Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Konflik Palestina-Israel Perspektif Realisme: Kepentingan Nasional dan Anarki
20 Agustus 2024 9:54 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhamad Ferdiansah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Teori realisme dalam hubungan internasional merupakan sebuah paradigma yang telah menjadi salah satu landasan utama dalam studi politik internasional. Realisme berfokus pada empat konsep utama: grupisme politik, egoisme, anarki internasional, dan politik kekuasaan. Paradigma ini menawarkan pandangan yang realistis dan sering kali pesimisis memberikan pemahaman yang mendalam tentang dinamika konflik, seperti yang terjadi antara konflik Palestina dan Israel.
ADVERTISEMENT
Dalam pandangan realisme, sistem internasional dianggap anarki. Anarki di sini tidak berarti kekacauan, melainkan ketiadaan otoritas supranasional yang dapat mengatur interaksi antar negara. Dalam konteks ini, negara-negara harus membina hubungan dengan negara lain secara mandiri. Anarki ini menekankan bahwa setiap negara bertindak berdasarkan kepentingannya sendiri karena tidak ada kekuatan yang lebih tinggi yang dapat menjamin keamanan atau ketertiban.
Negara dalam teori realisme dipandang sebagai aktor rasional dan egois. Mereka selalu memprioritaskan kepentingan nasional di atas segalanya dan cenderung mengejar keuntungan pribadi. Keputusan yang diambil oleh negara selalu didasarkan pada perhitungan rasional untuk memaksimalkan keuntungan dan mengurangi risiko. Kepentingan nasional menjadi kompas utama dalam menentukan kebijakan luar negeri.
Realisme melihat hubungan internasional sebagai arena konflik dan antagonisme. Dalam dunia yang anarkis, tidak ada jaminan bahwa negara lain akan bersikap baik atau bersahabat. Oleh karena itu, relasi antar bangsa dipenuhi dengan rasa saling curiga. Negara-negara harus selalu waspada terhadap ancaman potensial dan mempersiapkan diri untuk kemungkinan konfrontasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tak terelakkan dalam sistem internasional yang anarkis.
ADVERTISEMENT
Konflik Palestina-Israel menjadi contoh nyata dari prinsip-prinsip realisme ini. Israel, sebagai negara yang didirikan di atas wilayah yang sebelumnya dihuni oleh penduduk Palestina, berjuang untuk mempertahankan keamanannya dan kelangsungan hidupnya sebagai negara Yahudi. Di sisi lain, Palestina berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan dan hak untuk menentukan nasib sendiri, melihat konflik ini sebagai perjuangan untuk mendapatkan kembali tanah air mereka.
Amerika Serikat, sebagai kekuatan dunia yang dominan, memiliki kepentingan strategis yang besar di Timur Tengah. Sebagai sekutu kuat Israel, AS mendukung Israel secara politik dan militer, memberikan bantuan militer yang besar dan menggunakan veto di Dewan Keamanan PBB untuk memblokir resolusi yang dianggap merugikan Israel. Kepentingan AS di Timur Tengah tidak hanya terkait dengan keamanan, tetapi juga dengan ekonomi, terutama dalam hal pasokan energi. AS juga memiliki kepentingan dalam menjaga stabilitas regional dan mencegah munculnya kekuatan yang mengancam kepentingannya.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, konflik Palestina-Israel menjadi medan pertarungan kepentingan yang kompleks. AS, dengan kekuatan militer, ekonomi, politik, dan teknologi yang sangat maju, memiliki pengaruh besar di wilayah tersebut. Keterlibatan AS dalam konflik ini, yang didorong oleh kepentingan nasionalnya, justru hanya memperburuk situasi.
Hubungan khusus antara AS dan Israel, yang dibentuk sejak awal, telah menjadi faktor kunci dalam konflik ini. Amerika Serikat, dengan tujuan utama untuk mendorong imigrasi Yahudi ke Palestina dan mengusir penduduk Palestina, telah mendukung Israel secara konsisten.
Konflik Palestina-Israel, dalam pandangan realisme, adalah contoh nyata dari bagaimana negara-negara bertindak berdasarkan kepentingan nasional mereka, bahkan jika hal itu berarti mengabaikan nilai-nilai moral atau hak asasi manusia. Konflik ini, yang terus berlanjut, menjadi bukti nyata dari anarki internasional dan perlombaan kekuasaan yang terjadi di dunia.
ADVERTISEMENT
Meskipun realisme menekankan konflik, kerja sama internasional tetap dimungkinkan. Namun, kerja sama ini lebih sering didorong oleh dilema keamanan daripada keinginan untuk berdamai. Dalam kasus konflik Palestina-Israel, kerja sama internasional yang bertujuan untuk mencapai perdamaian masih belum berhasil, menunjukkan betapa rumitnya konflik ini dan betapa kuatnya pengaruh kepentingan nasional dalam menentukan kebijakan internasional.