Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Kedua orang tua Dion akhirnya datang. Mereka sangat panik melihat keadaan anaknya yang seperti itu. Walau dilarang ambu Minah, tapi kedua orang tuanya Dion tetap membawa anaknya ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Aku dan Rendi pun ikut ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit Dion masih tidak sadarkan diri. Penyakit yang diidapnya memang tak wajar. Seharusnya Dion dibawa ke dukun saja menurutku.
Sepenjang perjalanan ke rumah sakit, bahkan sesampainya di sana, aku masih memikirkan wahana itu. Segera kuraih smartphone dari dalam saku celanaku, lalu kucari informasi seputar wahana malam di daerah Cisetu. Dari penelusuran, aku menemukan berbagai berita lawas dan sejarah kelam wahana itu.
Pada tahun 2000, ada sepuluh orang mati di wahana ini akibat tertimpa komidi putar yang roboh. Wahana itu pun dikabarkan sempat ditutup satu tahun, lalu dibuka kembali.
Lalu, pada tahun 2003 insiden mengerikan terjadi lagi. Akibat insiden itu sebanyak sembilan nyawa melayang. Mereka semua mati karena jatuh dari atas bianglala yang juga roboh.
ADVERTISEMENT
Sempat tiga tahun ditutup pasca tragedi berdarah itu, wahana tersebut pun akhirnya kembali dibuka. Dan tiga tahun kemudian ada seorang wanita yang meninggal di wahana itu karena terpental dari ombak banyu.
Aku heran. Kenapa masih ada saja yang mengizinkan wahana itu beroperasi? Padahal sudah banyak orang yang mati di sana. Berita-berita itu membuatku terus memikirkan banyak hal, termasuk kaitannya dengan penyakit aneh Dion.
Dion langsung dibawa ke ruang rawat inap rumah sakit. Dokter dan perawat sibuk memeriksa keadaannya. Selang infus dipasang di pergelangan tangan kirinya. Dion juga diberi alat bantu pernapasan. Kedua orang tua Dion menangis melihat keadaan anaknya itu.
“Apa penyakitnya, Dok?” tanya ibunya Dion.
“Kemungkinan besar anak ibu terkena alergi. Kami sudah mengambil sampel darahnya dan akan diperiksa lebih lanjut di laboratorium. Ibu tenang saja, kami akan berusaha sebisa mungkin untuk menolong anak ibu,” kata dokter itu dengan ramah.
ADVERTISEMENT
Malam semakin larut. Kedua orang tua Dion tidur di samping ranjang anaknya, dan Rendi tidur di luar tepatnya di kursi pasien. Sementara pacarku tampaknya sangat kelelahan. Aku sendiri tidak bisa tidur, hatiku tidak tenang. Aku masih penasaran apa yang dilakukan Dion dan Arin di dalam rumah hantu itu?
Saat aku melamun, tiba-tiba Dion mengacungkan tangan kanannya. Aku kaget dan segera menghampiri Dion.
“Sarah…,” desis Dion.
Aku hendak membangunkan kedua orang tuanya. Tapi Dion mencegahku untuk melakukannya.
“Jangan…,” desisnya lagi.
“Gua minta maaf. Semua ini salah gua," kata Dion dengan intonasi bicaranya pelan.
“Apa yang lu lakuin sama Arin di rumah hantu itu?” tanyaku.
“Gua udah lama suka sama Arin. Dan, waktu itu gua nembak dia. Entah kenapa kami malah ciuman di dalam rumah hantu itu," jawab Dion. Air matanya mulai keluar.
ADVERTISEMENT
“Astaga…!” aku benar-benar terkejut mendengar pernyataannya.
Dari pintu, muncullah ambu Minah. Dia bersama seorang lelaki yang tampaknya orang pintar. Lelaki paruh baya itu mengenakan baju warna hitam dan blangkon hitam.
“Wah ini sih dikerjain setan,” kata lelaki itu.
“Tolong cucu saya, Bah,” pinta ambu Minah.
Kemudian lelaki yang dipanggil Abah itu membakar menyan. Mendengar suara agak gaduh, kedua orang tua Dion bangun. Mereka bingung apa yang sedang terjadi. Apalagi saat melihat anaknya sudah sadar. Ibu Dion hendak memanggil dokter, tapi ambu Minah melarangnya.
“Ini masalah gaib. Percayalah, anakmu akan selamat,” kata ambu Minah.
Dukun itu tampak berkomat-kamit. Dia lalu meringis seperti menahan sakit. Tangan kanannya diarahkan ke tubuh Dion. Dia seperti sedang menarik sesuatu dari dalam tubuh Dion. Urat leher dukun itu sampai terlihat jelas.
ADVERTISEMENT
Saat itu juga Dion muntah. Dia mengeluarkan dua gumpalan daging dari dalam mulutnya. Daging itu berbentuk bulat dan berlumur darah. Dion pun kembali tak sadarkan diri.
Namun, keesokan paginya, kondisi Dion membaik. Dia sudah bisa makan, benjolan di sekujur tubuhnya mulai kempes. Dukun itu memang sangat sakti. Apa salahnya minta tolong ke dia untuk mencari keberadaan Arin.
