Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Acong buru-buru membangunkan Faisal. Dia sangat ketakutan melihat wajah Nurul seperti itu. Faisal yang saat itu masih dalam keadaan kantuk langsung merogoh ranselnya dan mengeluarkan sebuah Al-Quran kecil.
ADVERTISEMENT
Dia mengarahkan kitab suci itu ke wajah adiknya sambil membaca ayat kursi. Bukannya takut, Nurul malah semakin brutal. Dia mencekik leher kakaknya sendiri.
Acong panik. Dia coba menghentikan serangan Nurul, tapi Acong sendiri malah terjungkal. Tenaga Nurul sangat tidak wajar. Faisal semakin tercekik dan kesulitan bernapas.
“Jurig, mabur dia kaditu (setan, pergi kau sana)!” tiba-tiba terdengar suara Abah Munjid dari luar tenda. Dia mengacungkan goloknya ke langit, disambut riuh angin kencang.
Nurul mendongak ke atas sambil berteriak lalu pingsan begitu saja. Abah Munjid menyuruh mereka untuk keluar dari dalam tenda. Nurul dibopong oleh kakaknya. Tampak di luar, Abah Munjid sangat marah.
Penampilan Abah Munjid ini sangat khas. Dia punya jenggot juga berewok yang tebal dan berwarna putih.
ADVERTISEMENT
“Apa tujuan kalian naik gunung ini?” tanya Abah Munjid.
“Saya mau sembuhkan adik saya, Bah, di sumur tujuh,” jawab Faisal dengan terbata-bata. Dia masih menahan sakit di lehernya.
“Siapa yang menyuruhmu?” tanya Abah Munjid lagi.
“Seseorang dalam mimpi saya, Bah,” kini Faisal menunduk.
“Cuih! Percaya sama perintah setan,” Abah Munjid meludah. Dia kesal lantaran malam ini pertapaannya diganggu.
“Adikmu tidak akan sembuh di sumur tujuh. Kalau mau sembuh ayo ikut dengan abah,” katanya.
Acong dan Faisal saling tatap. Sebenarnya Faisal itu tidak gampang percaya sama orang asing.
“Ikuti saja, Kak. Abah Munjid ini orang sakti,” saran Acong.
Dengan ragu-ragu, Faisal pun menuruti saran Acong. Sambil membopong adiknya, Faisal masuk ke dalam hutan, mengikuti Abah Munjid. Acong juga ikut ke sana, dia jalan di barisan paling belakang.
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian mereka tiba di sebuah lokasi yang sangat asing bagi Acong. Itu seperti sebuah lahan kosong. Di tengah-tengah lahan itu ada tiga batang pohon pisang yang diletakkan berdempetan.
“Baringkan adikmu di sini!” pinta Abah Munjid. Faisal nurut saja.
“Adik saya mau diapakan, Bah?” tanya Faisal.
“Aku akan mencabut lelembut yang nempel di tubuh adikmu,” jawab Abah Munjid.
Faisal dan Acong diminta menjauh beberapa meter dari tempat Nurul dibaringkan. Abah Munjid lalu berjalan ke semak-semak. Dia mengambil sesuatu dari sana. Ternyata itu adalah kain kafan yang sudah sangat kotor.
Abah Munjid mengafani Nurul. Entah ritual apa yang akan dilakukannya. Sebenarnya Faisal sempat protes dan tidak mau adiknya dikafani seperti itu. Tapi, lagi-lagi Acong meyakinkan Faisal untuk percaya saja pada Abah Munjid.
ADVERTISEMENT
Bulan mengambang dengan tenang di langit. Setelah mengafani Nurul, Abah Munjid mulai berkomat-kamit membaca mantra. Dia juga melakukan beberapa gerakan seperti sedang memeragakan jurus pencak silat. Abah Munjid bergumam.
“Sukanta. Ini pembalasanku untukmu,” Abah Munjid mengeluarkan goloknya seperti hendak menusuk perut Nurul.
Faisal buru-buru lari menerjang Abah Munjid. Namun, seperti ada dinding pembatas yang tak kasat mata. Dia malah terpental beberapa meter ke belakang. Acong tidak berani berbuat apapun. Dia hanya mematung dari kejauhan menyaksikan Nurul yang hendak dibunuh.
“Kumohon jangan bunuh adikku…,” lirih Faisal sambil terkapar di tanah.
Pandangan Faisal kabur. Samar-samar dia menyaksikan Abah Munjid mengacungkan goloknya dan hendak menusuk Nurul yang sudah dikafani seperti orang mati.
ADVERTISEMENT
***
Nantikan kelanjutan cerita Teror Lelembut Gunung Karang selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
____
Kamu suka mengikuti beragam cerita dan kegiatan bertemakan horor? Ikuti surveinya dan tunggu kejutan program bertemakan horor dengan cara mengisi form survei berikut ini.