Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Ruang rawat inap seketika mencekam.Tangis kerabat pasien memenuhi ruangan. Mereka tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi, keluarga mereka meninggal secara mendadak dalam waktu yang bersamaan. Bukan hanya itu saja, Angga yang tadi disuruh untuk memanggilkan dokter malah tidak muncul lagi.
ADVERTISEMENT
Aini panik. Ia coba menghubungi Angga, tapi tidak diangkat. Sudah Aini cari ke semua ruangan rumah sakit, tapi tetap tidak ada. Seketika Aini teringat pada lubang di dalam kamar mayat. Ia segera lari ke sana dan anehnya lubang itu menghilang.
“Lubangnya ke mana, Pak?”
“Lubang apa?” Pak Lukman malah balik tanya.
“Lubang di kamar mayat ini. Masa bapak nggak tahu.”
Wajah Pak Lukman terlihat ketakutan.
“Di mana, Pak?!” bentak Aini.
“Saya nggak tahu,” Pak Lukman malah melepas bajunya lalu melemparkannya ke sudut ruangan.
“Jangan tanya ke saya, mulai malam ini saya berhenti kerja,” Pak Lukman pergi begitu saja dari hadapan Aini.
“Pak! Tunggu, Pak!” Aini meraih lengan Pak Lukman.
ADVERTISEMENT
“Bapak tahu di mana Angga?”
Pak Lukman tertunduk.
“Pak, apa yang terjadi sama dia, Pak?”
Tanpa menjawab pertanyaan Aini, Pak Lukman mengibaskan genggaman wanita itu dan lari ketakutan. Tidak seperti biasanya, Pak Lukman yang terkenal pemberani, sekarang malah seperti anak kecil yang ketakutan. Entah apa yang dilihat Pak Lukman dan kenapa lubang itu hilang.
Aini tidak menyelesaikan pekerjaannya, ia langsung bergegas pulang menuju rumah Angga. Tengah malah ia menggedor pintu rumah pacarnya dan menjelaskan apa yang sedang terjadi.
“Kamu tenang dulu. Jangan panik, siapa tahu Angga pergi sama temannya,” ujar bapaknya Angga.
“Nggak mungkin, Pak. Soalnya dia lagi kerja sama aku,” bantah Aini.
“Iya Pak lebih baik kita lapor polisi saja,” saran ibunya Angga dengan wajah cemas.
ADVERTISEMENT
Malam itu juga mereka melapor ke polisi.
***
Dua minggu kemudian, Aini mendapat kabar kalau rumah sakit tempatnya praktik ditutup secara mendadak lantaran semakin banyak pasien yang mati mendadak. Sementara itu, polisi belum juga menemukan Angga. Aini semakin yakin kalau Angga diculik oleh setan di rumah sakit itu. Tapi, kenapa harus Angga? Apa yang sudah ia perbuat?
Aini tahu siapa yang bisa menjawab pertanyaan itu. Dia adalah Pak Lukman. Aini curiga karena dia terlihat ketakutan saat Aini menanyakan keberadaan Angga. Pak Lukman pasti tahu persis apa yang terjadi. Setelah mencari tahu alamat rumahnya melalui rekan kerja Pak Lukman, Aini langsung berangkat ke sana.
Ternyata Pak Lukman tinggal di sebuah kontrakan sempit di kawasan kumuh. Aini tidak ke sana seorang diri, ia membawa dua orang teman lelakinya dengan maksud untuk mengancam Pak Lukman agar mau menceritakan apa yang dilihatnya malam itu.
ADVERTISEMENT
“Tunggu dulu, Pak!” baru saja Pak Lukman membuka pintu, ia langsung menutupnya kembali karena melihat Aini di luar.
Dua orang teman Aini menendang pintu kontrakan Pak Lukman.
“Apa-apaan ini?!” jelas saja Pak Lukman marah.
“Pak, kami bisa lapor polisi kalau bapak tidak mau jujur!” bentak Aini.
“Jujur apa lagi?!”
“Malam itu, Pak. Apa yang bapak lihat? Ke mana Angga?”
“Saya nggak tahu dan saya nggak lihat apa pun.”
Aini melirik dua orang kawannya. Salah satu dari mereka mengeluarkan sebuah pisau replika lalu menyodorkannya ke leher Pak Lukman.
“Ba... baik. Saya akan caritakan. Ampun jangan bunuh saya,” lelaki tua itu ketakutan.
“Oke, silakan cerita, Pak. Kami hanya butuh informasi dari bapak saja.”
ADVERTISEMENT
Pak Lukman memasang wajah kesal, ia merapikan kerah bajunya.
“Pacarmu itu,” ia membuka pembicaraan sambil menunjuk Aini.
“Dia memang digondol setan,” sambungnya.
“Kenapa harus dia, Pak?”
“Karena dia berani melawan penghuni rumah sakit. Saya lihat malam itu si Angga melempar kemenyan dan jimat ke dalam lubang.”
“Lalu?” tanya Aini.
“Saya melihat dia ditarik oleh sebuah tangan berwarna hitam legam lalu diseret masuk ke dalam lubang itu.”
“Lubang tersebut kemudian mengeluarkan asap kental dan menghilang begitu saja.”
“Saya sangat ketakutan dan nggak sanggup lagi kerja di sana,” Pak Lukman tertunduk.
“Kenapa bapak nggak mau cerita ke saya dari awal?” Aini marah.
“Pamali. Orang bilang kalau kita melihat setan, nggak boleh diceritakan ke orang lain.”
ADVERTISEMENT
“Sudah, hanya itu yang saya lihat. Sekarang tolong pergi dari kontrakan saya.”
Nantikan cerita Bekas Rumah Sakit selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: