Konten dari Pengguna

Pop Culture dan Gerakan Sosial Mahasiswa

Maichel Firmansyah
Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang
29 Agustus 2023 20:56 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maichel Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Setop Demo Anarkis. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Setop Demo Anarkis. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam struktur kehidupan masyarakat, mahasiswa adalah basis gerakan dalam perjuangan keadilan bagi rakyat termarginalkan (kelas bawah). Perjuangan itu terus dilakukan pada tiap masanya, hingga demo atau unjuk rasa digencarkan mahasiswa di setiap lini waktu. Gerakan itu diharapkan membawa secercah harapan bagi yang diperjuangkan yaitu keadilan bagi rakyat. Mahasiswa terkenal dengan gerakan sosial yang dilakukan untuk sebuah perubahan yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Napas perjuangan gerakan mahasiswa (social movement) hingga sekarang tetap dilakukan sekalipun zaman berganti dan pemimpin berubah, namun mahasiswa konsisten tetap berada di sisi oposisi pemerintah. Rentetan peristiwa demo atau unjuk rasa tidak akan pernah luput dari gerakan mahasiswa dengan landasan ideologi, pemikiran, sudut pandang dan keilmuan yang dimiliki mahasiswa masing-masing.
Hanya mahasiswa yang dapat menjadi lawan yang sepadan bagi pemerintahan, sehingga setiap tuntutan yang dituangkan mahasiswa kepada pemerintahan akan didengar dan direspons. Respons tersebut ada yang bersifat persuasif dan ada yang hingga anarkis, yaitu perkelahian sampai menghilangkan nyawa atau terluka.
Kendati demikian, mahasiswa yang mengenal sejarah perjuangan, maka akan tetap merepresentasikan perjuangan-perjuangan kelompok yang termarginalkan dengan aksi demonstrasi dan unjuk rasa sebagai perjuangan yang tiada akhirnya untuk terus dilakukan hingga kapan pun. Jika mahasiswa hanya berpangku tangan dan diam terhadap kebijakan atau keputusan yang diambil pemerintah, maka ketidakadilan, otoriter dan kesewenang-wenangan akan terjadi.
ADVERTISEMENT
Rakyat akan merasakan kesengsaraan dan tidak memperoleh haknya, oleh karena itu, mahasiswa mesti harus tetap konsisten memperjuangkan nasib rakyat Indonesia sebagai wujud kontrol sosial (social control) atas seluruh tindak tanduk atau keputusan yang diambil pemerintah. Hal tersebut, jadi basis kontrol sosial terhadap pemerintah agar lebih matang dalam mengambil setiap keputusan dan kebijakan yang akan mereka ambil.
Dalam kajian Klandermans mengungkapkan bahwa gerakan sosial lahir didasari oleh beberapa faktor yang muncul di dalam suatu komunitas masyarakat, di mana faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya gerakan sosial tersebut antara lain: strain (ketegangan), stress (stres), mass society (massa), emotion (emosi), irrasoinality (ketidakrasionalan), contagion (penularan perasaan), alenation (keterasingan), frustration (prustasi) atau, relative deprivation (deprivasi relatif).
Jika merujuk pada buku konsep dan teori gerakan sosial yang ditulis oleh Oman Sukmana (2016), maka gerakan sosial dibagi kepada dua, yaitu gerakan sosial lama dan gerakan sosial baru. Gerakan sosial lama lebih mengarah kepada materialistis-ekonomi, yang mana gerakan sosial ini lebih cenderung dilakukan oleh buruh atau kelompok kelas bawah untuk memperjuangkan nasibnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan gerakan sosial baru justru non-material yang cenderung mengarah pada mode gaya hidup atau budaya, seperti gerakan perdamaian, gerakan feminisme, gerakan kemanusiaan, gerakan lingkungan. Gerakan mahasiswa berawal dari diskusi di kampus, kemudian muncul kesadaran kolektif, lalu aksi adalah langkah akhir dari perlawanan kelas yang dilakukan untuk melakukan perubahan atau pernyataan sikap atas apa yang terjadi di negeri ini.
