Konten dari Pengguna

Mengenal Radiografi Neutron di BRIN dan Pemanfaatannya

Mirah Yulaili
Pranata Humas di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
27 November 2023 16:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mirah Yulaili tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Periset BRIN, Fahrurrozi Akbar (kiri bawah) saat melakukan penelitian dengan menggunakan peralatan radiografi neutron dengan latar belakang fasilitas laboratorium radiografi neutron BRIN yang berada di Kawasan Nuklir Serpong (Sumber: dok. pribadi Fahrurrozi Akbar).
zoom-in-whitePerbesar
Periset BRIN, Fahrurrozi Akbar (kiri bawah) saat melakukan penelitian dengan menggunakan peralatan radiografi neutron dengan latar belakang fasilitas laboratorium radiografi neutron BRIN yang berada di Kawasan Nuklir Serpong (Sumber: dok. pribadi Fahrurrozi Akbar).
ADVERTISEMENT
Radiografi Neutron (Neutron Radiography/NR) adalah teknologi pencitraan (imaging) yang berguna untuk menyelidiki bagian dalam berbagai bahan dengan menggunakan neutron. Radiografi neutron berbeda dengan pencitraan sinar-X, neutron hanya berinteraksi dengan inti atom. Demikian disampaikan oleh periset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Fahrurrozi Akbar dalam wawancara pada Rabu (22/11).
ADVERTISEMENT
“Perbedaan radiografi neutron dan radiografi X-ray terletak pada bagaimana kedua sumber tersebut berinteraksi dengan bahan yang akan diambil gambarnya. Neutron berinteraksi dengan inti atom, sedangkan X-ray dengan elektron dari benda tersebut,” jelas Fahrurrozi.
“Neutron berinteraksi dengan cara yang berbeda, sehingga teknik pencitraan dengan neutron disebut sebagai teknik komplementer dari teknik sinar-X,” lanjutnya.
Untuk lebih jelasnya Fahrurrozi memberikan contoh konkritnya, yaitu jika terdapat kotak alumunium dengan bola plastik di dalamnya kemudian disinari dengan sinar-X, maka akan diperoleh gambar kotak aluminumnya saja dan tidak terlihat gambar bola plastik yang ada didalamnya. Sedangkan jika disinari dengan neutron, maka kotak alumunium tidak terlihat dan justru bola plastik di dalamnya dapat terlihat dengan jelas.
Ilustrasi perbedaan penggunaan radiografi sinar-X dan radiografi neutron (Sumber: dok. pribadi Fahrurrozi Akbar).
Fasilitas radiografi neutron milik BRIN berada di Kawasan Nuklir Serpong, diresmikan bersama fasilitas hamburan neutron lainnya oleh Presiden RI ke-2, Soeharto pada Desember 1992. Fasilitas ini memanfaatkan neutron yang berasal dari Reaktor G.A. Siwabessy sebagai sumbernya. Radiografi neutron ini digunakan untuk uji tak merusak (Non-Destructive Test/NDT) sampel-sampel dari industri maupun untuk penelitian.
ADVERTISEMENT
Fahrurrozi yang memiliki keahlian sebagai instrument scientist menuturkan bahwa radiografi neutron yang ada di BRIN memiliki 3 metode andalan untuk melakukan pengujian. Yang pertama adalah metode film dengan menggunakan Agfa D3 dan D7. “Metode film ini merupakan metode klasik. Digunakan untuk menguji sampel dengan hasil seperti foto rongent, berupa gambar 2 dimensi,” tuturnya.
Metode kedua adalah metode kamera dengan tomografi terkomputasi (Computed Tomography/ CT) yang memungkinkan pengguna memperoleh data 3 dimensi secara proporsional pada struktur sampel. “Metode ini secara efektif mengambil potongan gambar sampel yang direkonstruksi oleh komputer. Hingga saat ini, metode neutron CT paling banyak digunakan untuk penelitian di BRIN,” jelasnya.
Metode ke-3 adalah metode kamera dynamic secara real time. Metode ini digunakan untuk mengamati sampel uji secara langsung. “Hingga saat ini ada 4 penelitian yang menggunakan metode ini, yaitu pengamatan transport air dalam fuel cell, pengamatan aliran air dalam pipa, pengamatan sistem pendingin dalam tabung, dan pengamatan sistem pendingin untuk pesawat ulang alik,” kata Fahrurrozi.
ADVERTISEMENT
Meskipun radiografi, khususnya CT paling umum digunakan di bidang kesehatan, namun CT neutron juga banyak digunakan di bidang lain untuk melakukan uji tak merusak dimana pengujian dilakukan dengan tidak merusak material benda yang diuji.
“CT neutron antara lain dimanfaatkan untuk pemeriksaan kerusakan pada blok mesin, pemeriksaan efektifitas cat anti karat dalam pipa, dan juga digunakan untuk mengetahui teknologi masa lalu dengan memeriksa benda purbakala,” jelas Fahrurrozi.
“Yang cukup terkenal adalah pengujian imaging dengan radiografi neutron yang dilakukan di Paul Sherrer Institute, Swiss pada tahun 2009 terhadap patung budha dari Tibet. Dari gambar yang diperoleh menunjukkan bahwa dalam patung budha tersebut terdapat benda organik, seperti tanaman atau rambut serta terlihat pada bagian kepala dan badan patung budha tersebut disatukan oleh pasak kayu,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
“Ini tidak dapat di deteksi oleh X-ray, tapi bisa terdeteksi oleh radiografi neutron,” jelasnya.
Diluar keunggulannya dibandingkan X-Ray, penggunaan radiografi neutron memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah sifatnya yang tidak portable, cukup mahal dan tidak dapat digunakan setiap saat.
“Radiografi neutron menggunakan sumber yang berasal dari reaktor nuklir atau synchrotron sehingga tidak dapat dijumpai di sembarang tempat, tidak bisa dibawa-bawa. Biaya produksi neutron juga mahal karena terkait dengan operasi reaktor. Selain itu pengoperasian radiografi neutron juga tidak bisa setiap saat, karena bergantung dengan jadwal operasi reaktor,” kata Fahrurrozi.
Menurut Fahrurrozi penelitian dan pemanfaatan radiografi neutron saat ini sudah semakin jauh berkembang dari sebelumnya, terutama untuk metode CT. Beberapa penelitian tentang pengukuran porositas secara kualitatif dan kuantitatif telah dilakukan dengan hasil yang cukup memuaskan.
ADVERTISEMENT
“Mulai tahun 2020 hingga beberapa tahun kedepan, pemanfaatan CT neutron akan berkutat di penelitian batuan reservoir dan batuan laut. Selain itu juga tidak menutup kemungkinan untuk penelitian fuel cell dan national heritage,” ujarnya.
“Penelitian dengan radiografi neutron memiliki peluang kebaruan yang sangat tinggi, karena tidak banyak pesaing di Asia Tenggara dan dunia. Sayangnya, hingga sekarang penelitian radiografi neutron kurang dikenal di Indonesia, sehingga perlu adanya edukasi dan pengenalan lebih intens ke industri, Perguruan Tinggi maupun para periset di Indonesia,” pungkasnya.