Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mertua Menyuruh Bekerja Agar Beban Suami Berkurang
11 Oktober 2020 13:30 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bekerja di rumah atau di luar rumah masih sering jadi polemik bagi ibu di berbagai belahan dunia. Polemik itu akan jadi lebih rumit jika mertua sudah ikut campur. Itulah yang dialami Dian, si ibu muda satu anak. Mertuanya justru nggak rela kalau dia jadi ibu rumah tangga. Berikut ceritanya.
ADVERTISEMENT
—
Aku berhenti bekerja sejak melahirkan anak pertamaku. Sebelumnya, aku bekerja sebagai akuntan di perusahaan startup.
Suamiku yang menyarankan aku resign. Dia nggak tega melihatku setiap hari berangkat kerja dengan mata berkaca-kaca karena harus meninggalkan Kenzo di rumah bersama nanny. Ya, memang seberat itu meninggalkan anak. Entah karena baru anak pertama atau memang aku yang cengeng.
Saat aku resign, kami sudah ada tanggungan cicilan KPR. Baru jalan 1,5 tahun. Memang saat mengambil cicilan, kami memperhitungkan penghasilan dari dua sumber. Tapi sekarang hanya sisa gaji suamiku. Mau nggak mau, kami memang harus mengencangkan ikat pinggang.
Selain cicilan rumah, suamiku juga menyisihkan sebagian gajinya untuk orang tuanya. Maklum, anak laki-laki pertama, diwajibkan untuk membantu orang tua di hari tua. Dulu suamiku memberi sekitar 20 persen gajinya. Tapi sejak aku berhenti kerja, suami meminta pengertian mereka untuk memotong setengahnya.
Tentu suamiku nggak ngasal. Dia sudah memastikan ibu dan ayahnya tetap hidup berkecukupan. Sebab, mertuaku juga dapat jatah bulanan dari adik-adik suamiku yang sudah berpenghasilan.
ADVERTISEMENT
Tapi sepertinya ibu mertua tetap nggak rela. Entah dari mana dia tahu suamiku bawa bekal makan siang setiap hari untuk berhemat. Dia juga yang mengklaim suamiku lebih kurus sejak jadi tulang punggung utama.
Oleh karenanya, ibu mertua sering menyindir aku agar kembali bekerja.
“Dian nggak sayang punya ijazah sarjana tapi nggak dipakai?” katanya saat aku berkunjung ke rumahnya
“Kamu nggak bosan di rumah terus? Mending bisa cari duit sendiri kayak dulu,” katanya di lain hari.
“Kasian lho suamimu makin kurus. Pasti karena terlalu banyak beban. Ibu nggak tega lihatnya,” katanya lewat telepon.
Dia mengatakan itu nggak sekali saja. Setiap ada kesempatan, mertua menyuruhku jadi ibu bekerja lewat kata-kata tajamnya. Mungkin karena benar-benar nggak tega dengan suamiku atau nggak ikhlas jatah bulanannya dipotong.
Aku bukannya nggak peduli dengan beban finansial suamiku. Tapi serius, aku belum tega meninggalkan Kenzo yang masih berusia 6 bulan. Dia masih menyusu dan baru saja mencoba MPASI pertamanya.
ADVERTISEMENT
Tiga puluh menit saja pisah dari Kenzo buat belanja bulanan, pikiranku sudah kalut dan nggak fokus. Aku pernah meninggalkan handphone dan kunci rumah di minimarket saking bingungnya jauh dari Kenzo. Kenzo kini jadi pusat duniaku.
Selain itu, ini masih masa pandemi. Banyak banget karyawan yang kena PHK rebutan cari pekerjaan baru. Banyak yang lebih muda, lebih pintar, lebih jago daripada aku yang selalu kepikiran anak. Rasanya nggak siap harus kerja kantoran lagi.
Salah ya Moms, kalau aku memilih jadi ibu rumah tangga? Salah ya kalau aku menyerahkan tugas mencari nafkah ke suami saja? (sam)
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Dian? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua ? Kirim email aja! Ke: [email protected].
ADVERTISEMENT