Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Guru Honorer: Mengajar dengan Hati, Dibayar dengan Janji
9 Oktober 2024 11:42 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Abdul Aziz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika berbicara tentang guru honorer, kita tidak hanya berbicara tentang profesi biasa. Kita berbicara tentang para pahlawan tanpa tanda jasa yang setiap harinya menghadapi realitas pendidikan dengan semangat yang tidak pernah pudar, meskipun janji akan kesejahteraan mereka seringkali hanya sebatas wacana. Mereka adalah contoh nyata dari pepatah "mengajar dengan hati, dibayar dengan janji."
ADVERTISEMENT
Secara umum, guru honorer adalah mereka yang mengabdikan diri di sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta, dengan status non-PNS. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, jumlah guru honorer di Indonesia mencapai sekitar 1,5 juta orang. Ini adalah angka yang luar biasa, mengingat sebagian besar dari mereka berjuang dengan honor yang jauh dari kata layak.
Alasan mengapa mereka tetap bertahan dalam profesi ini mungkin terdengar klise: panggilan hati. Namun, ini adalah kenyataan bagi banyak dari mereka. Menjadi guru bukan hanya tentang menerima gaji bulanan, tetapi tentang bagaimana mereka dapat berkontribusi terhadap masa depan generasi muda. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mencetak manusia-manusia berkarakter, meskipun upah mereka sering kali lebih kecil daripada harga kopi kekinian di kafe.
ADVERTISEMENT
"Gaji" yang Menggelikan, tapi Bukan untuk Ditertawakan
Mari kita bicarakan soal gaji. Rata-rata, guru honorer di Indonesia menerima upah sekitar Rp300.000 hingga Rp1.000.000 per bulan. Di beberapa daerah, ada yang bahkan menerima honor di bawah Rp100.000 per bulan! Untuk ukuran zaman sekarang, ini tentu bukan sekadar angka kecil; ini adalah sebuah anomali. Bagaimana mungkin seseorang yang berperan penting dalam mencerdaskan bangsa dihargai lebih rendah dari harga sewa satu kamar kos?
Namun, di sinilah letak keunikan dan, dalam beberapa hal, ke-lucu-an dari sistem pendidikan kita. Bayangkan, seorang guru honorer yang mengajar matematika dengan sabar, menjelaskan rumus-rumus trigonometri yang rumit, hanya mendapatkan gaji yang tidak cukup untuk membeli kalkulator baru! Atau guru honorer Bahasa Indonesia yang fasih menyusun kalimat sempurna, tapi harus menelan pahitnya janji kenaikan gaji yang tak pernah pasti.
ADVERTISEMENT
Dibayar dengan Janji yang Tak Pernah Usai
Istilah "dibayar dengan janji" mungkin terdengar seperti lelucon bagi sebagian orang, tetapi bagi guru honorer, ini adalah kenyataan pahit yang mereka hadapi sehari-hari. Setiap kali ada pertemuan atau sosialisasi dari pemerintah, para guru honorer sering kali diberi harapan tentang pengangkatan menjadi PNS atau kenaikan honor yang layak. Namun, janji-janji ini sering kali tak lebih dari sekadar angin lalu yang lewat begitu saja tanpa realisasi.
Ironisnya, janji-janji ini tetap ditelan dengan senyum dan harapan, seolah-olah mereka telah terbiasa menganggap janji tersebut sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Dalam budaya masyarakat kita, ungkapan "honorer itu profesi harapan" terdengar lucu tapi miris, karena harapan itu terus ada tanpa pernah benar-benar terwujud.
ADVERTISEMENT
Cinta Mengajar yang Tak Pernah Luntur
Jika ditanya apa yang membuat guru honorer tetap semangat mengajar meski dibayar dengan janji, jawabannya jelas: cinta mengajar. Tidak ada yang lebih memotivasi seorang guru honorer selain senyuman dan semangat belajar dari siswa-siswanya. Mereka tahu bahwa peran mereka adalah kunci dalam mengubah nasib generasi berikutnya, dan itulah yang membuat mereka tetap bertahan.
Cinta mengajar ini seperti bahan bakar yang tak pernah habis. Meskipun berhadapan dengan tantangan ekonomi, minimnya kesejahteraan, dan ketidakpastian status pekerjaan, mereka terus mengajar dengan penuh dedikasi. Bagi mereka, keberhasilan siswa dalam memahami pelajaran lebih berharga daripada sekadar nominal gaji.
Solusi yang Ditunggu-tunggu: Reformasi Kebijakan untuk Guru Honorer
Tentu saja, masalah kesejahteraan guru honorer ini bukan hanya sekadar bahan candaan atau komedi satire. Ini adalah isu serius yang membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat. Beberapa upaya memang telah dilakukan, seperti pengangkatan guru honorer menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), namun proses ini masih jauh dari sempurna dan belum dapat menjangkau seluruh guru honorer yang ada.
ADVERTISEMENT
Langkah konkret yang dapat diambil adalah memastikan adanya kebijakan yang adil dan transparan untuk pengangkatan guru honorer menjadi tenaga tetap. Selain itu, peninjauan kembali terhadap standar upah bagi guru honorer perlu dilakukan agar setidaknya honor mereka sesuai dengan upah minimum regional.
Mengapresiasi Guru Honorer: Mengubah Perspektif, Meningkatkan Kepedulian
Satu hal yang bisa kita lakukan adalah meningkatkan apresiasi terhadap peran guru honorer. Bagaimanapun juga, mereka adalah ujung tombak pendidikan yang berkontribusi besar dalam mencerdaskan anak bangsa. Menganggap mereka sebagai pahlawan bukan hanya dalam ucapan, tetapi juga dalam tindakan nyata, adalah langkah awal untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Apresiasi ini bisa datang dalam bentuk penghargaan, insentif, atau bahkan hanya sekadar mengakui perjuangan mereka dalam acara-acara resmi sekolah. Hal kecil ini dapat memberikan dampak besar pada motivasi mereka dalam menjalankan tugas mulia ini.
ADVERTISEMENT
Guru Honorer, Pahlawan Sesungguhnya
Di akhir hari, kita perlu ingat bahwa meskipun seringkali "mengajar dengan hati, dibayar dengan janji," guru honorer adalah sosok yang luar biasa. Mereka tetap setia menjalankan tugas mereka, bukan karena nominal yang mereka terima, tetapi karena cinta dan dedikasi untuk mencerdaskan generasi muda.
Mungkin mereka tidak memiliki gaji yang besar, tetapi mereka memiliki hati yang besar. Dan semoga, suatu hari nanti, janji-janji yang selalu terdengar akan berubah menjadi kenyataan, di mana guru honorer bisa dihargai dan dihormati sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka berikan.