Konten dari Pengguna

Menuju Senja

Isma Maulana Ihsan
Founder Belajar Politik, Mahasiswa aktif S1 Ilmu Politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung, aktifis pergerakan, mahasiswa gabut dan pengagum rahasiamu
3 Mei 2024 10:15 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isma Maulana Ihsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Senja di Cianjur. Foto: Milik pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Senja di Cianjur. Foto: Milik pribadi.
ADVERTISEMENT
Jika saudara bertanya tentang lagu apa yang saya sukai dan kerap diputar, setiap bulan dan tahunnya jawabannya adalah Menuju Senja lagu dari Payung Teduh karangan Mas Istiqamah Djamad.
ADVERTISEMENT
Ada hal yang saya rasa, menjadi sesuatu yang romantik sekaligus ironi di dalam setiap nada dan lirik-lirik yang tersaji. Suatu pengharapan, suatu kerendahan hati dan bentuk kepasrahan takdir, saya rasakan di dalamnya.
Lagu, seperti karya-karya seni lainnya, mampu menjadi penyambung perasaan manusia-manusia, utamanya mereka-mereka yang kesepian, yang terombang ambing hatinya, yang pengharapannya jatuh di hadapan nestapa, yang dirindunya pupus di hadapan kecewa.
Ada satu bagian dari lagu tersebut yang membuat saya selalu terdiam mendengarnya, "sebelum itu, ada yang mati, menunggu sore, menuju senja", dalam lirik ini saya maknai sang subjek lagu-entah siapa itu, yang bisa saja kita, dihadapkan pada suatu proses persiapan melewati takdir.
Ya!, takdir hidup adalah sesuatu yang kerap kita hindari, kita sangkal, terlebih jika ia memang tak sesuai harap dan rencana manusia-manusia papa yang kelewat batas; bisa melebihi ketetapan Tuhan bermodal rencana, wacana dan segala teteknya.
ADVERTISEMENT
Sebelum itu, adalah rencana kita untuk menapaki hal-hal yang ingin dijejak, ditinggal dan dirasai, tetapi aku dan kita harus menunggu sore-suatu ketetapan takdir yang entah kapan tibanya, sebelum menuju senja akhirnya menyadarkan kealfaan kita bahwa kita punya rencana dan Tuhan punya kuasa.
Atas segala sesuatu yang kemudian terjadi, hati menjadi terluka, tertusuk pada pilu dan semakin menganga luka itu di antara senyum menerima semuanya sebelum akhirnya manusia-manusia saling menapaki kembali kenangan meskipun mesti samar-samar.
Dan segala rencana yang sudah direncanakan itu, menjadi semacam kerinduan yang tak terobati, menuju senja selepasnya memang gelap dan dalam kegelapan malam, justru di sana lahir bintang-bintang; ditempat paling sunyi dan gelap sekalipun, harapan tidak boleh mati.
ADVERTISEMENT
Sesesakit dan sepilu apa pun yang dirasa, tumpuan pada cinta atas segala nasib yang telah Tuhan berikan merupakan senjata untuk melenting lebih jauh, merasai kedamaian lebih dalam. Dan menuju senja saya rasa telah menyematkan pesan itu. Itu sebabnya, saya menyukainya. Salam sehat untuk Mas Is dan rekan-rekan. (*)