Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pantai Watu Pecak : Dampak Penolakan Tambang Pasir Besi Ilegal Berakhir Tragis
20 November 2023 18:58 WIB
Tulisan dari Indah Pratiwi Mayori Mayangsari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pasir besi merupakan salah satu sumber daya alam yang melimpah di Indonesia, terutama diwilayah pesisir pantai. Khususnya di wilayah Kabupaten Lumajang yang berada di kawasan Jawa Timur yang memiliki potensi bahan galian pasir besi. Hal ini dikarenakan kabupaten Lumajang berada pada Zona Vulkanis disekitar Guunung Semeru, Gunung Bromo yang merupakan gunung api aktif, yang menghasilkan edapan material akibat terjadinya erupsi.
Salah satunya pantai yang mengandung besi yaitu Pantai Watu Pecak yang terletak di desa Selok Awar-awar, Pasirian. Pantai tersebut terletak pada ketinggian 60 mdpl dengan S 08o 17’ 38” dan E 113o 09’ 53”. Pantai watu pecak disebut sebagai wilayah sedimentasi alluvial dan fluvial. Disebut sebagai wilayah sedimentasi alluvial dikarekan wilayah tersebut merupakan wilayah endapan dari dampak terjadinya letusan gunung semeru yang menggandung pasir besi (Fe). Sedangkan disebut wilayah bersedimentasi fluvial dikarenakan wilayah endapan dari sungai Rejati, Mujur, dan sebagainya. Oleh karena itu terdapat penggunaan sumber daya alam yang dengan pemanfaatan pasir besi ialah pertambangan.
Pada tahun 2014 PT. Indo Modern melakukan pertambangan pasir besi seluas 4.398 hektar dan telah mendapatkan izin usaha pertambangan. Namun kenyataanya banyak terjadi penambangan pasir illegal yang dilakukan oleh oknum sekitar. salah satunya di di pesisir Pantai Watu Pecak. Penambangan pasir tersebut dilakukan oleh beberapa pihak swasta yang bekerja sama dengan beberapa oknum perangkat desa. Kronologis penolakan tambang pasir besi ilegal dimulai sekitar bulan Januari 2015. Awal mula terjadinya penambangan pasir ilegal dilakukan oleh oknum-oknum mafia yang diketahui oleh PT. Merak Jaya Beton yang tidak memiliki izin penambangan pasir besi. Hal tersebut diketahui oleh masyarakat dan Direktur PT. Indo Modern yaitu Lam Chong San dengan membuat laporan pada polsek sekitar.
ADVERTISEMENT
Namun laporan tersebut tidak ditanggapi oleh polsek, masyarakat melakukan protes dan penolakan penambangan pasir yang ada di Desa Selok Awar-awar. Sehingga muncullah forum komunikasi Gerakan sosial atas pertambangan pasir ilegal tersebut. Forum tersebut berperan aktif dalam permasalahan yang ada dimulai dengan menyurati pemerintahan pusat di Jakarta. Namun usaha mereka tidak ada yang ditanggapi oleh pemerintah. Pada tanggal 10 September 2015, terdapat pengancaman serta pembunuhan yang akan dilakukan oleh oleh tim atas pembentukan kepala desa yang diketuai oleh preman yang bernama Pak Desir.
Pada tanggal 25 September 2015, forum tersebut menghimbau kepada masyarakat untuk melakukan penolkan terhadap aktivitas tambang pasir besi tersebut. Hal tersebut memicu pada permasalahan yang menyebabkan adanya pengeroyokan terhadap Bapak Tosan yang merupakan ketua dari Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Lingkungan Desa Selok Awar-awar dan Bapak Salim kancil merupakan seorang yang sangat keras dalam menyuarakan perjuangannyamengusir para penambang pasir besi ilegal. Pengeroyokan tersebut dilakukan oleh tim preman yang dibentuk kepala desa. Pengeroyokan tersebut mengakibatkan Bapak Salim Kancil meninggal sementara Bapak Tosan mengalami luka Berat.
ADVERTISEMENT
Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat karena dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap lingkungan. Peambangan pasir besi ilegal menyebabkan lahan pertanian dan lingkungan menjadi rusak serta menurunnya kondisi ekonomi masyarakat Desa Selok Awar-awar. Aktivitas penambangan pasir besi ilegal tersebut membuat rusaknya sawah-sawah dan menyebakan abrasi lahan pertanian. Dampak dari abrasi tersebut yaitu dikarenakan air laut yang masuk di sawah-sawah masyarakat sehingga menyebabkan kerugian material. Hal tersebut menjadikan para petani gagal panen serta masyarakat kehilangan mata pencaharian.