Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dana Sosial Berbasis Digital sebagai Celah Korupsi
30 Oktober 2022 21:58 WIB
Tulisan dari Mira Kusumaningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Liputan6.com sektor zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf) dapat menjadi solusi perekonomian di tengah pandemi Covid-19. Pengoptimalan dana tersebut akan memberikan dampak dalam upaya menyejahterakan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dana ziswaf dapat dikelola dengan amanah, profesional, dan dengan kompetensi pengelola yang baik. Maka, akan menjadi sumber dana yang sangat besar dalam upaya mengentaskan kemiskinan.
Krisis pengelolaan dana bantuan sosial membuat masalah besar dalam penyelenggaraannya. Banyak pengurus yang tidak amanah dan profesional dalam menjalankan tugas untuk mengelola dan menyalurkan dana bantuan sosial.
Penyelewengan Dana Bantuan Sosial
Maraknya kasus penyelewengan dana bantuan sosial di Indonesia oleh lembaga penghimpunan dana sosial berbasis digital membuat ketakutan tersendiri bagi masyarakat dalam menyalurkan bantuan. Sebagaimana seharusnya lembaga penghimpun dana tersebut sebagai wadah yang sangat dipercaya untuk mengelola dan menyalurkan dana bantuan kepada orang lain dari sebagian harta, namun disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dengan mengatasnamakan sebagai lembaga penyalur dana sosial yang terpercaya dan bertanggung jawab dalam penyaluran dana bantuan sosial kepada masyarakat yang kurang mampu.
ADVERTISEMENT
Secara sederhana, penghimpunan dana merupakan kegiatan mempengaruhi masyarakat atau calon donatur agar mau melakukan amal kebajikan dalam bentuk menyerahkan sebagian hartanya. (Muliana, Syahbudi, dan Selma, 2022) Sumber dana yang dihimpun dapat berasal dari zakat, infak, sedekah, ataupun wakaf.
Sumber dana tersebut pada hakikatnya adalah pertama, zakat sebagai kewajiban mengeluarkan sebagian harta tertentu yang dimiliki untuk diberikan kepada orang lain yang berhak menerimanya dengan kadar dan haul tertentu, serta memenuhi syarat dan rukunnya. Kedua, Infak sebagai pengeluaran sebagian harta untuk kepentingan yang diperintahkan dalam ajaran Islam. Ketiga, sedekah sebagai pemberian sesuatu kepada orang lain baik yang bersifat materiil maupun non materiil. Keempat, wakaf sebagai pemberian sebagian harta untuk dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu untuk kesejahteraan umum.
ADVERTISEMENT
Perkembangan di Era Digitalisasi
Perkembangan teknologi di era digital sebagai faktor penyebab munculnya lembaga pengumpulan dana sosial berbasis digital. Lembaga tersebut melakukan penghimpunan dana secara online dari para donatur yang ingin menyumbangkan dan memenuhi kewajibannya dalam membantu antar sesama bagi mereka yang yang membutuhkan.
Pada dasarnya sumber dana yang dikumpulkan oleh lembaga penghimpun dana sosial antara berbasis digital ataupun non digital sama-sama berasal dari dana dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Namun, yang membuat pembeda adalah sistem penghimpunan yang dilakukan tidak secara langsung atau berbasis teknologi digital.
Dengan adanya teknologi digital, pada hakikatnya akan memudahkan bagi para donatur maupun lembaga penghimpun dana sosial. Kemudahan bagi para donatur, pada saat mengeluarkan sebagian hartanya sebagai kewajiban ataupun membantu orang lain yang membutuhkan dengan cara yang lebih singkat yaitu dapat mencari informasi lembaga penghimpun dana sosial melalui internet, kemudian dapat melakukan transaksi transfer dana bantuan berupa uang ke rekening lembaga tersebut. Selain itu, bagi lembaga penghimpun dana sosial juga merasakan dampak positif dengan adanya teknologi digital, di mana mereka tidak perlu lagi mencari donatur secara langsung. Melainkan, hanya menunggu di depan layar komputer dengan memantau pergerakan dana yang disalurkan oleh para donatur.
ADVERTISEMENT
Kelemahan Era Digitalisasi
Kemudahan teknologi digital dalam melakukan penghimpunan dana sosial oleh lembaga tertentu seharusnya dipercayai masyarakat sebagai lembaga yang dapat membantu mengelola dan menyalurkan dana tersebut secara bertanggung jawab dan transparansi. Namun, pada kenyataannya berbanding terbalik dengan harapan para donatur. Lembaga penghimpun dana sosial malah menggunakan kemudahan tersebut dengan tidak profesional, di mana para petinggi dari lembaga tersebut melakukan perbuatan yang tidak terpuji dengan menggunakan wewenang dan jabatannya sebagai jalan mendapatkan keuntungan pribadi.
Melansir CNN Indonesia, Brigjen Ahmad Ramadhan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri mengatakan bahwa dalam penggunaan dana hasil donasi tersebut diduga pihak yayasan Aksi Cepat Tanggap menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi bagi pengurus yayasan yang ada di dalamnya. Dalam kasus ini, Kementerian Sosial mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang (PUB) kepada lembaga penghimpun dana sosial Aksi Cepat Tanggap sebagaimana tertuang dalam keputusan Menteri Sosial Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022.
ADVERTISEMENT
Mengapa dilakukan pencabutan izin pada lembaga penghimpun dana sosial tersebut?
Pencabutan izin dikarenakan adanya pemotongan uang donasi lebih besar dari ketentuan yang diatur yaitu sebesar 13,7%. Padahal secara jelas di dalam peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1980 pasal 6 ayat (1) tentang pelaksanaan pengumpulan sumbangan menyebutkan bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sebanyak-banyaknya 10% dari hasil berdasarkan sumbangan yang bersangkutan. (Annur, 2022)
Dengan demikian, dalam kasus ini kita dapat menganalisis bahwa kemudahan yang diperoleh oleh para donatur maupun lembaga penghimpunan dana sosial bagi masyarakat yang kurang mampu secara digital tidak selamanya menjamin adanya transparansi dalam pengelolaan dan penyaluran dananya. Untuk itu kita sebagai masyarakat yang cerdas perlu berhati-hati dalam menentukan pilihan dalam penyaluran dana sosial melalui lembaga penghimpunan dana sosial berbasis digital.
ADVERTISEMENT