Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Ekonomi Pasca Lebaran 2025: Penurunan Konsumsi dan Kenaikan Emas
6 April 2025 10:43 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Mega Oktaviany tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Menjelang Lebaran 2025, perekonomian Indonesia menghadapi sejumlah tantangan besar, terutama terkait dengan pola konsumsi masyarakat yang cenderung tidak sesuai dengan pola yang diharapkan. Sebagai momen puncak konsumsi rumah tangga, Ramadhan dan Lebaran seharusnya menjadi waktu di mana konsumsi masyarakat mencapai puncaknya. Namun, data terbaru menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat yang cukup signifikan. Dalam konteks ini, Bank Indonesia dan BPS (2025) melaporkan bahwa deflasi tahunan pada Februari 2025 tercatat sebesar -0.09%, dan deflasi bulanan sebesar -0.48%. Hal ini menandakan bahwa meskipun ada lonjakan konsumsi pada beberapa sektor, daya beli masyarakat secara umum menurun. Deflasi ini jelas mencerminkan adanya ketidakseimbangan yang perlu segera ditangani.
ADVERTISEMENT
Penurunan Daya Beli dan Dampaknya pada Konsumsi Masyarakat
Deflasi yang terjadi pasca Lebaran ini sangat berkaitan dengan kondisi sosial-ekonomi yang semakin menantang, termasuk tingginya angka pengangguran dan rendahnya kenaikan upah riil. Data dari BPS (2025) menunjukkan bahwa meskipun pengangguran sedikit menurun, lapangan kerja yang tersedia sebagian besar menawarkan upah rendah yang tidak mampu mengimbangi kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Dalam teori keseimbangan pasar Marshall (1920), ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran menjadi salah satu penyebab utama inflasi biaya, yang pada akhirnya berisiko memperburuk kondisi perekonomian domestik. Kenaikan harga bahan pokok seperti cabai dan daging, misalnya meningkat tajam, menyebabkan beban hidup yang semakin berat bagi masyarakat kelas bawah dan menengah. Pada saat yang sama, meskipun harga barang kebutuhan meningkat, daya beli masyarakat tidak ikut meningkat, dan hal ini memperburuk ketimpangan ekonomi yang ada.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sektor industri dan perdagangan yang seharusnya dapat memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi, justru mengalami stagnasi. Sektor perdagangan tercatat mengalami pertumbuhan upah riil yang hanya 0,1%, sementara sektor pertanian mengalami penurunan upah riil sebesar -0.6% pada tahun 2024 (BPS, 2025). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun permintaan barang meningkat menjelang Lebaran, kapasitas produksi di sektor-sektor utama tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut secara optimal. Dengan kondisi tersebut, pemulihan ekonomi yang diharapkan pasca Lebaran tidak terjadi sebagaimana mestinya.
Kelas Menengah dan Peranannya dalam Konsumsi Nasional
Kelas menengah di Indonesia, yang berkontribusi sekitar 44% terhadap konsumsi nasional (CORE Indonesia, 2025), mulai menghadapi kesulitan. Meskipun kelas ini memiliki kontribusi besar dalam perekonomian Indonesia, kebijakan ekonomi yang ada selama ini kurang memberi perhatian pada pemberdayaan kelompok ini. Sebagian besar kebijakan bantuan sosial lebih terfokus pada kelompok miskin, yang dampaknya terbatas dalam meningkatkan konsumsi secara luas. Dengan stagnasi upah dan ketidakpastian ekonomi, kelas menengah mulai merasakan tekanan dalam mengelola pengeluaran mereka, dan alih-alih meningkatkan konsumsi, mereka lebih memilih untuk berinvestasi dalam instrumen yang lebih aman, seperti emas.
