberadaan zona penyangga itu memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung keberlangsungan IKN. Untuk itu perlu dihitung secara cermat dan detail kondisi eksisting lingkungan zona penyangga, seperti fisik, biologi dan sosial ekonomi. Sehingga dengan demikian kita bisa memprediksi perubahan dan kemampuan daya dukung lingkungan pada kurun waktu tertentu sekaligus mampu menghasilkan kebijakan yang terintegrasi dengan kebijakan IKN.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai kajian dan perencanaan pembangunan yang mendalam, maka kita berharap pembangunan IKN di bumi etam tidak saja berjalan dengan sukses, namun juga menjunjung tinggi partisipasi masyarakat local dan wilayah sekitarnya. Sehingga keberadaan IKN juga turut membawa kebahagiaan bagi masyarakat lokal. Ada baiknya kita meresapi petuah dalam bahasa Dayak Kayan yang berbunyi "Mejuq Mang Melak Perah" kurang lebih berarti membangunlah tanpa meninggalkan luka. Semoga.