Konten dari Pengguna

Profesi Hakim dalam Tanggung Jawab dan Peran Intelektual

Muhammad Nurulloh Jarmoko
Hakim Pengadilan Negeri Kefamenanu/ Alumni Universitas Gadjah Mada
9 Oktober 2024 9:56 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Nurulloh Jarmoko tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ilustrasi Profesi Hakim Sumber data Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi Profesi Hakim Sumber data Pribadi
Peran kaum intelektual dalam kehidupan masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk dan mempengaruhi pemikiran publik serta kebijakan sosial. Kaum intelektual adalah individu yang menggunakan pengetahuan dan keahlian mereka untuk menganalisis, mengkritik, dan menawarkan solusi atas berbagai masalah sosial, politik, dan budaya. Julien Benda, seorang filsuf Perancis, dalam bukunya The Treason of the Intellectuals, menyatakan bahwa kaum intelektual seharusnya menjadi penjaga nilai-nilai universal seperti kebenaran, keadilan, dan rasionalitas. Kaum intelektual adalah mereka yang mengabdikan diri pada nilai-nilai abadi dan berusaha melindungi kebenaran dari kepalsuan. Filsuf Edward Said, dalam bukunya Representations of the Intellectual menggambarkan bahwa intelektual sebagai individu yang memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan kebenaran bahkan kepada kekuasaan, dia harus bersikap independen dari pengaruh politik apapun.
ADVERTISEMENT
Dalam tugas dan tanggungjawabnya profesi Hakim adalah bagian dari kaum- kaum Intelektual tersebut. Tugas dan wewenang Hakim sangat relevan terhadap tanggung jawab intelektual yang diembannya di masyarakat. Beberapa karaktersitik kaum intelektual menjadi relevan jika dikaitkan dengan tugas pokok hakim di tengah masyarakat.
Komitmen terhadap Integritas dan Menjunjung Etika Profesi
Menurut Imanuel Kant dalam bukunya Hukum Moral, Etika adalah landasan dari semua tindakan yang bertanggung jawab, karena tanpa prinsip moral yang kuat, keputusan apa pun dapat menjadi tidak adil atau tidak berkelanjutan tanggung jawab yang menyertai komitmen ini adalah memastikan bahwa setiap tindakan diambil dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain dan masyarakat.
Integritas dan etika adalah landasan dari setiap keputusan yang diambil oleh hakim. Selaras hal tersebut Hakim harus menunjukkan ketulusan, kejujuran, dan dedikasi terhadap prinsip-prinsip hukum dan moral yang diatur dalam peraturan perundang- undangan di Indonesia yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum dan ayat (3) Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
ADVERTISEMENT
Ciri khas dari profesi intelektual adalah tanggung jawab moral dan etika yang tinggi. Hal ini diatur dalam Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut : (1) Berperilaku Adil, (2) Berperilaku Jujur, (3) Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4) Bersikap Mandiri, (5) Berintegritas Tinggi, (6) Bertanggung Jawab, (7) Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisiplin Tinggi, (9) Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap Profesional. Dalam konteks kode etik, peran Hakim tidak hanya semata- mata bertindak sebagai penegak hukum/aturan , tetapi juga sebagai pemikir dan penjaga nilai- nilai keadilan, yang kemudian dituntut punya moral dan etika dalam kesehariannya.
Tuntutan terhadap Pemahaman Hukum yang Luas dan Mendalam
ADVERTISEMENT
Kemampuan analitis adalah karakteristik intelektual yang sangat penting, terutama bagi mereka yang memiliki tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, seperti hakim. Menurut Daniel Kahneman dalam bukunya Thinking, Fast and Slow. Kemampuan analitis memungkinkan seseorang untuk membedakan informasi yang relevan dari yang tidak, serta membuat keputusan berdasarkan data dan logika yang tepat.
Selaras dalam konteks profesi hakim disebut sebagai profesi intelektual karena hakim dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis dan analitis yang tinggi dalam menegakkan hukum dan keadilan. Seorang hakim juga diwajibkan untuk memiliki pemahaman hukum yang mendalam dan komprehensif. Hal Ini tidak hanya mencakup pengetahuan tentang undang-undang, tetapi juga kemampuan untuk menafsirkan dan menerapkannya secara tepat. Menurut William Blackstone dalam bukunya Commentaries on the Laws of England menyatakan bahwa Hakim harus menjadi perwujudan dari hukum itu sendiri, oleh karena itu ia harus mengetahui dan memahami setiap bagian dari undang-undang yang berlaku. Kemampuan untuk menganalisis fakta-fakta yang hukum kompleks (konstantir), memahami implikasi hukum dengan perkara tersebut (kualifisir), dan memberikan keputusan yang adil berdasarkan prinsip-prinsip hukum (konstituir) menunjukkan kedalaman intelektual yang dibutuhkan bagi seorang Hakim.
