Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pemerataan Akses Invensi Pertanian
29 Juni 2023 13:58 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Ahmad Mathori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Penemuan pertanian adalah langkah besar pertama menuju kehidupan yang beradab,” kiranya begitulah apa yang dikatakan oleh seorang ahli anatomi dan antropologi berkebangsaan Skotlandia, Arthur Keith.
ADVERTISEMENT
Keith yang fokus menggali ilmu sosial, menemukan titik pemahaman dirinya atas pertanian yang menurutnya merupakan satu hal yang berkontribusi besar atas kemajuan dalam perkembangan sosial dan budaya, dengan asumsi bahwa dari pertanian terbentuklah struktur sosial kemasyarakatan yang lebih kompleks. Sehingga apa yang dikatakan oleh Keith membawa kita pada hal yang merefleksikan kondisi pertanian sebuah negara yang kekayaan sumber daya alamnya ‘ngga kaleng-kaleng’. Apalagi kalau bukan tanah air sendiri, Indonesia.
Sekitar 3 bulan lampau, tepatnya di bulan Maret. Badan Riset dan Inovasi Nasional telah merilis sebuah desain tentang prospek hasil pertanian di Indonesia tahun 2023, dalam unggahan resmi yang penulis kutip dari Kompas.com menyebutkan bahwa produksi pertanian kita membutuhkan dukungan ekstra besar untuk mencapai titik ideal dalam memperkuat fondasi ketahanan pangan nasional guna menghindari krisis.
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan desain yang sesuai dengan situasi dan kondisi nasional, seperti; tata regulasi, pola distribusi, wilayah kepulauan, musim produksi, dan proses. Sayangnya, pemenuhan kebutuhan akan cadangan pangan strategis tidak benar-benar 100% dihasilkan dari dalam negeri, padahal kebijakan pemerintah mengutamakan hal tersebut.
Seperti prediksi impor tahun 2023, beberapa komoditas pangan, diantaranya; gandum , kedelai , dan beras yang angkanya minus mencapai jutaan ton, sehingga harus mengimpor dari luar negeri. Uraian singkat di atas perlu mendapatkan respon dari para stakeholder dan mendorong implementasi integral antara pertanian dengan teknologi. Sebab yang sama-sama kita tahu, teknologi dapat berperan mengoptimalkan pekerjaan manusia dengan lebih mudah.
Beragam giat yang datang atas inisiasi lembaga berwenang memang tidak berstatus hibernasi, bahkan cenderung aktif menjajaki pelbagai agenda strategis nasional. Seperti pada gelar pameran Pekan Nasional Kontak Tani dan Nelayan (Penas KTNA) 2023 di kota Padang, Sumatera Barat pada 10-15 Juni 2023, gelaran tersebut memamerkan salah satu produksi drone buatan anak negeri.
ADVERTISEMENT
Drone tersebut kelak digunakan sebagai upaya efektivitas kerja para petani, seperti kecepatan menyelesaikan suatu pekerjaan dan membasmi hama yang berpotensi membuat gagal panen di lokasi-lokasi yang sulit dijamah. Bahkan dalam sebuah catatan, efektivitas penggunaan drone mencapai 30 kali lipat.
Produksi sebuah alat atau penemuan yang dihadirkan untuk kemajuan di sektor pertanian perlu mendapat perhatian serius dari berbagai lakon, tidak hanya mereka yang dari agribisnis, namun dari lakon lain juga sebagai bentuk gotong royong mewujudkan ketahanan pangan nasional yang kokoh guna menjawab kebutuhan data pertanian di Indonesia.
Hemat penulis, menyatukan porsi fokus guna membangun ketahanan pangan nasional yang kokoh dapat dilakukan dengan cara memastikan perlindungan dari pada produksi teknologi di sektor pertanian. Hal tersebut boleh dibilang sangat erat terkait dengan hak kekayaan intelektual sebagai rezim yang berbasis melindungi sebuah invensi teknologi.
ADVERTISEMENT
Akses Menyeluruh
Di Indonesia sendiri, sistem hak kekayaan intelektual yang kemudian disebut HKI berperan utama dalam melindungi invensi seseorang atau kelompok. Seseorang atau kelompok yang melakukan invensi (inventor), akan mendapatkan hak eksklusif dari temuannya untuk diperlakukan dengan hormat atas nama temuannya maupun mendulang manfaat ekonomi yang timbul dari padanya.
