Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sudah Cukup, Liverpool!
30 Mei 2022 16:56 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhamad Yoga Prastyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Momen menyesakkan itu datang kala tak seorang pun menyadari pergerakan Vinicius Jr. yang merangkak masuk dari sisi kanan belakang untuk menyontek bola ke gawang yang dijaga Alisson Becker. Sekumpulan massa berbaju putih depan layar pun seketika bersorak riuh, seraya meniru suasana Stade de France yang dibuat bergetar.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, kecemasan mulai melanda para supporter Liverpool. Beberapa peluang yang dibuat selanjutnya hanya memancing kami untuk gigit jari atau menutup muka. Hingga peluit akhir pertandingan, Dewi Fortuna tidak juga untuk memberikan keberpihakannya kepada Liverpool, sekalipun untuk singgah dan menjaga asa. Si Merah terpenggal di Paris.
Kekalahan semalam rasanya begitu menyakitkan. Suara-suara teriakan yang heboh selama satu jam sebelumnya dalam sekejap menjadi keheningan luar biasa. Untuk kedua kalinya dalam musim ini, tenggorokan kami tersedak harapan. Begitu sakit dan mengganjal.
Bagaimanapun, kekalahan adalah fakta yang harus diterima. Terlepas dari catatan baik yang mengiringinya, Liverpool memang kalah. Jika kamu pikir ini adalah hasil yang tidak adil, sebagai penggemar sepak bola, khususnya Liverpool, maka biasakanlah!
ADVERTISEMENT
Sekali Pesta di Paris
Sebagaimana tim pengumbar sejarah lainnya, obrolan di sosial media sebelum pertandingan tidak lepas dari romantisme 1981. Kala itu, Liverpool berhasil membawa peluang trofi Si Kuping Besar setelah mengalahkan Real Madrid dengan skor 1-0. Di hadapan ribuan penggemar lawan, Liverpool berpesta.
Asa ini yang kemudian dijaga dengan harapan peristiwa serupa kembali terulang. Frasa ‘The Story Repeat Itself’ pun menambah optimisme. Walaupun sebenarnya kami pun sadar hal ini terlalu naif. Sekali lagi, kami hanya larut dalam romantisme sejarah.
Di lain sisi, dengan mental baja yang dimilikinya, Real Madrid sadar bahwa pertandingan ini adalah misi besar. Bukan hanya membalikkan sejarah, pertandingan ini pun menjadi pembuktian Real Madrid sebagai satu-satunya raja di Eropa.
ADVERTISEMENT
Layaknya seekor singa, mereka tidak perlu mengaung untuk menunjukkan seberapa kuat dirinya di hadapan lawan. Satu serangan kecil nan mematikan cukup jadi senjata ampuh untuk menjadikannya sebagai pemenang. Itu lah yang dilakukan Real Madrid selama pertandingan ini.
Bermain sabar dan menunggu lengahnya pertahanan lawan, Real Madrid berhasil memanfaatkan ruang di sisi kanan pertahanan Liverpool yang luput dari pengawasan. Skor berubah. Darah dalam jantung kini dipompa lebih keras.
Sementara itu, Liverpool yang coba bermain menyerang sejak awal pertandingan tidak juga berhasil mencetak satu gol pun ke gawang Real Madrid. Mereka unggul di segala sisi dan berhasil meraih mendikte arah permainan Liverpool.
Dari sini, saya sadar, ‘Si Miskin Taktik’ tengah memamerkan kekayaan taktik dan kedigdayaannya. Pun dalam sepak bola, kamu tidak perlu bermain cantik. Hanya perlu main efektif.
ADVERTISEMENT
Selain karena pertahanan Real Madrid yang luar biasa rapat, penampilan kiper Thibaut Courtois pun patut diacungi jempol. Walaupun saya kesal dengan fakta ini, namun penampilan Courtois adalah salah satu yang terbaik dari laga semalam.
