Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tanggung Jawab Media Penyiaran: Mengupas P3SPS dan Kode Etik Jurnalistik
26 November 2024 14:21 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Maulida Kamilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Media penyiaran seperti televisi, radio, dan media online memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik, menyampaikan informasi, dan memberikan hiburan. Namun, dengan pengaruh besar ini, tanggung jawab sosial menjadi hal yang tak terelakkan. Kehadiran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) serta Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menjadi landasan penting untuk memastikan praktik penyiaran yang sesuai dengan nilai-nilai etika dan hukum
ADVERTISEMENT
Artikel ini membahas bagaimana P3SPS dan KEJ menjadi alat penting dalam menjaga tanggung jawab media penyiaran, serta bagaimana implikasi hukum diterapkan terhadap pelanggaran pedoman ini.
Apa itu P3SPS?
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) adalah acuan utama yang disusun oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur perilaku penyiaran. Pedoman ini bertujuan memastikan isi siaran menghormati nilai-nilai budaya, agama, norma kesopanan, serta melindungi kepentingan masyarakat. P3SPS mencakup berbagai ketentuan, seperti perlindungan terhadap anak-anak dan remaja, larangan eksploitasi konten yang mengandung kekerasan atau pornografi, dan pengaturan isi siaran agar tetap seimbang dan akurat. P3SPS juga mengatur larangan eksploitasi kelompok rentan, seperti anak-anak dan perempuan, serta melarang pengungkapan identitas pelaku kriminal yang dapat memicu stigmatisasi atau pelanggaran privasi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Basri, Rahmanto, dan Shadrina (2024) , P3SPS dirancang untuk mengurangi pelanggaran etika dengan menetapkan batasan konten yang sesuai dan memberikan panduan spesifik kepada lembaga penyiaran. Salah satu ketentuan penting adalah kewajiban untuk menjaga privasi pelaku maupun korban dalam kasus hukum atau peristiwa kriminal.
Salah satu kasus pelanggaran yang menjadi perhatian adalah program berita "Apa Kabar Indonesia Pagi" di TVOne, di mana wajah pelaku kejahatan seksual ditampilkan tanpa penyamaran. Hal ini bertentangan dengan P3SPS yang secara tegas melarang penyiaran identitas pelaku atau korban tanpa izin, terutama jika siaran tersebut dapat menimbulkan dampak sosial negatif. Kasus ini tidak hanya melanggar P3SPS tetapi juga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang memberikan sanksi administratif kepada pelanggar, mulai dari teguran hingga pencabutan izin siaran.
ADVERTISEMENT
P3SPS juga mengatur mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh KPI untuk memastikan lembaga penyiaran mematuhi pedoman ini. KPI memiliki wewenang untuk memberikan sanksi bagi media yang melanggar, termasuk penghentian program sementara, pengurangan durasi siaran, hingga pencabutan izin penyiaran. Dengan keberadaan P3SPS, diharapkan media penyiaran dapat berfungsi secara bertanggung jawab dan memberikan dampak positif bagi masyarakat
Kode Etik Jurnalistik: Panduan Profesionalisme
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) berfungsi sebagai panduan moral bagi jurnalis untuk menjaga integritas pemberitaan. KEJ menekankan prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, dan penghormatan terhadap privasi. Berdasarkan penelitian Bilardo dan Haslinda (2024) , pelanggaran KEJ tidak hanya mencoreng reputasi media tetapi juga dapat berdampak hukum.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara eksplisit mengatur bahwa jurnalis wajib menaati KEJ. Pelanggaran terhadap KEJ dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum pers, yang berujung pada gugatan hukum dari pihak yang merasa dirugikan. Sebagai contoh, berita sensasional yang mengabaikan prinsip praduga tak bersalah dapat dianggap sebagai pencemaran nama baik, yang diatur dalam KUHP.
ADVERTISEMENT
Implikasi Hukum Pelanggaran
Implikasi hukum pelanggaran terhadap P3SPS dan KEJ sangat serius. Berdasarkan penelitian Silvia Basri dkk. (2024) , pelanggaran seperti pengungkapan identitas korban atau pelaku kriminal dalam berita kriminal dapat dikenai sanksi administratif oleh KPI. Selain itu, pelanggaran terhadap KEJ juga dapat berujung pada tuntutan hukum perdata atau pidana
Kasus "Apa Kabar Indonesia Pagi" menjadi contoh konkret bagaimana pelanggaran terhadap pedoman ini tidak hanya berdampak pada citra media tetapi juga memiliki konsekuensi hukum yang serius. KPI memberikan teguran keras kepada TVOne dan mengingatkan pentingnya menjaga standar kualitas penyiaran
Tantangan di Era Digital
Era digital membawa tantangan baru dalam dunia penyiaran. Informasi yang disajikan di televisi, radio, dan media online sering kali tumpang tindih. Kecepatan penyebaran informasi di media digital juga meningkatkan risiko penyajian berita yang tidak diverifikasi. Berdasarkan penelitian Bilardo dan Haslinda (2024) , konvergensi media memperbesar risiko pelanggaran etika karena batas antara media tradisional dan digital semakin kabur
ADVERTISEMENT
Media online sering kali tidak tunduk pada pengawasan KPI, meskipun kontennya memiliki dampak yang sama besar dengan media konvensional. Untuk mengatasi ini, perlu ada integrasi regulasi antara UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 dan UU ITE untuk mencakup praktik media digital
Membangun Kepercayaan Publik
Kepercayaan publik adalah modal utama media penyiaran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh berbagai pihak, kepatuhan terhadap P3SPS dan KEJ adalah cara paling efektif untuk mempertahankan kredibilitas media. Pelanggaran terhadap kedua pedoman ini tidak hanya merusak reputasi media tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat
Media yang menjaga kepatuhan terhadap hukum dan etika dapat menciptakan hubungan yang lebih baik dengan audiens. Dalam hal ini ini, pelatihan etika untuk jurnalis dan penerapan sistem audit internal dapat membantu memastikan bahwa media tetap berada di jalur yang benar
ADVERTISEMENT