ADVERTISEMENT
Kenaikan Harga Emas sebagai Indikator Ketidakpastian Ekonomi
Setelah Lebaran 2025, kita juga melihat fenomena yang cukup menarik, yaitu kenaikan harga emas. Emas sering dianggap sebagai safe haven asset (aset pelindung nilai) yang stabil, terutama di saat ketidakpastian ekonomi meningkat. Data dari Bloomberg (2025) menunjukkan kenaikan harga emas hingga 5% dalam dua minggu setelah Lebaran. Kenaikan harga emas ini berhubungan langsung dengan ketidakpastian yang berkembang di pasar, di mana masyarakat beralih ke emas sebagai bentuk perlindungan terhadap inflasi dan ketidakstabilan nilai tukar. Dalam hal ini, inflasi aset yang dijelaskan oleh Tobin (1969) menjadi relevan, karena masyarakat mulai berinvestasi pada emas yang mengarah pada kenaikan harga aset tersebut. Namun, pergeseran ini menambah kesenjangan sosial, di mana kelompok kelas atas dan menengah lebih cenderung berinvestasi dalam emas, sementara masyarakat kelas bawah kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
ADVERTISEMENT
Tekanan pada Lapangan Kerja dan Upah Riil Pasca Lebaran
Sementara itu, penurunan daya beli juga disebabkan oleh lambannya perbaikan lapangan kerja yang layak. Banyak pekerjaan yang tersedia setelah Lebaran cenderung memberikan upah rendah, yang tidak dapat mengimbangi lonjakan harga kebutuhan pokok. Dengan tingginya pengangguran, terutama di sektor-sektor yang lebih besar menyerap tenaga kerja seperti pertanian, perdagangan, dan konstruksi, daya beli masyarakat semakin tergerus. Dalam teori supply-side economics yang dikemukakan oleh Friedman (1970), pemerintah harus memberikan insentif yang lebih besar kepada sektor-sektor yang dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik. Salah satunya adalah dengan meningkatkan pemberdayaan UMKM yang masih belum pulih sepenuhnya pasca-pandemi.
Reformasi Struktural untuk Pemulihan Ekonomi Pasca Lebaran
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi anomali konsumsi masyarakat dan ketidakstabilan ekonomi pasca Lebaran, langkah-langkah reformasi struktural menjadi suatu keharusan. Pemerintah harus fokus pada peningkatan kapasitas produksi nasional, terutama di sektor industri dan pertanian, untuk memastikan bahwa peningkatan permintaan dapat dipenuhi tanpa mengganggu stabilitas harga. Di sisi lain, sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK) harus didorong untuk tumbuh pesat, karena sektor ini memiliki potensi untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mendukung produktivitas nasional. Investasi dalam infrastruktur digital akan menjadi kunci dalam mempercepat pemulihan ekonomi jangka panjang.
Peningkatan efisiensi distribusi melalui perbaikan infrastruktur logistik juga sangat diperlukan untuk menstabilkan harga-harga barang kebutuhan pokok. Pemerintah perlu memperkenalkan kebijakan yang dapat memperbaiki sistem distribusi agar harga tetap terjangkau, mengurangi ketimpangan ekonomi, dan menghindari terjadinya krisis pangan yang dapat memperburuk daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan: Menanggulangi Tantangan Ekonomi Pasca Lebaran
Tantangan yang dihadapi perekonomian Indonesia pasca Lebaran 2025 sangat besar. Penurunan daya beli, ketidakpastian ekonomi, dan pergeseran konsumsi yang beralih ke emas sebagai instrumen investasi menambah kompleksitas masalah yang ada. Untuk itu, kebijakan yang berfokus pada peningkatan kapasitas produksi, pemberdayaan kelas menengah, dan perbaikan distribusi barang sangat diperlukan untuk memastikan ekonomi Indonesia dapat pulih dan berkembang secara berkelanjutan. Pemerintah harus segera merumuskan kebijakan yang lebih inklusif dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi, agar Indonesia dapat mengatasi tantangan ini dengan lebih baik.
Referensi:
Bank Indonesia. (2025). Data Inflasi dan Konsumsi Masyarakat Februari 2025. Diakses dari https://www.bi.go.id
Badan Pusat Statistik (BPS). (2025). Indikator Ekonomi Indonesia 2025. Diakses dari https://www.bps.go.id
ADVERTISEMENT
CORE Indonesia. (2025). Tantangan Ekonomi Indonesia Pasca Lebaran 2025. Diakses dari https://core-indonesia.com
Friedman, M. (1970). The Counter-Revolution in Monetary Theory. Institute of Economic Affairs.
Keynes, J. M. (1936). The General Theory of Employment, Interest, and Money. Macmillan.
Marshall, A. (1920). Principles of Economics (8th ed.). Macmillan.
Tobin, J. (1969). A General Equilibrium Approach to Monetary Theory. Journal of Money, Credit and Banking, 1(1), 15-29.
Mega Oktaviany (Ekonom Universitas Gunadarma / Sekretaris Eksekutif Bersama Institute)