Konten dari Pengguna

Ironi Produk Zero-waste yang Harusnya Selamatkan Bumi

Mazaya Sofi Rahmani
Mahasiswa Jurnalistik FIKOM Universitas Padjadjaran
2 Juni 2022 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mazaya Sofi Rahmani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi produk Zero-waste yang biasa dipasarkan. (Sumber: unsplash.com, Fotografer: Anna Oliinyk)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi produk Zero-waste yang biasa dipasarkan. (Sumber: unsplash.com, Fotografer: Anna Oliinyk)
ADVERTISEMENT
Banyaknya diskursus mengenai tumpukan sampah di lautan hingga sedotan plastik yang mencekik penyu-penyu membuat generasi sekarang lebih sadar akan jumlah limbah plastik yang terbuang. Kesadaran tersebut mendorong banyak orang untuk mengikuti tren Zero-waste dimana mereka akan memprioritaskan barang yang tahan lama seperti totebag ketimbang kantong plastik sekali pakai. Semua usaha tersebut dilakukan dengan harap mengurangi limbah sampah plastik.
ADVERTISEMENT
Seorang aktivis Gerakan Zero-waste, Lauren Singer, bahkan mampu memasukkan seluruh sampahnya selama lima tahun terakhir ke dalam sebuah toples. Ia menggunakan tas katun untuk berbelanja ketimbang kantong plastik. Ia juga menggunakan sedotan stainless steel ketimbang sedotan plastik sekali pakai. Segala hal yang ia miliki dapat digunakan hingga berkali-kali untuk bertahun tahun hingga sampah yang ia hasilkan sangatlah sedikit. Hal tersebut menuai banyak apresiasi, serta mengingatkan banyak orang tentang bagaimana seharusnya kita dapat menghasilkan jauh lebih sedikit sampah.
Tidak ketinggalan, beberapa kota di Indonesia juga memberlakukan aturan khusus mengenai penggunaan plastik sekali pakai. Salah satunya adalah Kota Bogor yang telah mengeluarkan aturan tentang larangan penggunaan kantong plastik di swalayan dalam Peraturan Walikota Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Namun, walaupun anjuran penggunaan totebag dan sedotan stainless steel memang mengurangi limbah plastik, kedua produk tersebut sebenarnya memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap pemanasan global.
Hal ini diakibatkan oleh dampak kerusakan lingkungan dari produk-produk Zero-waste yang tergolong besar. Dilansir dari Columbia Climate School pada (30/4/20), beberapa studi dari The Danish dan U.K Studies menemukan bahwa totebag memiliki dampak lingkungan paling buruk dibandingkan kantong plastik dan kantong kertas. Kapas sebagai komponen utama katun membutuhkan tanah yang luas, air yang melimpah, dan pestisida agar dapat dipanen dengan baik. Proses produksi serta penggunaan pestisida tersebut berkontribusi pada pencemaran air.
Tak hanya itu, kegiatan memanen serta transportasi kapas juga membutuhkan bahan bakar fosil dalam jumlah besar, sehingga berkontribusi terhadap pemanasan global. Bahkan untuk menyeimbangi dampak lingkungan sebuah kantong plastik, sebuah totebag harus digunakan setidaknya 7,100 kali.
ADVERTISEMENT
Sama halnya dengan kantong plastik, sedotan stainless steel juga memiliki kontribusi kerusakan lingkungan yang besar. Sedotan stainless steel yang dimiliki kebanyakan orang sekarang berasal dari pertambangan nikel, dimana 400-500 hektar tanah menjadi tandus akibat pertambangan tersebut. Bahkan, berdasarkan studi oleh Cal Poly Humboldt University di California pada 2018 lalu, bahan bakar atau energi yang dibutuhkan untuk membuat satu buah sedotan stainless steel sama dengan energi yang dibutuhkan untuk membuat 90 sedotan plastik. Sehingga untuk mengalahkan dampak kerusakan alam yang diakibatkan sebuah sedotan plastik, sedotan stainless harus digunakan lebih dari 150 kali.
Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh beberapa produk tersebut dapat meningkatkan ketebalan lapisan karbon bumi akibat proses panen, pembakaran, serta transportasi. Sesuai dengan penjelasan dari Direktur eksekutif Walhi Jawa Barat, Meiki Paendong dalam sebuah talkshow parade jurnalistik pada (17/5/22), proses tersebut akan berdampak pada pemanasan global.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan bahwa lapisan karbon Bumi yang terlalu tebal akan menahan udara panas di Bumi sehingga terjadi perubahan iklim. Maka hal terbaik yang dapat dilakukan untuk mencegah perubahan iklim adalah untuk mengurangi proses pembakaran oleh bahan bakar fosil. Ia juga menilai jurnalis seharusnya lebih harus gencar untuk mensosialisasikan sebab-akibat dari perubahan iklim.
Maka dari itu, perlu sekali untuk jurnalis menelaah kembali berbagai gerakan-gerakan yang membawa isu lingkungan. Ini tidak berarti masyarakat harus menggunakan sedotan dan kantong plastik, tetapi seharusnya dalam publikasi artikel-artikel mengenai produk tersebut tercantum juga sisi buruknya.
ADVERTISEMENT