Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Quo Vadis Aspal Buton yang Jadi Anak Tiri di Tanah Sendiri: Urgensi Hilirisasi
20 Oktober 2023 11:04 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muaz Nur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aspal Buton dan Sejarahnya
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo telah berkunjung di tanah Buton pada tanggal 27 September 2022. Setelah kunjungannya itu dan melihat secara langsung potensi aspal Buton, Presiden Joko Widodo mengutarakan niatnya untuk menghentikan impor aspal.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, untuk memenuhi kebutuhan nasional, Indonesia masih melakukan impor aspal sebanyak 83 persen per tahun. Sedangkan di sisi lain Indonesia memiliki cadangan aspal alam terbesar di dunia. Sungguh, kegiatan impor begitu membebani keuangan negara!
Pada umumnya, aspal dikelompokkan ke dalam dua jenis, yakni aspal alam dan aspal minyak. Indonesia adalah negara dengan cadangan aspal alam terbesar di dunia. Lokasinya berada di Pulau Buton. Sebesar 80 persen cadangan aspal alam dunia ada di Indonesia, dan sisanya 20 persen, tersebar di beberapa negara seperti Prancis, Swiss, Amerika Serikat, dan Kepulauan Karibia.
Namun, aspal alam ini—selanjutnya disebut aspal Buton—belum dioptimalkan penggunaannya. Aspal Buton diproyeksikan dapat memenuhi kebutuhan Indonesia selama 120 tahun ke depan dengan estimasi kebutuhan tahunan aspal Indonesia sebesar 5 juta ton.
ADVERTISEMENT
Proyeksi ini dilandaskan oleh melimpahnya cadangan nikel di Pulau Buton yang diperkirakan oleh Kementerian ESDM memiliki cadangan terukur sebesar 650 juta ton dari dua miliar ton cadangan aspal terkira.
Hampir seabad sejak ditemukannya aspal Buton pada 1924 oleh Geolog Belanda, penggunaannya tidak pernah menjadi prioritas. Secara historis, W.H. Hetzel pada tahun 1924 menemukan 20 titik potensi tambang aspal Buton. Penemuan ini menjadikan lahan konsesi tambang aspal dikuasai oleh Belanda.
Kemudian, seiring berjalannya waktu, konsesi tersebut beralih kepada pengusaha Belanda bernama A Volkerdi dengan perusahaannya yang bernama N.V. Mijnbouw en Cultuur Maschappij Buton. Kemudian, ketika Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang, praktis penguasaan konsesi pertambangan aspal Buton ditinggalkan.
Kala pendudukan Jepang di Nusantara, Jepang tidak melakukan aktivitas penambangan batuan aspal Buton. Aktivitas penambangan aktif kembali ketika Indonesia merdeka. Pada tahun 1954, pengelolaan aspal Buton mulai dikelola negara setelah perusahaan Belanda dinasionalisasi menjadi Jawatan (Dinas) Jalan-Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, pada tahun 1961 pemerintah membentuk perusahaan Aspal Negara untuk pengelolaan aspal Buton yang kemudian pada tahun 1984 perusahaan Aspal Negara tersebut berubah menjadi PT Sarana Karya. Pada tahun 2013, PT Wijaya Karya mengakuisisi saham 100 persen PT Sarana Karya. Kemudian di bawah PT Wijaya Karya nama PT Sarana Karya berubah menjadi PT Wijaya Karya Bitumen.
Aspal Buton Adalah Anak Tiri di Tanah Sendiri
Secara kualitas, aspal Buton dapat mengungguli aspal minyak. Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada Agustus 2023 oleh UPTD Laboratorium Konstruksi Dinas SDA dan Bina Marga Sultra, ditemukan kesimpulan bahwa aspal Buton lebih unggul dibanding 200 poin dengan aspal minyak.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan aspal Buton Performance Grade 70 memiliki nilai stabilitas aspal di angka 1.562,5 poin sedangkan aspal minyak 60/70 memiliki nilai stabilitas berada di kisaran 1.357 poin.