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya selaras juga dalam Kode Etif Profesi Hakim di poin berperilaku arif dan bijaksana dan bersikap professional, Hakim wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan terdakwa atau para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya, sehingga Hakim harus mengambil langkah-langkah meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kualitas pribadi untuk dapat melaksanakan tugas-tugas peradilan secara baik yang kemudian juga diejawantahkan turut berpartisipasi dalam kegiatan keilmuan yaitu Hakim dapat menulis, memberi kuliah, mengajar dan berpartisipasi dalam kegiatan keilmuan atau suatu upaya pencerahan mengenai hukum selama kegiatan-kegiatan tersebut tidak dimaksudkan untuk memanfaatkan posisi Hakim dalam membahas suatu perkara.
ADVERTISEMENT
Meneguhkan Kemerdekaan dalam Berpikir dan Mengambil Keputusan (Independensi)
Kemerdekaan berpikir dan bersikap dalam putusannya merupakan karakteristik penting lainnya bagi seorang hakim. Hakim harus dapat membuat keputusan yang objektif tanpa dipengaruhi oleh tekanan eksternal atau internal. Kemudian sejalan yang diungkapkan oleh Montesquieu, The Spirit of the Laws. Montesquieu menjelaskan bahwa kemerdekaan hakim dalam berpikir adalah jaminan utama dari keadilan. Selaras hal tersebut disebutkan dalam Undang- undang 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman Pasal 3 ayat (1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan dan ayat (2) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
ADVERTISEMENT
Dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim sikap mandiri bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain, bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap mandiri mendorong terbentuknya perilaku Hakim yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam penerapannya secara praktik Hakim harus menjalankan fungsi peradilan secara mandiri dan bebas dari pengaruh, tekanan, ancaman atau bujukan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari pihak manapun guna memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap Badan Peradilan.
Kesetiaan Terhadap Nilai- Nilai Keadilan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia
Karakteristik kaum intelektual adalah memberikan perhatian pada nilai- nilai keadilan dan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Menurut Amartya Sen dalam bukunya The Idea of Justice bahwa Intelektual yang terlibat dalam isu hak asasi manusia berperan penting dalam menyoroti ketidakadilan. Komitmen nilai- nilai keadilan dan prinsip-prinsip hak asasi manusia adalah karakteristik intelektual yang paling fundamental bagi seorang hakim. Hakim diwajibkan harus selalu berusaha untuk mencapai keadilan dan menjaga HAM dalam setiap putusan-putusannya, Ronald Dworkin dalam bukunya Law Empire menjelaskan bahwa Keadilan dan perlindungan HAM adalah tujuan akhir dari semua proses yudisial, dan hakim harus selalu menjadikannya sebagai panduan utama dalam setiap keputusan.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Adil bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap setiap orang. Oleh karenanya, seseorang yang melaksanakan profesi bertanggung jawab untuk menegakkan hukum yang adil. Hal diatas bermakna bahwa Hakim dituntut adil dan juga memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Agen Perubahan Sosial di Masyarakat
Roscoe Pound dalam bukunya Social Control Through Law. Menjelaskan thesis bahwa "the law lags behind society" mencerminkan pandangan bahwa perkembangan hukum sering kali tidak mampu mengikuti perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Konsep ini menegaskan bahwa hukum sering kali mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Hukum adalah alat kontrol sosial, namun ia selalu tertinggal dibandingkan dengan perkembangan sosial masyarakat.
ADVERTISEMENT
Perubahan dalam masyarakat dan hukum seringkali memerlukan hakim untuk beradaptasi dengan perkembangan baru. Dalam pengembangan hukum dimasyarakat. Selaras juga dengan tugas para intelektual Hakim harus membuat penemuan hukum baru terhadap undang-undang atau bahkan menciptakan yurisprudensi yang akan menjadi acuan bagi perkara- perkara mendatang. Hal ini menempatkan hakim sebagai penjaga nilai dan pengembang keilmuan hukum, karena Hakim harus menggunakan kecerdasan intelektualnya dan pengetahuan hukum yang mendalam untuk memastikan bahwa keputusan yang dihasilkan dari proses tersebut tidak hanya adil dimasyarakat, namun juga punya dampak signifkan pada perkembangan sistem hukum yang lebih baik di masyarakat.
Oleh karena itu, hakim harus memiliki kepekaan intelektual untuk menyesuaikan interpretasinya dengan kondisi yang berkembang. Selaras dengan hal tersebut, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Selain dalam keilmuan yang mendalam di dunia hukum, Hakim juga perlu memiliki pengetahuan di luar bidang hukum, seperti pengetahuan tentang ekonomi, sosiologi, dan psikologi, yang dapat membantu dalam memahami konteks perkara yang lebih luas. Menurut Richard A. Posner dalam bukunya The Problems of Jurisprudence menjelaskan bahwa Hakim yang memiliki wawasan multidisiplin mampu memberikan putusan yang lebih relevan dan kontekstual
Harapan Masyarakat
Secara keseluruhan, peran intelektual dalam masyarakat sangatlah beragam dan multidimensi. Kaum intelektual bukan hanya sebagai katalisator perubahan dan pengawal nilai-nilai luhur dalam masyarakat, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial dan penjaga hak asasi manusia. Hal ini kemudian menjadi relevan dalam tugas Hakim dan juga dalam etika profesinya. Dengan menggunakan pengetahuan dan keahlian mereka, hakim sebagai kaum intelektual berkontribusi pada perkembangan masyarakat yang lebih adil, humanis, dan demokratis.
ADVERTISEMENT