Konten dari Pengguna

Mental Kepiting Orang Indonesia dan Kritik ke Peserta Jenius CoC

Malahayati Ulimas
Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan 21
19 Juli 2024 10:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Malahayati Ulimas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi diskusi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi diskusi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pendidikan merupakan hal penting bagi anak-anak Indonesia. Berdasarkan Pasal 31 UUD 1945, menyatakan bahwa anak Indonesia wajib belajar selama 12 tahun, selain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa juga untuk memberikan bekal kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Sekarang ini, para pencari kerja dituntut untuk memiliki ijazah paling tidak sampai tingkat sarjana. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, lulusan SMK lebih banyak menyumbang pengangguran ketimbang lulusan sarjana dengan persentase 9,31% pengangguran adalah lulusan SMK, dan 5,87% adalah lulusan sarjana.
Tentu saja hal ini juga tergantung pada kemampuan setiap pelajar, keahlian dan pengalaman, asal kampus, juga jumlah lowongan kerja yang tersedia.
Intinya, menjadi pintar itu memang menyenangkan, bisa memahami pelajaran dengan mudah, mendapat nilai tinggi atau menang lomba hingga mendapat beasiswa. Salah satunya mengikuti kompetisi kepintaran Clash of Champions yang sedang naik daun akhir-akhir ini.
Ilustrasi juara. Foto: Getty Images
Clash Of Champions merupakan sebuah acara hiburan yang terinspirasi dari acara University War dari Korea Selatan. Dalam acara ini, puluhan mahasiswa dari berbagai universitas terbaik, mulai dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), hingga kampus top dunia seperti National University Of Singapore (NUS), Oxford University, dan Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST) dikumpulkan.
ADVERTISEMENT
Para peserta yang terpilih memiliki rekam jejak prestasi yang baik, IPK tinggi, dan memiliki publikasi ilmiah. Di acara ini, para peserta diuji kemampuan otaknya, baik dalam menghitung, hafalan, hingga logika dan strategi.
Tak sedikit masyarakat yang antusias dengan acara ini dan termotivasi untuk bisa menjadi cerdas seperti para peserta. Episode pertama acara ini bahkan ditonton 7 juta penonton di YouTube milik ruang guru.
Namun ada juga kritik dan hujatan yang masuk. Sejak para peserta diumumkan pun, sudah muncul berbagai komentar yang merendahkan. Kritikan ini bermunculan di berbagai kanal media sosial.
"rules #60: belum tentu peserta clash of champions dapet kerja."
"gw gamau punya anak tampilan kayak begini berdua. Apa kita lagi ngarahin generasi berikutnya jadi begini? enjoy life brother. ga semua tentang ipk."
ADVERTISEMENT
"apakah ipk menentukan nasib ke depan??."
Padahal, menurut katadata.com, rata-rata IQ orang Indonesia hanya berskors 78,49, yang terendah kedua di Asia Tenggara.

Mental Kepiting

Sumber: https://pixabay.com
Hal ini berkaitan dengan mental kepiting. Mental kepiting merupakan suatu fenomena atau sikap yang merendahkan dan menghambat orang yang memiliki kelebihan baik dari harta, maupun kecerdasan akademik yang tinggi. Orang yang memiliki mental kepiting cenderung iri hati, dan tidak terima jika ada orang lain yang memilki kemampuan lebih baik daripada dirinya. Orang tersebut akan merendahkan orang lain agar mereka terlihat tidak terlalu hebat.
Mental kepiting dianalogikan sama seperti kumpulan kepiting di dalam ember. Jika terdapat kepiting yang hampir keluar dari ember, maka akan ada kepiting lain yang menarik kepiting tersebut agar tidak keluar dari ember agar mendapatkan nasib yang sama.
ADVERTISEMENT
Para mental kepiting di kalangan pelajar menganggap orang yang pintar sebagai orang yang culun dan tidak memiliki kehidupan sosial, dan berharap agar orang yang berprestasi tidak menonjol atau melebihi di atas orang lain. Dampak dari adanya mental kepiting ini yakni orang yang berprestasi akan menjadi takut untuk menunjukkan kemampuan mereka dan mengurangi kepercayaan dirinya.
Orang yang berprestasi tidak serta merta mendapatkan keberuntungan. Mereka telah berusaha lebih keras dibandingkan yang lain untuk mencapai keinginannya, dan akan lebih bagus jika mereka bisa memotivasi orang lain.
Jika para pelajar di Indonesia bermental kepiting, maka mencerdaskan kehidupan bangsa akan sulit, nilai rata-rata IQ Indonesia juga sulit meningkat, dan tentunya membutuhkan usaha yang besar untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
ADVERTISEMENT

Menghilangkan Mental Kepiting

Sifat iri hati ada di dalam semua manusia, namun sifat tersebut bisa dikelola dan diubah agar menjadikan pribadi yang lebih baik. Sifat iri bisa diubah menjadi motivasi, seperti "Temanku mendapatkan beasiswa, kalau temanku bisa, aku pasti juga bisa."
Mindset seperti ini akan memicu persaingan yang sehat, terus memotivasi diri dan berfokus kepada kemampuan dan keahlian yang sedang dimiliki, jadi tidak berfokus kepada pencapaian orang lain, tidak menghujat apalagi merendahkan orang orang hanya karena mendapatkan keberhasilan.
Perlunya penerimaan dalam perbedaan kecerdasan juga diperlukan agar setiap individu dapat mengukur diri dalam kemampuan, tidak terlalu keras kepada diri sendiri yang dapat mengakibatkan stress dan menjaga kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Pemerintah juga harus berpartisipasi dalam mengurangi mental kepiting, seperti memberikan penghargaan setiap prestasi yang diraih, mengatur larangan diskriminatif bagi mereka yang berprestasi, melakukan kampanye untuk menanamkan pemahaman tentang individu berprestasi, menciptakan lingkungan yan mendorong perkembangan individu dan memfasilitasi untuk mendukung keberhasilan mereka.
Dengan mengurangi sifat iri dengki terutama dalam hal pendidikan, maka Indonesia Emas 2045 akan tercapai dan mendapatkan kemajuan dalam bidang pendidikan, sumber daya manusia akan meningkat dan rata-rata IQ orang Indonesia juga akan bertambah.