Konten dari Pengguna

Fakta dan Fiksi: Kedudukan Mitos dan Sejarah di Situs Tebing Tinggi

Melisa
Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Jenderal Soedirman
9 Desember 2024 11:29 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Melisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Situs Tebing Tinggi, Kota Pagar Alam, Sumatra Selatan. Sumber: dokumentasi pribadi MBK BPK Wilayah VI
zoom-in-whitePerbesar
Situs Tebing Tinggi, Kota Pagar Alam, Sumatra Selatan. Sumber: dokumentasi pribadi MBK BPK Wilayah VI
ADVERTISEMENT
Manusia senantiasa berusaha memahami diri dan kedudukannya di alam semesta, dengan memahami setiap gejala yang tampak maupun tidak tampak dalam kehidupannya. Manusia mengembangkan simbol-simbol yang tampak untuk menjelaskan fenomena-fenomena lingkungan yang dihadapi. Maka munculah mitos sebagai ungkapan atau narasi yang disampaikan secara lisan oleh masyarakat, untuk memaknai simbol-simbol tersebut. Mitos berasal dari Bahasa Yunani, yaitu mite yang memiliki arti sesuatu yang diungkapkan. Mircea Eliade seorang filsuf Rumania mengatakan mitos sebagai konsep metafisis dunia kuno untuk menggambarkan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi mitos setara dengan fungsi simbol, ritus, atau ucapan, yang menunjukkan kesadaran akan situasi tertentu di dalam kosmos dan mengakibatkan sikap metafisis tertentu.
ADVERTISEMENT
Hal serupa juga diungkapkan oleh Cornelis Antonio van Peursen yang mengungkapkan bahwa inti cerita mitos dapat berupa lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia purba seperti lambang kebaikan dan kejahatan, hidup dan kematian, dosa dan penyucian, perkawinan dan kesuburan, atau surga dan akhirat. Mitos bukanlah cerita biasa yang menggambarkan suatu peristiwa, tetapi mitos merupakan cerita yang juga memberikan arah kepada kelakuan manusia dan merupakan sejenis pedoman untuk hidup manusia yang lebih bijaksana.
Suatu mitos tidak hanya melekat pada tradisi, kepercayaan, maupun fenomena alam, tapi juga melekat pada warisan budaya (cultural heritage). Menurut Fahmi Prihantoro dosen Arkeologi UGM dalam presentasinya di MBK 2024 mengungkapkan warisan budaya adalah hasil kegiatan manusia yang memanfaatkan lingkungan alam berupa benda (tangible) dan berbagai perilaku/aktivitas sehari-hari (tak benda/intangible) yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan diakui sebagai milik bersama serta berperan aktif dalam kehidupan masyarakat pendukungnya.
ADVERTISEMENT
Warisan budaya kebendaan (tangible) mengacu pada artefak fisik yang diproduksi, dipelihara, dan diwariskan antargenerasi dalam suatu masyarakat, contohnya seperti candi, prasasti, artefak, arca, bangunan, dan tinggalan-tinggalan budaya masyarakat masa lalu lainnya. Terbentuknya warisan budaya melalui proses budaya yang panjang, termasuk cara pewarisannya yang melibatkan keaktifan masyarakat, menunjukkan warisan budaya memiliki nilai dan arti sosial yang penting dan menjadi acuan perilaku bagi masyarakat pendukungnya.
Situs Tebing Tinggi dengan mitos dan sejarah yang melekat di dalamnya
Salah satu bentuk warisan budaya kebendaan (tangible) yaitu tinggalan Megalitik Pasemah, yang tersebar di tiga kabupaten di Sumatra Selatan, yaitu Kabupaten Lahat, Kota Pagar Alam, dan Kabupaten Empat Lawang. Terdapat banyak sebaran situs di Megalitik Pasemah, salah satunya yaitu Situs Tebing Tinggi.