ADVERTISEMENT
Aspal buton memiliki beberapa produk olahan, seperti; Asbuton B 5/20, Asbuton B 50/30, Asbuton Pracampuran, Asbuton Kadar Bitumen Tinggi, dan Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA). Namun, produk-produk olahan aspal buton itu penggunaannya masih minim dan pemerintah lebih memilih menggunakan aspal minyak untuk kebutuhan nasional.
Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan bahwa sekitar 83 persen kebutuhan aspal di Indonesia masih dipenuhi dari impor atau dipasok dari luar negeri. Selama periode 2016-2021 diketahui realisasi penggunaan aspal di dalam negeri mencapai 1,06 juta ton per tahun dengan persentase sebagai berikut aspal produksi Pertamina 16,5 persen, Aspal Buton 0,5 persen dan sisanya adalah aspal yang diimpor melalui pertamina dan swasta.
ADVERTISEMENT
Adalah sebuah ironi sebab dalam Pasal 5 Peraturan Menteri PUPR No 18/PRT/M/2018 menyatakan penggunaan aspal buton untuk pembangunan jalan dan preservasi jalan adalah suatu kewajiban.
Lebih ironi lagi pada pembangunan jalan oleh pemerintah daerah Sulawesi Tenggara yang hanya menggunakan aspal Buton sebesar 30 persen dan sisanya, 70 persen, menggunakan aspal minyak yang diimpor. Padahal, pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tenggara juga telah mewajibkan penggunaan aspal Buton minimal 50 persen dari target total panjang program pembangunan dan pemeliharaan jalan.
Kewajiban ini dituangkan dalam Pasal 6 ayat 4 Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara No 2 Tahun 2016 tentang Pemanfaatan Aspal Buton untuk Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Provisnsi dan Jalan Kabupaten/Kota.
Menanti Hilirisasi Aspal Buton
Pemerintah dengan segala daya upayanya mencari cara untuk keluar dari kondisi Middle Income Trap (MIT). Salah satu cara yang sering digaungkan adalah dengan dilakukannya hilirisasi pada berbagai sektor industri. Sebab hilirisasi diklaim sebagai salah satu prime mover ekonomi nasional untuk Indonesia maju, berdaulat dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Aspal adalah bitumen, yang dalam PP No 96/2021, masuk dalam komoditas batubara. Maka upaya untuk meng-hilir-kan aspal Buton tunduk pada rezim hilirisasi Batubara. Perlu diketahui bersama bahwa dalam UU No 3/2020 terdapat perbedaan aturan mengenai hilirisasi mineral dan hilirisasi batubara. Dalam UU No 3/2020 dinyatakan bahwa hilirisasi nikel adalah sebuah “kewajiban” dan hilirisasi batubara adalah sebuah “kebolehan”.
Dengan itu, maka hilirisasi aspal Buton memerlukan political will, dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah, yang kuat untuk mewujudkan hilirisasi aspal buton. Pemerintah berencana untuk memberhentikan impor nikel dan berupaya untuk mengoptimalkan penggunaan aspal, maka salah satu alternatif terbaiknya adalah dengan diwujudkannya hilirisasi aspal Buton.
Upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas dalam negeri. Salah satu wujud hilirisasi tersebut melalui investasi pabrik ekstraksi aspal Buton menjadi aspal murni dan pengembangan kapasitas pabrik aspal Buton murni yang diharapkan memiliki kapasitas produksi sebesar 500.000 ton pada tahun 2027 dengan kebutuhan investasi sebesar Rp 4 triliun.
ADVERTISEMENT
Memasuki era transisi pemerintahan dengan dilangsungkannya pemilihan presiden dan wakil presiden 2024-2029, diharapkan adanya konsistensi dan political will oleh presiden terpilih untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton!