Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Sadiman merawat wanita malang itu setiap hari. Kaki kiri yang sudah buntung dilumuri rempah-rempah agar lukanya cepat pulih. Setiap hari ia mengganti kain pembungkus kaki Sarminah. Anehnya, luka itu tidak kunjung sembuh, malah semakin parah. Kakinya bernanah, mengeluarkan bau busuk, memar menjalar ke betis Sarminah. Setiap malam ia tidak bisa tidur karena menahan rasa sakit yang seperti membakar kakinya.
ADVERTISEMENT
“Abah,” tengah malam Sarminah membangunkan Sadiman. Ia tidak kuat menahan sakit.
“Iya Sarminah?” masih dalam keadaan kantuk, Sadiman menghampiri wanita yang sedang kesakitan itu.
“Susuk mayat itu. Apa aku masih boleh memakainya?”
“Tentu Sarminah. Kau akan sembuh dan berwajah cantik.”
“Berikan aku susuk itu, Bah. Aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit.”
“Baik, nanti abah carikan daging mayat manusia," Sadiman menyeringai senang.
“Seberapa banyak aku harus memakannya?”
“Semua Sarminah. Semua bagian tubuhnya kecuali tulang.”
“Aku tak akan mampu, Bah.”
“Tidak perlu sekali habis, kau bisa menghabiskannya berhari-hari.”
“Tapi setelah aku melakukannya, apa aku benar-benar akan sembuh, Bah?”
“Setelah kau selesai memakan mayat itu. Abah akan tanamkan susuk mayat di tubuhmu.”
ADVERTISEMENT
“Kalau begitu, lekas carikan mayat untukku, Bah.”
***
Satu bulan berlalu, tapi belum juga ada orang kampung yang meninggal. Sementara itu, kaki Sarminah semakin parah, membusuk hingga menjalar ke paha mengundang lalat-lalat hijau yang selalu hinggap di kakinya. Sadiman kebingungan, kalau tetap dibiarkan seperti itu, Sarminah bisa meninggal.
“Melati, abah titip Sarminah, ya. Tolong kau jaga dia, abah ada urusan di kampung seberang.”
Anak itu megangguk.
Sadiman pergi ke kampung tetangga untuk memata-matai kuburan, mencari mayat yang baru saja meninggal. Sayangnya, tidak ada warga yang meninggal, Sadiman kesulitan mendapatkan mayat segar. Hingga akhirnya, ia menyerah dan pulang dengan tangan hampa.
Di perjalanan pulang, tepatnya di kampung Balangandang, ia melihat iring-iringan orang yang sedang memikul keranda. Wajah Sadiman seketika cerah, ia membuntuti proses pemakaman tersebut. Dan ternyata yang meninggal adalah seorang lelaki.
ADVERTISEMENT
Malamnya saat semua warga sedang terlelap tidur, Sadiman mengendap-endap ke pemukiman warga. Ia mencuri cangkul dan sebuah karung besar. Setelah itu, ia segera ke pemakaman untuk menggali kuburan orang yang baru meninggal tadi siang. Dengan tergesa-gesa, ia mulai membongkar kuburan .
Keringat membasahi seluruh badan, sesekali ia menoleh ke sekeliling, memastikan kalau tidak ada orang yang melihatnya. Selang beberapa saat, ia berhasil mengangkat mayat itu kemudian dimasukkan ke dalam sebuah karung, tapi sialnya tidak muat.
Sadiman mengeluarkan sebuah golok. Ia memotong bagian perut mayat itu hingga terburai semua isi perutnya. Akhirnya mayat tersebut bisa dimasukkan ke dalam karung. Ia mengikat karung itu dengan sebuah tali yang terbuat dari sobekan bajunya sendiri.
ADVERTISEMENT
Dengan susah payah, Sadiman berhasil membawa mayat itu. Ia keluarkan isi karung di hadapan Sarminah. Seketika wanita itu mual melihatnya. Untung saja Melati sudah tidur dan tidak melihat apa yang dibawa kakeknya.
Selama berhar-hari Sarminah dikurung di dalam kamarnya, Melati tidak diperbolehkan masuk karena Sarminah sedang berusaha untuk menghabiskan seonggok mayat. Di dalam kamar itu, ia memakannya sedikit demi sedikit. Tidak jarang Sarminah muntah-muntah.Sadiman sudah mencincang mayat itu agar mudah disantap Sarminah.
Setelah satu minggu, akhirnya ia berhasil memakan semua organ tubuh dari mayat lelaki itu. Yang tersisa hanya tulang belulang saja. Setelah tahu kalau Sarminah telah menghabiskannya, Sadiman membawa dua buah jarum sepanjang telunjuk orang dewasa. Lalu jarum tersebut ditusukkan ke kening Sarminah dan perutnya. Sarminah menjerit kesakitan, Sadiman membacakan mantra-mantra, bibirnya bergetar, dan matanya terpejam.
ADVERTISEMENT
Asap seketika muncul dari sela-sela tanah, memenuhi kamar Sarminah. Ia meniup pelan-pelan asap putih yang menghalangi pandangannya, tampaklah Sarminah yang sudah berubah menjadi wanita yang sangat cantik.
Bibirnya tipis imut, wajahnya putih dengan tahi lalat kecil di pipi sebagai pemanis, matanya sipit, rambutnya tergerai indah sepinggang, ia telanjang bulat di atas tempat tidurnya. Entah apa yang terjadi, pakaiannya yang lusuh dan bau seketika hilang begitu saja.
Sadiman menutupi tubuh Sarminah dengan kain. Semenjak saat itu Sarminah berganti nama menjadi Nini Bogem. Wajahnya sudah benar-benar berbeda dari sebelumnya, ia kembali menari dengan grup ronggeng Sadiman.
Nama Nini Bogem semakin terkenal, grup ronggeng Sadiman semakin besar dan tidak bisa ditandingi. Bukan sekali dua kali Acih mendatangi Nini Bogem untuk menghabisinya, tapi semenjak punya susuk mayat, wanita itu makin sakti. Semua pesuruh Acih kalang kabut, tidak bisa menghabisi Nini Bogem.
ADVERTISEMENT
***
Bertahun-tahun Sarminah menggunakan nama panggung Nini Bogem. Tidak ada yang mengenalinya, mereka menganggap Sarminah si tukang pijat itu sudah mati. Sadiman dan Melati juga merahasiakan identitas asli Nini Bogem. Sarminah hidup panjang umur sampai ronggeng tidak lagi laku.
Hingga pada suatu hari ia jatuh sakit dan mengalami sekarat yang berkepanjangan. Susuk itu, ya susuk mayat yang membuatnya susah untuk mati. Tidak ada yang tahu dan tidak ada yang bisa mengeluarkan susuk itu kecuali Sadiman.
SELESAI