Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memaknai Kembali Mahasiswa
20 Oktober 2022 20:53 WIB
Tulisan dari Isma Maulana Ihsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan; seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat jika ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat tumbuh dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Begitu kata Gie.
ADVERTISEMENT
Hari ini dengan penuh keinsyafan kita melihat orang-orang berteriak merasa paling Indonesia, paling religius dan serba paling, inilah semesta di mana orang paling merasa dan merasa paling. Berteriak dengan slogan-slogan sambil menampakkan wajah kemunafikan; Mahasiswa, politisi dan lainnya bertingkah seolah-olah paling merayakan demokrasi tetapi memotong lidah orang-orang yang berbeda pandangan dengannya.
Mahasiswa yang dikenal sebagai agen perubahan, agen sosial kontrol, penjaga moral dan lain sebagainya ternyata di antara mereka masih terdapat orang-orang yang bermental sok kuasa, merintih jika ditekan tetapi menindas jika berkuasa. Mereka-mereka inilah orang yang akan menipu adik-adik saya dari sekolah menengah atas tiap tahunnya, kemudian adik-adik yang masih manis nan lugu ini akan menjadi penipu-penipu semacam kakak-kakak seniornya lagi. Kita terjebak dalam lingkaran setan, yang setannya adalah ambisi mahasiswa semacam tadi.
ADVERTISEMENT
Kita melihat bahwa dalam setiap orasinya, dengan sinis dapat saya katakan mereka seolah-olah merasa paling benar dan paling pintar. Satu sisi, hal ini perlu; keyakinan atas supremasi kebenaran yang menjadi nilai-nilai yang dipegang amatlah diperlukan, namun di sisi lain intropeksi, membaca diri dan melihat diri secara labih dalam merupakan bentuk paling mulia, sehingga harapannya orang yang di demonstrasi tidak sama tabiat-perilakunya dengan orang yang berdemonstrasi.
Karena sejatinya, seorang mahasiswa adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kesempatan lebih dibanding para pemuda lainnya untuk berpikir dan menciptakan sebuah tatanan perubahan yang di dasarkan atas rasionalitas yang bukan hanya sebatas retorika semata melainkan berangkat dari sesuatu yang bersifat empirik-teoritis karena sejatinya mereka ini akan selalu mengenang masa-masa di mana mereka turun ke jalan sebagai seorang mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Seperti turunnya para pemuda inge school saat rezim Nazi mulai membuas di Jerman, mereka adalah orang-orang yang berani untuk berkata ‘tidak!’ pada rezim yang seragam dan identik. Urusan nyawa yang terancam, bagi mereka bukanlah sesuatu yang musti dan kudu diperhatikan; bahwa mati adalah keniscayaan, tetapi ada yang lebih manis dan puitis untuk didengarkan bangsa yakni suara-suara kebenaran yang nyaring dan menggema yang meruntuhkan tembok-tembok kesombongan dan keangkuhan para penguasa.
Oleh karenanya, tak heran apabila mahasiswa pada gilirannya disebut sebagai jembatan antara suara rakyat dan pemegang kebijakan. Meski, tak sangsi pula untuk dikatakan selalu saja ada sedikit hasutan dari para penunggang-penunggang yang memiliki agenda tertentu dalam segala aksi-aksinya. Tetapi, apa yang kemudian dibela para mahasiswa ialah suatu kebenaran (setidaknya menurut versinya sendiri) dan pula keadilan menurut apa yang mereka pahami. Dan paham mereka benar.
ADVERTISEMENT
Tan Malaka berkata, bahwa idealisme merupakan kekayaan terakhir yang dimiliki oleh para pemuda. Gie menambahkan, semakin redup idealisme maka semakin marak korupsi. Baik itu korupsi uang sebagaimana jumhur kita sepakati, pun pula termasuk korupsi waktu, pikiran, tenaga dan lain sebagainya. Secara sederhana pemaknaan korupsi ialah buruk, rusak, memutar balikan atau mengoyakan.
Maka, barangsiapa yang termasuk dalam kriteria pengertian kata-kata tersebut ia telah berperilaku korup. Perilaku inilah yang menjauhkan banyak manusia untuk tumbuh menjadi insan yang sehat dan kuat. Karena pertumbuhan fisik yang kuat harus dibarengi dengan pertumbuhan jiwa yang sehat pula.
Pertumbuhan jiwa yang sehat hanya akan terejawantah dalam keadaan siap unpopularity ketika telah diungkapkan, “Kami akan terus melawan dan berdemonstrasi, karena mendiamkan kesalahan adalah bagian dari kejahatan”. Mereka yang memiliki jiwa yang sehat secara sederhananya adalah yang siap diasingkan daripada harus tunduk kepada kemunafikan.
ADVERTISEMENT
Untuk itu pula, mahasiswa adalah mereka yang tetap akan berkata untuk menolak segala bentuk korup dalam jenis apapun dan dengan keuntungan sebesar apapun yang tetap siap untuk melawan dan menentangnya meski pada akhirnya hanya mengantarkannya kepada keterasingan dan ketidak populeran.
Mereka akan menjelma pohon oak yang tegar dan tegap menantang angin, bahkan badai sekalipun. Para mahasiswa, adalah mereka yang tetap memegang penuh idealisme dan nilai-nilainya sebagai upaya menumbuhkan nalar dan kesadaran dari pertumbuhan jiwa yang sehat.
Tetapi, para mahasiswa adalah manusia seperti umumnya. Yang dapat mencintai dan selalu berharap dicintai, yang dapat merasakan kasih sayang dan selalu ingin membalasnya. Bahwa dalam kehidupan ini ada sesuatu yang bersifat hakiki yaitu, dapat mencintai, dapat iba hati dan dapat merasakan kedukaan. Tanpa rasa itu semua, kita hanyalah menjadi sebuah benda atau mungkin robot. Bergerak tanpa makna, berhenti bahkan ketika segalanya belum sepenuhnya selesai.
ADVERTISEMENT
Maka, berbahagialah mereka yang masih menyimpan dengan baik semua perasaan itu dan dapat menggunakan dengan begitu baik dan bijak. Karena, sedetik saja perasaan itu hilang dalam pelukan kita, absurd-lah segala hal yang menyangkut kehidupan manusia.
Maka, akan pupus pula mimpi-mimpi mulia seperti mimpi tentang semua pemuka agama, buruh, para pemegang alat produksi, tentara, polisi, pejabat dan lain sebagainya berdiri dalam satu forum kemudian dengan suara lantang mendeklarasikan untuk berkata tidak pada semua bentuk kemunafikan dan pembunuhan atas dasar alasan apapun, serta melupakan benci dan perbedaan yang ada kemudian berkomitmen untuk membangun suatu dunia yang lebih baik bagi semua kalangan.
Tak heranlah, kemudian mahasiswa dapat dimaknai sebagai mereka yang konsisten untuk tetap menjaga kemanusiaan manusia tetap hidup.
ADVERTISEMENT
Dan pada akhirnya mahasiswa adalah mereka yang tetap bersungguh serta konsekuen dalam penghapusan segala bentuk kedegilan dan keserakahan, usaha penghapusan terhadap pengkhianatan dan segala hal yang non-humanis serta mereka yang siap mengundurkan diri untuk dilupakan sebagaimana kita selalu lupa kapan terakhir kali kita bernafas.