Cukup dengan satu gol, Real Madrid berhasil membuat Liverpool layaknya kucing kecil yang coba mengusik Si Raja Hutan. Kali ini, di hadapan ribuan pendukung The Reds, Real Madrid berpesta.
Musim-musim Orgasme
Jika ingin sedikit objektif, musim 2021/2022 sejatinya bukan lah musim yang buruk untuk Liverpool. Hanya menelan 4 kekalahan dari total 63 pertandingan di seluruh kompetisi yang diikuti adalah hasil yang luar biasa. Terlebih, mereka berhasil memainkan semua possible fixtures yang diikuti plus menggondol dua trofi.
ADVERTISEMENT
Pasca kemenangan di FA Cup. Liverpool disebut-sebut menjadi tim yang berpotensi mendapatkan quadruple, atau tim yang berpotensi merengkuh 4 trofi dalam satu musim. Jika melihat peluang waktu itu, hal ini tidak berlebihan. Sayangnya, ini Liverpool, tim yang bukan sekali dua kali membuat kami gagal orgasme.
Di liga, Liverpool berhasil mengoleksi 92 poin sampai akhir musim dengan hanya dua kali hasil kalah. Kurang satu poin dari Machester City di peringkat teratas, dan 15 poin lebih tinggi dari Chelsea di peringkat tiga.
Torehan 90+ poin ini pun menjadi yang ketiga dalam 5 musim terakhir. Ironisnya, dalam kurun waktu tersebut, hanya musim 2019/2020 saja Liverpool bisa merengkuh trofi Premier League. Gila!
Kekalahan melawan Real Madrid hari ini menutup perjuangan keras para Anfield Gank selama satu musim penuh. Sejatinya, kekalahan hari ini adalah kekalahan yang lebih terhormat jika dibandingkan dengan tahun 2018 lalu.
ADVERTISEMENT
Walau begitu, menjadi runner-up saja tidak cukup. Bukan sekali, tapi dua! Menjadi runner-up adalah sebenar-benarnya pecundang. Menjadi tim runner-up adalah sebenar-benarnya aib. Pikir mereka yang performa timnya di bawah nilai rata-rata saja belum.
Namun, kecintaan saya terhadap sepak bola dan Liverpool pun membuat saya sadar bahwa keadilan memang tidak untuk semua orang. Tidak semua yang kamu usahakan akan membuahkan hasil yang kamu harapkan. Begitu juga dengan prestasi yang kamu torehkan, tidak lantas dipandang baik oleh orang lain.
Bicara soal kebahagiaan dan kedengkian, tentu dua hal ini adalah satu kesatuan. Tidak peduli bagaimana kamu, mereka akan selalu datang untuk mencaci. Satu yang pasti, tugasmu hanya fokus terhadap dirimu sendiri.
Liverpool, bagaimana pun hasilnya, adalah para ksatria terbaik yang berjuang hingga garis terakhir pertahanan lawan. Berjuang spartan hingga akhir musim dan meninggalkan para penjilat di belakang dengan rong-rongan dan cemoohannya.
ADVERTISEMENT
Rasanya, sudah cukup memberikan umpatan kekecewaan di akhir musim ini. Lagi pula, siapa yang menyangka, tim yang dekat dengan peringkat 5 musim lalu justru bisa berlari sekuat itu di musim ini. Jika pada akhirnya tidak bisa memenuhi ekspektasi, setidaknya sudah berjuang.
Sekali pun akan ditinggal para pemain terbaiknya, macam Divock Origi, yang kemungkinan juga akan disusul oleh Sadio Mane, Roberto Firmino, atau Mo Salah, tim ini telah memberikan legacy sebagai tim terbaik di dunia.
Musim depan, dengan semangat baru dan harapan baru, kami akan kembali memberikan sorak-sorak terbaik. Mendukung Liverpool dari depan layar dengan elegan. Kembali bercinta dengan kain merah, menuntaskan orgasme yang tertunda.