Maka gerakan mahasiswa mesti dikenal sebagai sebuah konsep protes terhadap struktur sosial, yaitu terhadap pemerintah, perusahaan besar, suatu lembaga, dan lainnya. Gerakan mahasiswa ini bersifat dinamis, gerakan sosial yang sporadis dengan orientasi pada permasalahan. Maka gerakan mahasiswa termasuk gerakan sosial (social movement) sejalan dengan harapan perubahan sosial terhadap tatanan yang lebih baik di mana mereka jadi pelopor perubahan sosial yang fundamental dan radikal (Afsah, 2021).
ADVERTISEMENT
Gerakan mahasiswa membawa roh perjuangan bagi perlawanan kelas terhadap kelompok-kelompok yang termarginalkan. Itu sudah menjadi kesepakatan bersama dari sejak dimulainya pergerakan mahasiswa dari tahun 1908 yaitu Budi Utomo (di tulis Boedi Oetomo) sampai sekarang. Gerakan dari Budi Utomo yang jadi cikal bakal dari lahirnya gerakan mahasiswa, yang secara murni membawa unsur moral dan perubahan sosial.
Ranah baru gerakan mahasiswa yang kini beralih kepada virtual membawa kemudahan dan kebermanfaatan bagi perjuangan perlawanan kelas pada era sekarang. Dapat dilihat bagaimana sebuah gerakan kolektif dalam dunia virtual, media sosial atau internet dapat membuat pengungkapan dan pertentangan terhadap kebijakan, keputusan atau kesewenang-wenangan dari pemerintah. Kembali mesti disadari bahwa perubahan sosial juga menjadi magnet bagi gerakan-gerakan sosial mode baru yang juga bersifat kolektif juga dapat dilakukan oleh pengguna-pengguna media sosial.
ADVERTISEMENT
Hal itu tidak dapat dipungkiri, karena sejatinya media sosial pun memang berfungsi untuk ekspresi diri (tentang dirimu, siapa kamu, apa yang membuat kamu unik, bagaimana perasaanmu terhadap suatu hal dan mengapa itu penting bagimu). Maka gerakan mahasiswa pun juga dipengaruhi oleh pop culture (budaya populer) yang ada di media sosial.
Menurut penulis kenapa gerakan mahasiswa dipengaruhi oleh budaya populer hal itu berangkat dari gen Z yang berusia kuliah yang juga jadi pengguna media sosial terbanyak. Media sosial memang memberikan suatu eksistensi dan viralitas di dalamnya, sebagaimana yang ditulis Prof. Dr. Suwanto, Guru Besar Komunikasi Organisasi di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, “Aku Viral Maka Aku Ada".
Gerakan mahasiswa terbaru sudah bertransisi jadi gerakan sosial virtual yang daya tariknya adalah populer atau viralitas. Maka suatu gerakan sosial dari mahasiswa akan muncul dan terjadi bila kondisi tersebut sudah viral atau populer di jagat maya. Tetapi gerakan social movement dari mahasiswa ini tidak bisa dikatakan sebagai gerakan sosial yang memperjuangkan kelas bawah atau buruh.
ADVERTISEMENT
Sebab gerakan ini terbatas hanya pada hal yang populer atau viralitas. Sedangkan efek atas tindak tanduk pemerintah bukan hanya bisa dirasakan pada isu kenegaraan yang populer saja. Tetapi juga pada isu yang tidak populer.
Sulitnya mengorganisir gerakan ini serta tidak adanya tipe relasi profesional, membuat gerakan ini jadi gerakan sosial semu. Gerakan mahasiswa pop culture hanya sebuah perlawanan semu terhadap kebijakan pemerintah atau gerakan sosial yang mencoba membawa unsur perubahan sosial yang utopis. Maka sudah mesti mahasiswa jadi garda terdepan memperjuangkan kembali kelas bawah yang termarginalkan tanpa magnet populer atau viralitas di dalamnya.