Konten dari Pengguna

Apa yang Bisa Kulakukan?

Inosensius Enryco Mokos
Peneliti Komunikasi dan budaya, Lulusan Magister Ilmu Komunikasi Universitas Bina Nusantara, sekarang bekerja sebagai peneliti mandiri untuk komunikasi politik dan kebudayaan daerah di Nusa Tenggara Timur
23 Desember 2024 14:33 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Inosensius Enryco Mokos tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Malam ini sungguh terasa begitu lain dengan malam-malam yang sebelumnya. Hawa panas yang ku rasakan malam malam ini sungguh menyiksa diriku. Kulitku serasa terbakar sampai kedalam sum-sum tulangku sehingga di dalam rumah aku terus mengipas-ngipas tubuhku dengan buku tulis kerena memang terlalu panas.
ADVERTISEMENT
Ayah seperti biasa, biarapun udara sedang tak menentu dan panas seperti ini, ia tetap merasa seperti baisa-biasa saja. Aktifitasnya yang biasa ia lakukan di malam hari, duduk di depan TV sambil menikmati berita hangat yang disuguhkan ditemani kopi hangat. Ia benar-benar seorang yang setia mengikuti segala informasi yang sedang terjadi. Baginya informasi adalah satu hal penting yang perlu untuk terus diketahui. Kalau saja ia belum menonton berita, rasanya hidupnya tidak akan aman.
Dalam beberapa bulan terakhir memang sering diberitakan tentang perubahan iklim yang tidak menentu sehingga banyak terjadi krisis air di mana-mana. Dan persis hal itulah juga yang terjadi di kampungku. Kami sekarang ini sedang mengalami krisis air, bahkan untuk minum air bersih pun sulit sekali. Kami harus berhemat menggunakan air kalau mau tetap hidup.
ADVERTISEMENT
Kampungku adalah kampung yang sejuk dan asri. Aku sangat bahagia hidup di kampungku. Berat rasanya jika suatu hari nanti aku meninggalkan kampungku. Aku merasa benar-benar bahagia tinggal di kapungku.
Namun sayang, kampungku yang dulu indah dan asri kini telah mejadi kampung yang berbeda sekali. Kampungku kali ini benar-benar tak layak lagi untuk ditinggali. Udaranya di malam hari begitu panas tak seperti dulu yang di malam hari pun udara di kampungku tetap sejuk, asri dan tenang. Di pagi hari udara di kampungku begitu kotor, penuh debu sehingga jika aku keluar bermain-main dengan teman-temanku terasa begitu sulit untuk bernafas. Semua itu dikerenakan truk-truk besar yang biasa lalu lalang mengangkut bahan-bahan di kampungku. Truk-truk itu lah yang membawa polusi udara.
ADVERTISEMENT
Aku masih bingung mengapa truk-truk itu sering lalu lalang di kampungku dan apa yang mereka muat. Belakangan aku tahu bahwa truk-truk itu memuat hasil tambang yang ada di kampungku. Aku tak peduli, yang penting aku masih bisa bermain dengan teman-temanku. Kami sering bermain di dekat tambang itu. Kami senang meilihat truk-truk itu. Kadang kami berlari mengejar truk-truk itu. Rasannya bahagia sekali mengejar truk-truk itu.
------------------------------------------------
“Dion.”
“Iya.”
“Kesini nak. Ayah ingin berbicara denganmu.”
Aku berlari menuju ayah yang baru saja menonton TV. Setelah sampai dihadapannya ia langsung menggendongku dan didudukannya aku di pangkuannya.
“Apa cita-citamu kalu nanti sudah besar?”
“Aku mau jadi seorang dokter.”
“Mengapa kamu ingin jadi dokter?”
“Karena aku ingin membantu semua orang yang sedang sakit.”
ADVERTISEMENT
“Ayah bangga padamu. Cita-citamu sungguh mulia. Ayah yakin suatu saat nanti kamu bisa menjadi seorang dokter. Tapi ingat ketika kamu telah menjadi dokter kamu harus bekerja yang rajin untuk merawat orang-orang yang sedang sakit. Pokoknya kamu harus kerja dengan rajin.”
“Iya ayah. Pasti.”
Ayahku tersenyum kala ia mendengar jawabanku. Aku tahu bahwa jawaban itu sangat membuat dirinya bangga padaku. Aku pun ikut tersenyum ketika melihatnya tersenyum.
“Dion. Ingat pesan ayah malam ini, besok setelah pulang sekolah, kamu jangan pergi ke daerah tambang. Setelah sekolah kamu langsung pulang ke rumah. Mengerti?”
