Konten dari Pengguna

Doktrin Kemajuan Melalui Filsafat Ibu

Muhammad Fhandra Hardiyon
Mahasiswa Jurnalistik, Politeknik Negeri Jakarta. Menulis itu bagian dari siklus anak muda.
21 April 2024 12:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Fhandra Hardiyon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ibu dan anak (Unsplash/Xavier Mouton Photographie)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu dan anak (Unsplash/Xavier Mouton Photographie)
ADVERTISEMENT
Descartes, Plato, Aristoteles, bahkan Thales, tetua filsuf yang menghiasi jagat raya filsafat dunia. Jauh sebelum itu, Ibu adalah filsuf terbaik, doktrinmu selalu selaras bak pergerakan bumi pada porosnya.
ADVERTISEMENT
Ibu, kau sangat berperan besar dalam keberlangsungan hidup ini. Kau adalah orang yang paling rasional, wanita pemikir hingga keakar-akarnya kadangkala engkau bisa memprediksi masa depan hanya dengan firasatmu, begitu luar biasa.
Bagimu, belajar filsafat adalah jawaban atas firasat yang menggeliati pikiran. Melalui tokoh-tokoh besar diatas, kau selalu mengamalkan pemikiran, welas asih, dan moral kepada anak-anakmu dengan menerapkan ungkapan Jawa Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti.
Ungkapan itu bermakna, sikap manusia yang penuh ketidakpastian seperti kemarahan, ketamakan, sikap sombong hanya karena hasrat kejayaannya dan kekuatannya akan sirna oleh sikap bijaksana, kelembutan, cinta, dan aspek batiniah manusia.

Rasionalisme Ala Ibu

Ditengah riuhnya kehidupan modern, engkau selalu punya penawar bagi keberlangsungan hidup. Di rumah, melalui daster merah bercorak, melintasi dapur yang kala itu mengeluarkan bau tajam sambil berjalan, kau pernah berkata, “di dunia modern yang heterogen terkadang rasionalisme cenderung di cap sebagai aliran negatif karena lebih menitikberatkan bagaimana cara berpikir dan berpikir untuk memperoleh pengetahuan”.
ADVERTISEMENT
Kau menekankan kepada anak-anakmu supaya dalam perjalanan mengarungi hidup selalu memiliki rasa penasaran akan sesuatu apapun itu, memunculkan rasa ‘kenapa’ jauh lebih penting ketimbang bertanya ‘apa’.
Menurut engkau bu, alat dalam berpikir itu bak kaidah-kaidah logis atau aturan logika. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Kau mengatakan pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akan tetapi, untuk sampainya manusia kepada kebenaran, adalah semata-mata dengan akal.
“Pakai akalmu, kemudian hatimu” ujar Ibu.

Aktualisasi Kedisiplinan dan Filosofi Waktu

Ibu, anak-anakmu ingat betul apa yang kau sampaikan, ibaratnya sudah jadi kudapan sehari-hari di meja makan bundar, “Jangan sampai telat entah kemanapun kalian beranjak, hargai orang tersebut, dengan begitu kalian telah paham apa itu arti pentingnya waktu bahkan satu detikpun”.
ADVERTISEMENT
Ternyata disiplin dan filosofi waktu memiliki korelasinya, menurut engkau bu yang selalu tepat waktu meskipun orang lain yang kau temui suka telat, “waktu itu bukan hanya soal detik, menit, jam. Tapi ini tentang kesadaran”.
Kau adalah ibu yang fleksibel alias bisa berbicara dimana saja, kapan saja, ngobrol topik berat sekalipun disambangi.
Kala itu, datang sore hari ketika kau sedang menjemur pakaian di teras rumah kau memberi pesan kepada anak-anakmu, “nak, kamu harus bisa mengendalikan waktu yang kamu punya, bukan dikendalikan oleh waktu”.

Respondeo Ergo Sum

Istilah diatas memiliki arti “Saya Bertanggung Jawab, Maka Saya Ada” konsep seseorang bertanggung jawab dalam filsafat. Apa yang Ibu tanam, itu yang dituai.
Kau adalah penganut tanggung jawab garis keras, kau percaya bahwa apa yang dilakukan saat ini kelak akan berbalik, entah itu hal positif atau negatif.
ADVERTISEMENT
Secara tidak langsung Ibu percaya karma dan hukum alam, bagaimana tidak? Setiap kegiatan yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan pasti kau sangat berhati-hati dalam arti menjaga perbuatan secara verbal dan nonverbal, yang mana hal paling sulit untuk diterapkan oleh anak-anakmu.
Tahun 1975 lahir dan tumbuh kembang. Bu, kau adalah wanita tegar, tiap tapak kaki yang kau lalui pasti akan menentukan segalanya.
Engkau bagaikan juru kunci kehidupan nan senantiasa mengarahkan ‘kapal’ ke jalan yang tepat, anak-anakmu belajar dan menyadari bagaimana hidup harus membawa kebermanfaatan bagi orang lain dan selalu mencari jawaban atas pertanyaan yang dinilai janggal.
“Arus waktu memang sangat singkat hilir mudik tanpa tau arah, maknai waktumu sebagaimana kau maknai kehidupanmu” tutup beliau.
ADVERTISEMENT