ADVERTISEMENT
Situs Tebing Tinggi merupakan kawasan megalitik yang ada di dusun Tebing Tinggi, Kelurahan Lubuk Buntak, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagar Alam, Sumatra Selatan. Situs ini memiliki bentuk tinggalan yang beragam seperti dolmen, lumpang batu, arca, dan monolit. Sebagai objek kebudayaan material, tinggalan-tinggalan tersebut juga memiliki mitos yang melekat pada proses penciptaannya. Salah satunya yaitu mitos pada objek arca.
Arca Manusia Menunggang Kerbau, Situs Tebing Tinggi, Sumatra Selatan. Sumber: dokumentasi pribadi MBK BPK Wilayah VI
Terdapat dua arca di Situs Tebing Tinggi, yaitu arca manusia dililit ular dan manusia menunggang kerbau. Berdasarkan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar, terdapat 3 manusia yang berkelahi dengan ular, dan terus mengalami kekalahan. Setelah mengalami kekalahan, bak pahlawan, munculah manusia menunggang kerbau, sebagai pahlawan dan mengalahkan si ular.
Arca Manusia Dililit Ular, Situs Tebing Tinggi, Sumatra Selatan. Sumber: dokumentasi pribadi MBK BPK Wilayah VI
"Ada seorang laki-laki berkelahi dengan ular naga, kalah, dibantu sama dua temannya juga kalah, baru dibantu oleh seorang satria menunggang kerbau.” tutur Awan Kenantan, juru pelihara Situs Tebing Tinggi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan informasi dari juru pelihara, mitos tersebut mengandung nilai dan makna di dalamnya, yaitu kerja sama dan saling membantu, sebagai esensi manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain.
Berbanding terbalik dengan eksistensi mitos yang berkembang, keberadaan pengetahuan dari sudut pandang sejarah minim diketahui oleh masyarakat. Dilihat dari sisi fakta sejarah, perwujudan sosok manusia dan binatang secara bersama pada sebuah arca menunjukan atau mempresentasikan budaya dari suatu masyarakat yang bersifat agraris dengan pola ladang, diperkuat dengan adanya lumpang batu yang juga ada di situs tersebut. Dari hal tersebut dapat menunjukkan adanya ragam jenis biji-bijian hasil perkebunan masyarakat pada saat itu.
Kedudukan sejarah dan mitos dalam masyarakat
Suatu mitos berkembang lebih besar dan meluas daripada sejarah. Masyarakat dusun Tebing Tinggi mengenal dan mengetahui mitos, namun minim pengetahuan dengan fakta sejarahnya. Permasalahan tersebut juga menjadi permasalahan umum di masyarakat-masyarakat Indonesia lainnya. Bahkan terkadang masyarakat menganggap mitos sebagai suatu kebenaran. Lalu, mengapa fakta sejarah minim diketahui masyarakat?
ADVERTISEMENT
Satu permasalahan di Indonesia adalah terbatasnya sumber-sumber sejarah tertulis yang dapat diketahui oleh masyarakat, lebih utamanya pada sejarah lokal. Keterbatasan tersebut membuat masyarakat masih banyak bertumpu pada sumber lisan seperti mitos. Jika tidak ada sejarah yang terdokumentasi, maka kebenaran sejarah yang diketahui akan terus kembali ke mitos, dan hal tersebut dapat menimbulkan pengaburan pada kebenaran fakta sejarahnya.
Hal yang harus dilakukan pada mitos?
Peter Heehs dalam tulisannya yang berjudul “Myth, History, and Theory” mengungkapkan bahwa mitos dapat dianggap serius sebagai mitos, tetapi tidak sama dengan menganggapnya sebagai catatan kejadian sejarah yang dapat diandalkan. Pengaburan sejarah oleh mitos dapat dihindari jika masing-masing tetap berada pada lingkungan yang tepat. Mitos hanya dianggap sebagai cerita atau tradisi lisan yang menarik, yang membawa dongeng-dongeng masa lalu dengan nilai-nilai kehidupan, dan sejarah menjadi sumber kebenaran yang berisi fakta-fakta masyarakat masa lalu yang telah ditentukan oleh pembuktian dalam kajian-kajian yang teruji sebelumnya.
ADVERTISEMENT