Aku mengangguk. Ayah pun tersenyum lagi ketika melihat aku mengangguk. Setelah ayah berpesan kepadaku pintu rumah kami diketuk seseorang. Ayah langsung menurunkanku kemudian berlalu dariku untuk membukan pintu. Ternyata ada banyak orang yang datang kerumahku. Mereka sangat banyak. Mereka adalah warga kampungku. Ayah berbicara sedikit dengan mereka kemudian berlalu ke kamar. Ia mengganti pakaiannya. Kemudian datang kembali dan bersama orang banyak itu pergi.
ADVERTISEMENT
Melihat ayah pergi aku langsung masuk kekamarku untuk beristirahat. Yah, aku sudah sangat diserang rasa kantuk. Aku benar-benar lelah dan ingin cepat tidur. Hari ini aku dan teman-temanku bermain sampai sore di dekat tambang.
Esok harinya, ketika aku bangun aku langsung mempersiapkan diriku untuk pergi kesekolah. Aku mandi kemudian sarapan. Saat sarapan aku bertanya kepada ibuku di mana ayah. Aku benar-benar belum melihatnya pagi ini. Biasanya saat bangun pagi aku langsung melihat ayah yang sedang membersihkan alat-alat kerjanya di depan rumah. Dan setelah itu kami berdua pasti sarapan pagi bersama. Namun pagi ini aku benar-banar belum melihat ayah. Ibu menjawab bahwa ayah dari semalam belum pulang setelah pergi bersama orang-orang sekampung.
ADVERTISEMENT
“Tadi malam ayah kemana ibu?”
“Ibu juga tidak tahu. Tetapi kata orang-orang kampung ayah bersama teman- temannya pergi ke daerah tambang.”
Aku hanya mengangguk mendengar jawaban ibu. Aku tak mengerti mengapa ayah malam-malam bersama orang-orang di kampungku pergi ke daerah tambang. Mungkin mereka juga ingin melihat truk-truk yang lalu-lalang mengangkat hasil tambang. Atau juga mereka ingin bermain kejar-kejeran di daerah tambang. Mungkin. Pikirku. Aku bergegas ke sekolah.
Sepulang sekolah aku langsung pulang ke rumah. Aku tidak bermain lagi bersama teman-teman ku seperti biasanya. Ya, aku ingat pesan ayah padaku tadi malam untuk tidak bermain-main di tambang lagi dan langsung pulang ke rumah sehabis sekolah. Sesampai di rumah, ternyata ayah juga belum berada di rumah. Aku bertanya-tanya lagi. Mengapa ayah belum pulang. Padahal siang ini aku seperti rindu untuk melihat wajanya yang biasanya sudah duduk di depan TV untuk menonton berita siang hari. Aku bertanya kepada ibu dan ibu pun memberi jawaban seperti tadi pagi. Akhirnya kuputuskan untuk makan siang sambil nonton TV saja.
ADVERTISEMENT
Saat sedang makan siang dan nonton TV, aku mendengar ada orang yang meneriakan nama ibuku. Suranya begitu keras memanggil nama ibuku. Ibuku langsung berlari dari dapur ke depan untuk melihat apa yang terjadi dan mengapa ia dipanggil begitu keras. Aku tetap terdiam di depan TV karena pikirku itu urusan ibuku.
Tiba-tiba aku mendengar suara histeris dari ibuku. Aku kaget mendengar suara histeris ibuku. Sontak aku langsung berlari ke depan untuk mencari tahu apa yang terjadi. Termyata kulihat ibuku sedang menangis di depan pintu rumahku dan ada banyak orang yang berada di rumahku dan sedang menggendong ayahku. Aku bingung apa yang terjadi. Aku medekat dan kulihat mata ayahku tertutup. Ibu semakin keras menagis ketika ia melihatku. Aku bingung. Ibu langsung memelukku. Aku semakin bingung. Dalam isak tangisnya ia bersuara lirih,
ADVERTISEMENT
“Ayahmu telah tiada. Ia mati dipukul oleh orang-orang yang menjaga tambang karena tadi malam ia bersama orang-orang kampung menahan dan memblokir jalan yang mau dilalui truk-truk dari tambang.”
Setelah mendengar cerita itu dari ibuku, aku menangis sejadi jadinya. Ayahku telah pergi meninggalkanku. Ia sudah tertidur selamanya. Ia dibunuh. Orang-orang penjaga tambang sialan. Mengapa kamu membunuh ayahku? Dasar pembunuh. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Aku hanya seorang anak yang berumur 12 tahun.
Gambar seorang ayah, gambar diatas merupakan aset pribadi dari penulis cerpen