Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengapa Tindak Kejahatan Sulit Dikendalikan?
6 Agustus 2021 11:39 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Zairiyah Kaoy, CH, CHt tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ditinjau dari sisi psikologi, kejahatan merupakan manifestasi dari kejiwaan yang diurai melalui tingkah laku manusia yang bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Psikologi kriminologi pertama kali dicetuskan oleh P.Topinard (1830-1911) seorang antropolog Prancis. Berkembang pada tahun 1850 bersama dengan sosiologi, antropologi dan psikologi.
ADVERTISEMENT
Berawal dari pemikiran bahwa manusia merupakan serigala bagi manusia yang lain (homo homini lupus) selalu mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan orang lain. Ilmu kriminologi ini memandang kejahatan sebagai sebuah hasil dari proses psikologis dan memerlukan tindak pendekatan secara psikologis. Terubahnya pola yang sehat menjadi tidak sehat di dalam sisi kejiwaannya.
Pola yang semula sehat menjadi tidak sehat ini disebabkan oleh faktor dalam keluarga dan lingkungan. Kejahatan berawal dari adanya kesempatan, pola pikir yang ekstrem, keterdesakan, yang dipengaruhi oleh kejiwaan yang tidak stabil. Tercetusnya ketidakstabilan ini disebabkan oleh beberapa hal di antaranya:
Kurangnya Ilmu Pengetahuan dan Kendali Diri yang Rendah
Ilmu pengetahuan selalu berhubungan dengan “proses belajar” dan “menyerap pelajaran” tersebut. Mempelajari sesuatu selalu dihubungkan pula dengan adanya guru sebagai pengajar dalam hidup. Siapakah guru dalam hidup?, pengalaman. Pengalaman telah banyak mengajarkan kita dari berbagai hal melalui mata dan telinga. Yang tidak baik tidak ditiru dan yang baik menjadi bahan yang dapat ditiru.
ADVERTISEMENT
Ilmu pengetahuan dapat membuat manusia selangkah lebih cerdas dalam menimbang, memilah dan memutuskan sesuatu. Membantu proses berpikir dan pengambilan keputusan yang tepat karena memiliki bahan untuk diolah di dalam pikirannya. Kurangnya ilmu pengetahuan ini membuat manusia tidak mampu menganalisa apakah perbuatan itu mengandung risiko atau hanya dapat membahagiakannya saja.
Saat individu mengetahui banyak hal tentang ilmu pengetahuan maka ia akan mudah mengendalikan diri dan mengarahkan dirinya. Menciptakan inovasi dengan sistem yang saling menguntungkan. Banyak memperoleh ide dari setiap pengetahuan yang dimilikinya.
Kurangnya Apresiasi
Kurangnya bentuk apresiasi dari dalam keluarga dan orang terdekat ini membuat mereka menjadi “sembarangan” dalam perilaku. Pujian, kata terima kasih, perkataan yang lembut mampu mengikat seseorang menjadi lebih baik di masa yang akan datang, karena tertanam ke dalam alam bawah sadarnya. Kata-kata tersebut mampu menciptakan jiwa yang stabil dan merasa dianggap ada oleh orang sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Kasih sayang yang penuh akan melahirkan generasi yang stabil dan bermanfaat bagi dirinya, lingkungan dan sekitarnya. Terjadinya tindak kejahatan bermula dari sisi jiwa seseorang yang tidak dianggap dan dikucilkan serta memberikan stigma bahwa mereka hanya cocok berada di tempat yang tidak berguna. Pada akhirnya mereka akan merusak banyak orang.
Kata pujian, terima kasih dan perkataan yang baik mampu membuat individu merasa berarti, berguna atau bermanfaat. Pada akhirnya mengeluarkan tindakan yang bermutu dan bermanfaat pula. Tentunya kita tidak melupakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan pikiran dan perasaan, bila sisi perasaan selalu diabaikan maka individu tersebut selalu mengabaikan perasaan orang lain.
Kurangnya Empati
Bila sisi inner terabaikan tentunya seseorang tersebut menjadi orang yang tidak memiliki empati kepada orang lain dan mulai terjadi gangguan secara psikologisnya. Bila sudah tidak dapat ditoleransi maka akibatnya individu tersebut melakukan tindakan semaunya. Siapa yang harus disalahkan dalam hal ini?.
