Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perlukah Rebranding Juventus?
25 Januari 2017 14:45 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
Tulisan dari Mateus Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa rahasia logo yang hebat?
Itu adalah misteri terbesar abad ini setelah Big Foot dan Komunitas Flat Earth.
ADVERTISEMENT
Idealnya, logo yang hebat itu harus simpel, mudah diaplikasikan pada berbagai media -- baik besar, kecil, cetak maupun digital --, geometris, tidak multitafsir, selaras dengan citra organisasi yang diwakilinya, dan masih banyak lagi. Setidaknya begitulah teorinya. Namun nyatanya tak semua logo yang memenuhi kriteria itu lantas dikenang.
Tak bisa dipungkiri, fungsi logo telah jauh berevolusi. Berawal dari sekadar stempel di pantat seekor sapi, logo berkembang menjadi lambang supremasi. Kini, logo adalah wajah dari sebuah merek (brand) yang menggurita. Layaknya anjing yang mengencingi pohon sebagai penanda wilayah, sebuah bisnis pun menjadikan logo sebagai penanda kehadiran mereka. Logo adalah obsesi. Maka harus tampak indah.
Juventus mengerti itu. Rebranding ekstrem yang mereka lakukan berhasil membuat publik terbelah dua. Tameng penjara dengan banteng di bawahnya dipangkas menjadi sekadar huruf “J” dengan garis ganda. Simpel sekaligus mencengangkan.
ADVERTISEMENT
Sebelum Juventus, rebranding yang paling mencuri perhatian di dunia sepak bola dilakukan oleh Manchester City dan English Premier League. Menghilangkan simbol elang yang sudah 20 tahun terakhir lekat dengan mereka, City kembali menempatkan kapal layar dan mawar di panggung utama. Keduanya dikemas dalam satu tameng yang gagah.
Sedangkan English Premiere League (EPL) cukup berani menghilangkan keseluruhan badan singa, menyisakan hanya kepala dengan mahkota. Respon terhadap keduanya juga cukup beragam. Namun berbeda dengan City yang cenderung disukai, respon terhadap logo baru EPL jauh lebih berimbang. Singa dengan mahkota saja, nampaknya masih butuh waktu untuk menggantikan singa komplet bermahkota, yang juga bermain bola.
Selain untuk peremajaan dan terlihat keren, rebranding erat kaitannya dengan kepentingan bisnis. Logo baru berarti merchandise baru. Merchandise baru berarti pemasukan baru. City dan EPL mengerti itu. Tambah lagi, kedua logo itu memang cukup enak dilihat. Satu-satunya permasalahan adalah penggunaan flat shadow yang kebablasan pada logo City dan warna yang kelewat vibrant pada EPL. Sisanya aman. Hingga datanglah Juventus.
ADVERTISEMENT
Garis ganda hitam putih yang membentuk huruf "J" itu, dianggap mewakili jalan hidup, demikian kata Agnelli, Presiden Si Nyonya Tua. Ya, Juventus nampaknya memang mencanangkan diri untuk menjadi lebih dari sepakbola. Hal itu diwujudkan dengan logo baru yang mudah diaplikasikan di mana saja. Dipandang dari fleksibilitasnya, logo baru Juventus jelas ideal. Tambah lagi dengan potensi bisnis yang dimilikinya. Kapitalisasi huruf "J"? Kurang ambisius apa coba? Lagipula siapa yang bisa menolak merchandise kalung eksklusif yang terlihat sangat cantik itu?
Namun sepakbola tetaplah sepakbola. Yang menjadikannya besar adalah hasrat yang meletup di dalamnya. Belum lagi bicara romantisme masa lalu yang terpampat pada simbol-simbol yang familiar itu. Usaha Juventus dan klub kaya lainnya untuk mengembangkan lini bisnisnya menjadi lebih dari sekedar sepakbola memang menggiurkan. Namun jelas akan mengaburkan kedua hal tersebut. Mungkin itu yang dirasakan oleh para fans yang tak menyukai langkah teranyar klubnya itu. Logo baru Juventus yang berubah drastis itu tak dirasa mewakili spirit utama sepakbola. Terlalu trendi, terlalu fancy. Seperti Michael Jordan yang mencoba kayak. Seperti Juventus yang berlagak Nike. Memang, berbeda dengan City yang melibatkan banyak fansnya dalam rebranding, logo Juventus murni diolah oleh Interbrand -- sebuah brand agency International -- cabang Milan. Iya, Milan.
ADVERTISEMENT
Perdebatan soal logo yang baik memang tak akan pernah berakhir. Logo-logo semacam Apple, Nike dan Coca-cola pun harus menjalani beberapa kali penyempurnaan sebelum akhirnya bisa melegenda.
Milton Glaser, dedengkot desain grafis yang juga perancang logo I 'Heart' NY pernah berkata: “Logo is the gateway to the Brand." Logo adalah gerbang dari entitas yang jauh lebih besar. Brand Promise. Value. Pride. History. Maka dari itu, kedigdayaan Juventus di Liga Italia dan kompetisi Eropa akan menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan logo barunya. Mengingat pergantian logo di sepakbola bukanlah hal yang tabu, menarik melihat sejauh mana logo Juventus dapat bertahan atau berkembang sebagaimana dia diposisikan.
***
Selaku penikmat sepakbola yang kurang trendi, saya hanya berharap-harap cemas dalam hati, agar tren ini berhenti sampai di sini. Karena kalau saja setiap klub sepakbola berpikiran sama, kemudian berusaha mensimplifikasikan logonya demi kepentingan bisnis yang tak masuk akal, maka celakalah. Sulit saya bedakan nanti, mana toko pakaian, mana emblem klub sepakbola dan mana penanda jalan, dalam rentetan toko di pinggir jalan.
ADVERTISEMENT
Ah, tapi siapa sih yang bisa menolak uang dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya ?