Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Program Kartu Prakerja dapat Mengurangi Dampak Kesehatan Mental akibat Pandemi
4 Juni 2021 12:00 WIB
Tulisan dari LPEM FEB UI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta, 3 Juni 2021. Pandemi COVID-19 telah memengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan, mulai dari ekonomi, sosial budaya, hingga kesehatan. Pemerintah melakukan kebijakan pembatasan sosial untuk memutus rantai penularan COVID-19. Akan tetapi, pembatasan sosial tersebut membuat aktivitas ekonomi dan bisnis menurun. Banyak perusahaan yang terpaksa untuk mengurangi gaji maupun memutuskan kontrak kerja karyawannya. Lebih dalam lagi, hilangnya pekerjaan akibat pandemi COVID-19 dapat mengganggu kesehatan mental pekerja. Sejak awal 2020, Pemerintah telah mencanangkan program kartu Prakerja. Pada awalnya, program ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi kerja sasaran yang berusia 18 tahun ke atas. Namun, dikarenakan adanya pandemi Covid-19, Kartu Prakerja diprioritaskan untuk para pekerja atau pelaku usaha mikro yang terdampak.
ANU Indonesia Project bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) pada Senin, 31 Mei 2021 mengadakan Public Webinar yang bertajuk “Mental Health, Disability, and Access to Jobs and Education.” Pada sesi pertama acara ini Chairina Hanum Siregar dan M. Rifqi Aufari yang merupakan peneliti dari LPEM FEB UI memaparkan hasil penelitiannya yang berjudul “Apakah Alokasi dari Program Kartu Prakerja berdampak pada Tingkat Kesehatan Mental Orang saat Pandemi COVID-19? Temuan dari Indonesia”.
ADVERTISEMENT
Penelitian ini mendeskripsikan dampak program Kartu Prakerja terhadap kondisi kesehatan mental masyarakat di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan data survei terhadap 4.000 responden dari seluruh Indonesia pada Agustus – September 2020. Survei tersebut menanyakan kepada responden mengenai dampak pandemi COVID-19 terhadap kondisi sosial ekonomi, termasuk perubahan pendapatan, kondisi kesehatan mental, dan Kartu Prakerja. Kondisi kesehatan mental dilihat melalui penilaian mandiri responden terhadap perubahan empat emosi dasar yaitu kebahagiaan, kesedihan, kecemasan dan amarah.
Berdasarkan hasil survei, pandemi COVID-19 telah memengaruhi kesehatan mental masyarakat. “Kondisi kesehatan mental seseorang menjadi lebih buruk akibat Pandemi COVID-19, bisa dilihat dari penurunan rasa bahagia, peningkatan rasa cemas, sedih dan marah. Hal ini tidak hanya karena kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan pendapatan namun juga beberapa kebijakan terkait pandemi COVID-19 seperti pembatasan sosial”, terang Hanum. Untuk mengurangi dampak kehilangan pekerjaan dan penurunan pendapatan, pemerintah memprioritaskan pelaksanaan program Prakerja untuk pekerja maupun pelaku usaha mikro yang terdampak. Hasil riset yang dilakukan membuktikan bahwa program Prakerja dapat menurunkan tingkat kecemasan, rasa amarah, dan rasa sedih. “Dapat disimpulkan bahwa Kartu Prakerja tidak hanya membantu meningkatkan skill seseorang namun juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan mental akibat pandemi”, tambah Hanum.
ADVERTISEMENT
Kedepannya, LPEM FEB UI akan terus mengembangkan studi tersebut mengingat beberapa tantangan yang dihadapi dalam studi saat ini. Survei dalam penelitian tersebut dilakukan pada awal pandemi, dimana pada saat itu kartu Prakerja baru diimplementasikan dan masyarakat masih beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dengan kondisi saat ini. LPEM FEB UI saat ini sedang kembali melakukan survei baru yang direncanakan selesai pada akhir Juni 2021. Selain itu, tim peneliti juga menggunakan indikator kesehatan mental yang lebih kompleks agar kesehatan mental dapat didefinisikan lebih dalam lagi. “Studi ini akan lebih menarik jika menggunakan indikator kesehatan mental yang lebih luas lagi, kami akan mengeksplor kembali studi ini karena kebetulan saat ini kami sedang melakukan follow-up survei, dan kami menggunakan indikator yang lebih kompleks lagi. Jadi tidak hanya basic emotion saja”, tutup Hanum.
ADVERTISEMENT