ADVERTISEMENT
Sebagai makhluk yang berakal dan memiliki rem terhadap keinginan, sudah seharusnya pemilik tubuh tersebut mengendalikan pola pikir dan pengaruh yang terjadi terhadap dirinya sendiri. Sikap yang berasal dari luar diri tersebut hanyalah guru baginya. Namun karena mereka tidak ingin belajar maka yang terjadi adalah mereka merasa dipicu untuk berbuat jahat dan membentuk mereka menjadi seseorang yang sesuai dengan stigma tersebut.
Kecenderungan membalas perilaku tidak baik dapat menghilangkan rasa empati. Tidak dapat merasakan perihal yang sama bila itu terjadi kepada dirinya. Empati hanyalah Bahasa gurauan bagi mereka dan tidak akan menghiraukannya.
Tidak Mengenali Diri Sendiri
Penulis pernah mengulas tentang pengenalan diri ini di artikel sebelumnya. Bila individu tidak mengenal dirinya baik dari watak, kepribadian, tipe kecerdasan, memahami Bahasa kasih dan cara memperoleh informasi dari bawaan dirinya sendiri maka ia tidak mengenali dirinya sendiri. Tentunya memiliki dampak terhadap cara mengolah dan menentukan banyak hal penting dalam hidupnya.
ADVERTISEMENT
Ketika individu tidak menyadari kelebihan yang dimilikinya maka ia akan menjadi seseorang yang mudah apatis. Berputus asa dalam banyak hal dan menjadikannya seseorang yang benar-benar tidak berguna. Ketidaktahuan ini mendorong mereka melakukan tindak kejahatan dengan alasan yang bermacam-macam.
Mencerna informasi selalu dari sisi negatif dan mementingkan diri sendiri. Tidak lagi memiliki rem yang kuat karena tidak mudah merasakan kebahagiaan. Pada akhirnya tindakan menyakiti, melukai, memanipulasi, merugikan dan banyak lagi tindak kejahatan yang merugikan pihak lain tanpa dapat merasakan kerugian apa yang diperoleh orang lain tersebut.
Namun bila terjadi sebaliknya, ia mengenali dirinya sendiri tentu dia menemukan titik kelebihan yang ada pada dirinya. “Menyikapi dunianya” dengan baik, bermula dari sisi kelebihannya, bukan dari kekurangannya. Membesarkan sisi kelebihannya dan mengurangi sisi kurangnya.
ADVERTISEMENT
Pada saat individu tersebut mengetahui “perangkat” apa saja yang dimiliki dalam dirinya maka ia dapat mengcluster perbuatan yang merugikan dan menguntungkan. Tidak hanya dari sisi dirinya tapi dari sisi orang lain. Alasan keterdesakan tidak akan ada lagi karena mampu mengolah peristiwa menjadi hal yang bermanfaat dan saling menguntungkan.
Tidak Mendapat Perlakuan Baik Dari Keluarga dan Lingkungan
Ini terhubung dengan Bahasa kasih yang seharusnya diperoleh setiap manusia tapi tidak mendapatkannya sejak kecil atau remaja. Perasaan insecure yang tidak dilepaskan dengan baik membuat perilaku menjadi nekat tanpa berpikir panjang. Contohnya, seseorang yang dibully terus menerus dapat membuatnya menjadi pribadi yang pendendam dan menimbulkan aksi diluar dugaan yang merugikan pihak lain.
Ketika ia mendapat tekanan dari luar ditambah tekanan dari dalam rumah membuat ia menjadi hilang kendali dan berubah dari sosok lugu menjadi pribadi yang pemarah dan pendendam, melampiaskan dendam tersebut kepada orang yang tidak bersalah.
ADVERTISEMENT
Kejahatan yang menjamur ini akibat dari penularan perilaku yang beredar dan pencetusnya dari dalam keluarga dan lingkungannya sendiri. Keluarga sangat berperan penting dalam pembentukan jiwa. Pentingnya mengemudikan diri ini agar tidak tertular secara kejiwaan, mudah menolak ajakan jahat dari pihak lain.