Walau secara sistem menghendaki demikian, seorang ahli hukum asal Inggris bernama Lawrence Lessig coba mengkritisi konsep ‘hak eksklusif’ yang berlaku di dalam rezim HKI. Sebab menurut Lessig, hak eksklusif dapat sedikit menghambat kemajuan inovasi yang direpresentasikan melalui sebuah temuan, karena nilai manfaat dari sebuah temuan senantiasa kaku dan tidak luas jika pemanfaatannya hanya disandarkan pada proses birokratik. Lessig mendasari perhatiannya atas hak eksklusif dalam rangka mendorong inklusivitas domain publik untuk memanfaatkan temuan seseorang.
ADVERTISEMENT
Kalau dicermati lebih mendalam, garis besar yang dinyatakan oleh Lessig, yang ia tuangkan dalam bukunya berjudul “Free Culture: The Nature and Future of Creativity” tentang pemerataan akses (inklusivitas) sebuah temuan yang dilandaskan pada asas fleksibilitas berbagi manfaat kepada masyarakat luas, namun tetap tidak meninggalkan apa yang menjadi hak bagi inventor (penemu), yang ia beri tajuk; “Creative Commons”.
Dalam hemat awam penulis, creative commons merupakan manifestasi dari perluasan manfaat sebuah temuan dan menyuratkan sikap pengawalan terhadap perkembangan inovasi di industri pertanian tanah air berbasis teknologi. Bersyukurnya, konsep Lessig tersebut telah eksis di Indonesia, walau nampak tidak terlalu bergeming sampai ke akar rumput, hal tersebut setidaknya menjadi bukti inklusivitas bangsa Indonesia dalam perspektif HKI. Tinggal bagaimana upaya memaksimalkannya saja.
ADVERTISEMENT
Upaya optimalisasi prospek pangan nasional dalam catatan peradaban pertanian di Indonesia sangat erat terkait dengan sistem HKI di Indonesia sebagai basis perlindungan. Karena integrasi kedua hal tersebut dapat mendorong stabilisasi peradaban yang lebih kompleks seperti yang dikatakan oleh Arthur Keith sebelumnya. Dari ulasan singkat di atas, penguatan sistem terhadap rezim HKI memegang peran signifikan untuk memajukan basis pengetahuan nasional.
Realisasi Pertanian Berkelanjutan
Penguatan basis di berbagai sektor guna menjawab tantangan kebutuhan data pertanian di Indonesia dapat dipenuhi oleh berbagai hal. Di tataran yang paling relevan, kebijakan dan regulasi akan pertanian yang berkelanjutan sangat amat dituntut tegak lurus guna mendorong kemunculan harapan besar, seperti, pemberian insentif untuk petani.
Sebab, anomali bahwa kita hidup di negara dengan sumber daya alam yang kaya raya, namun bertani (profesi menjadi petani ) bukanlah sebuah pilihan merupakan keniscayaan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut terjadi karena faktor yang tidak lain berkaitan dengan ‘apa untungnya menjadi petani?’ Maka rekondisi ideal akan hal tersebut selayaknya menjadi tugas bersama, baik pemerintah hingga masyarakat secara umum.
ADVERTISEMENT
Guna mendukung kebijakan dan regulasi yang kokoh industri tani di Indonesia, partisipasi aktif petani juga sudah harus di level yang lebih berdampak signifikan, misalnya saja keterlibatan petani dalam pengambilan sebuah keputusan.
Karena mereka (petani) lah yang lebih mengerti akan kebutuhan realistisnya.
Berdasarkan itu pula, penting kiranya mewujudkan peningkatan sumber daya manusia melalui akses pelatihan dan pendidikan untuk petani yang tersertifikasi negara, sebab hal tersebut juga secara implisit merupakan modernisasi hak-hak petani. Bahkan tidak hanya itu, akses kepada fasilitas pertanian yang mengandalkan teknologi juga nampak harus lebih digalakkan. Caranya sederhana saja sebenarnya, dengan konsep creative commons, misalnya.
Para penemu diberikan fasilitas membuka temuannya kepada khalayak umum dalam kontrol yang semestinya, seperti duplikasi drone untuk petani di seluruh penjuru lahan pertanian tanah air. Sebagai alinea yang mungkin akan mengakhiri artikel ini, penulis berhemat bahwa perlindungan atas invensi yang berhubungan dengan sektor pertanian adalah mutlak menjadi hal yang harus dipenuhi oleh negara, sebab itu diatur oleh Undang-undang.
ADVERTISEMENT
Sehingga, jika kepingan puzzle untuk menjawab kebutuhan data pertanian di Indonesia masih tercerai berai, kita mampu menyusunnya perlahan menjadi satu kesatuan yang solutif guna memperkokoh ketahanan pangan nasional dan menghindari krisis yang tidak diinginkan dengan memaksimalkan pemanfaatan teknologi.