Untungnya, dia bersedia. Nama dukun itu ternyata Abah Sidik. Dia bilang kalau Arin masih hidup. Arin terjebak di wahana malam itu.
“Sangat mudah untuk menyelamatkan temanmu itu,” ujar Abah Sidik. Dia sedang sarapan pagi di ruangan tempat Dion dirawat.
“Bagaimana caranya, Bah?” tanya Rendi.
Dukun itu mengeluarkan cermin kecil dari dalam tasnya. “Datanglah ke sana dan pakai cermin ini. Kalian bisa melihat keberadaan teman kalian melalui cermin itu,” ujar Abah Sidik.
ADVERTISEMENT
Rendi menerima cermin pemberian Abah Sidik. Bingkai cermin itu terbuat dari kayu. Ada gagangnya seperti kipas.
“Kalau kalian sudah menemukannya, taburkan garam ini di lokasi tersebut. Nanti teman kalian akan keluar dari alam gaib,” tambah abah Sidik.
“Terima kasih, Bah. Kami akan coba saran abah,” timpalku.
***
Dua hari kemudian, aku dan Rendi kembali ke wahana itu. Kami hanya bisa ke sana malam hari karena takut dipergoki warga sekitar. Rendi langsung mengeluarkan cermin dan mengarahkannya ke segala arah. Dari cermin itu kami melihat hal yang sangat mengerikan.
Wahana itu dipenuhi 'pengunjung'. Wajah mereka hancur. Ada yang bola matanya keluar, ada yang lidahnya terjulur sampai ke tanah, dan ada yang tak punya kepala. Juga banyak anak-anak perempuan yang berpakaian putih. Mereka berlarian ke sana-kemari sambil tertawa cekikikan. Padahal secara kasat mata, wahana ini sepi sekali.
ADVERTISEMENT
Aku dan Rendi terus memberanikan diri untuk mencari keberadaan Arin. Anehnya, kami belum juga menemukannya.
“Coba angkat ke atas,” saranku.
Rendi mengarahkan cermin itu ke atas. Dari atas sana tampak Arin menggantung di atas bianglala. Dia tak sadarkan diri. Bajunya nyangkut di bianglala itu.
“Di sana!” kataku sambil lari ke arah bianglala.
Rendi pun mengeluarkan garam dari dalam sakunya. Dia melemparkan garam itu ke arah bianglala. Seketika saja, wujud Arin tampak jelas menggantung di atas sana. Aku pun menelepon polisi.
Tak lama kemudian ternyata para polisi datang. Mereka pun langsung menghubungi damkar untuk menurunkan Arin.
Petugas damkar berhasil menyelamatkan Arin. Dia masih hidup. Kondisinya sangat memperihatinkan. Wajahnya pucat dan bibirnya kering. Dia langsung dibawa ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
“Sayang, ayo kita ikut Arin ke rumah sakit,” kataku sambil menoleh ke belakang. Namun, Rendi justru tidak ada. Di mana dia?
“Rendi?” aku sangat panik. Aku takut kalau-kalau dia diculik setan.
Dari kejauhan, kulihat Rendi berdiri di dekat ombak banyu dengan seorang wanita. Aku tidak dapat melihat jelas siapa wanita itu. Kuhampiri Rendi. Semakin dekat, wajah wanita itu semakin jelas. Dia adalah wanita yang pernah duduk di samping Arin. Dia juga yang beberapa hari lalu mengganggu Rendi.
“Kita sudah beda alam. Jangan ikuti aku lagi,” kata Rendi. Nada bicaranya terdengar sedih.
Wanita itu menggelengkan kepala pelan. Matanya mulai basah, satu dua bulir air mata menetes di pipinya.
ADVERTISEMENT
“Aku selalu mendoakan kamu Amira. Tapi kali ini aku mohon jangan ganggu kehidupanku lagi,” ujar Rendi.
“Sekarang tenanglah di alamu, Sayang…,” Rendi mengeluarkan sisa garam dari dalam sakunya. Ia lalu melemparkannya ke tubuh wanita itu.
Wanita itu menangis sejadi-jadinya. Dia pun perlahan menghilang begitu saja.
***
Rendi awalnya tidak mau cerita siapa sebenarnya wanita itu. Tapi setelah aku memaksanya dan mengancam putus, dia akhirnya cerita semuanya. Amira itu adalah mantan kekasihnya. Ternyata dia adalah wanita yang meninggal akibat jatuh dari wahana ombak banyu. Pantas saja Rendi menolak saat diajak ke wahana itu.
Beberapa tahun kemudian, kami lulus dari kampus. Namun, kejadian itu masih membekas di benakku dan tak akan pernah kulupakan.
ADVERTISEMENT
Satu hal yang kupelajari bahwa manusia tidak hidup sendirian di dunia ini. Ada makhluk tak kasat mata yang hidup berdampingan dengan manusia. Mereka ada di sekeliling kita. Atau, bahkan tidur bersama kita setiap malam. Maka jangan bertindak atau berkata sembarangan.
SELESAI
***
Nantikan cerita horor selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: