Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Aini menggapai-gapai permukaan lantai, tapi tidak bisa. Jaraknya jauh, ia tidak sanggup meraihnya. Dokter Arwani pun tidak bisa mendorong anaknya keluar sebab tubuhnya digerayangi makhluk mengerikan di dalam lubang.
ADVERTISEMENT
Sesaat kemudian terdengar suara rauman dari dalam lubang, membuat Aini menjerit ketakutan. Hanya bertahan sepuluh menit, tubuh dokter Arwani perlahan terjerembab ke dalam lubang seperti dilahap lumpur hidup. Aini pun kian masuk ke dalam.
Untungnya... saat Aini sudah putus harapan, saat lengan kanannya menggapai-gapai sembarang arah, ada seseorang dari atas lubang yang mencengkram lengan Aini. Dia adalah ibu angkatnya sendiri, Bu Hani.
Dari awal, Bu Hani sudah curiga kalau anaknya pasti pergi ke gedung bekas rumah sakit yang dulu menjadi tempat ayahnya bekerja. Jadi saat tahu anaknya tidak kunjung pulang, ia memberanikan diri masuk ke halaman rumah sakit. Bu Hani sempat menelusuri beberapa ruangan hingga akhirnya ia melihat sebuah cahaya senter yang menyala di kamar mayat.
ADVERTISEMENT
Aini berhasil ditarik dari dalam lubang, tapi Bu Ruslah tidak selamat. Sambil menangis, Aini dipaksa keluar dari kamar mayat. Ia sudah coba berontak dan ingin kembali ke lubang itu untuk menyelamatkan Bu Ruslah, namun tenaganya sudah habis. Mereka berdua berhasil keluar sana.
Setelah mereka pergi, pintu kamar mayat tertutup sendiri dengan keras, seperti ada orang yang membanting daun pintunya. Senter masih menyala, tergeletak begitu saja di lantai. Lubang menganga, mengeluarkan suara raungan. Di dalamnya gelap gulita, raungan itu semakin lama semakin terdengar seperti tangisan manusia.
Bukan. Tentunya bukan hanya tangisan satu orang saja, tapi puluhan, ratusan, ah atau bahkan ribuan orang. Mereka seperti sedang disiksa, dipukuli dengan batu, atau mungkin saja diguyur dengan timah mendidih.
ADVERTISEMENT
Lubang itu tidak berujung, semakin masuk ke dalam semakin pengap. Bau amis menyengat, membuat siapa pun yang menciumnya akan muntah. Semakin dalam, semakin terdengar suara manusia meminta ampun. Ada yang memohon minta dikembalikan ke dunia dan berjanji akan berbuat baik.
Ada yang memohon minta diberi kesempatan untuk hidup kembali dan berjanji tidak akan mencurangi orang lain. Lubang itu, apa sebenarnya? Semakin masuk ke dalam, ada sebuah cahaya temaram. Samar terlihat melayang ribuan kapas yang digulung kecil-kecil, dapat dijumpai juga berlembar-lembar kain putih, jas pria, gaun wanita, butiran abu, melayang perlahan seperti sedang berada dalam ruang nol gravitasi.
Apa kalian ingin tahu lebih dalam lagi tentang lubang ini? Baiklah, tiga puluh meter dari gumpalan kapas, terlihat ribuan tangan menggapai-gapai, meminta tolong. Tapi, tak akan ada yang bisa menolong mereka, termasuk kalian.
ADVERTISEMENT
Dari kedalaman yang sudah tidak terukur lagi. Sayup terdengar suara rintihan ribuan manusia. Sekarang dengarkan baik-baik, runcingkan telinga kalian dan dengarkanlah rintihan itu.
"Tolong kami...."
Lubang tersebut lalu tertutup perlahan. Cahaya senter padam seketika. Keesokan harinya, saat Aini dan keluarga Angga membawa polisi, lubangnya sudah menghilang, entah ke mana. Orang-orang yang menghilang tidak pernah ditemukan lagi dan dianggap sudah meninggal.
Keluarga Angga mengikhlaskan kepergian anaknya, sedangkan Pak Sidik, dukun itu menderita seorang diri. Tidak ada lagi yang bisa diandalkan dari perdukunan, para pelanggannya satu persatu meninggalkan Pak Sidik. Ia lalu mati kelaparan di dalam kontrakannya.
***
Beberapa Tahun Berikutnya
Layar kamera udin mati. Dokter Arwani melangkah ke luar ruangan. Ia terus berjalan ke lobi rumah sakit, di depan lobi ada Angga dan Bu Ruslah duduk di kursi roda sambil mendongak ke langit malam. Terkadang mereka berdua seperti anak kecil, berjalan ke sana ke mari dengan kursi rodanya, tidak jarang sampai ada manusia yang memergoki dua kursi roda yang berjalan sendiri.
ADVERTISEMENT
Dokter Arwani menoleh ke arah kamar mayat, ada suara teriakan dari sana. Tidak ada yang bisa ia perbuat, di rumah sakit itu dokter Arwani hanya makhluk halus kasta rendah yang tidak punya kuasa apa pun. Semenjak lubang itu dikancing, para setan di rumah sakit menjadi semakin buas. Hanya orang bodoh yang berani masuk ke rumah sakit itu tengah malam.
Semetara di malam yang sama, Aini terbangun tengah malam. Ia menoleh ke ranjang bayi di sebelahnya. Bayi itu menangis, Aini lalu membangunkan suaminya. Bukan untuk minta dibantu mengganti popok, tapi Aini hanya ingin ditemani saja. Sekarang ia menjadi sangat penakut.
"Mas Dipa. Mas? Bangun, Mas," Aini mengguncangkan tubuh suaminya.
ADVERTISEMENT
"Iya, Mah. Kenapa?"
"Temani aku."
"Ganti popok?"
"Iya, Mas."
Dengan wajah sangat mengantuk, Dipa bangun lalu duduk sambil setengah terpejam di atas tempat tidurnya. Aini dengan cekatan mengganti popok anaknya.
Setelah selesai, ia kembali ke tempat tidurnya. Dipa memeluk tubuh Aini dari belakang. Yang dipeluk tidak membalikkan badan, kedua mata Aini masih terbelalak. Ia baru saja bermimpi didatangi dokter Arwani.
Selang beberapa menit, ia tak kunjung bisa tidur. Terdengar suara keranjang bayi berderit seperti ada yang mengayunkannya. Aini bangun, samar-samar ia melihat sosok seorang lelaki sedang bermain dengan anaknya. Aini memicingkan mata, itu jelas sosok ayahnya sendiri. Dokter Arwani, dia ada di dalam kamar Aini.
SELESAI
ADVERTISEMENT