Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Cermin Buram Alumni Timur Tengah: Menjual Prinsip demi Bayaran
25 Juni 2024 23:43 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Nasrullah Maruf tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Para alumni ini seharusnya menjadi benteng terakhir dalam membela hak-hak kaum tertindas. Namun, mereka memilih jalan yang memprihatinkan. Mereka melupakan nilai-nilai luhur dan memperdagangkan prinsip-prinsip demi keuntungan pribadi. Dengan berlagak sebagai 'influencer', mereka menyebarkan fitnah dan propaganda yang memutarbalikkan kenyataan. Penelitian oleh Electronic Intifada (2022) menunjukkan peningkatan signifikan penggunaan influencer untuk menyebarkan propaganda yang mendiskreditkan perlawanan Palestina dan memperkuat narasi Israel.
ADVERTISEMENT
Sangat disayangkan melihat mereka yang pernah mengecap pendidikan tinggi di negeri-negeri dengan sejarah panjang perlawanan, kini memilih jalan yang bertentangan dengan semangat perjuangan tersebut. Bukankah mereka belajar tentang pentingnya keadilan dan solidaritas terhadap yang tertindas?
Narasi yang mereka bangun, seolah-olah dengan mengatakan "Israel salah dan pejuang Palestina juga salah" adalah bentuk netralitas yang bijak, sangat menyesatkan. Netralitas semacam itu hanya menunjukkan ketidakpedulian terhadap ketidakadilan. Sebuah studi oleh Human Rights Watch (2022) menegaskan bahwa sikap netral dalam konflik Israel-Palestina seringkali berarti memihak penindas karena tidak adanya kecaman terhadap agresi yang jelas.
Jika seseorang melihat seorang penindas dan korban, lalu memilih untuk tidak memihak dengan dalih netralitas, maka sebenarnya mereka memihak penindas. Netralitas dalam konteks ketidakadilan sama dengan berkompromi dengan kezaliman. Narasi yang menyamakan kedua belah pihak justru memperkuat posisi penjajah dan menambah beban bagi yang tertindas.
ADVERTISEMENT
Tujuan perang Israel ke Gaza sejak Oktober 2023 adalah mengembalikan sandera dan menghancurkan kelompok perlawanan Palestina khususnya Hamas. Namun, banyak pengamat berpendapat hal tersebut mustahil. Dengan mendukung narasi anti-kelompok perlawanan Palestina, para alumni ini membantu mewujudkan tujuan tersebut. Penelitian di Journal of Islamic Studies (2021) menunjukkan penurunan signifikan dukungan dunia Islam terhadap perlawanan Palestina akibat narasi anti-perlawanan dari alumni Timur Tengah.
Lebih ironis lagi adalah pernyataan bahwa penyerangan brutal Israel adalah akibat dari perlawanan Palestina yang lemah. Ini adalah logika terbalik yang berbahaya. Israel menunjukkan agresi jauh sebelum ada perlawanan signifikan. Menyalahkan korban atas kekejaman penjajah adalah pembenaran yang tidak bermoral dan tidak logis. Perlawanan adalah respons sah terhadap penindasan terus-menerus. Laporan dari Middle East Monitor (2023) menyatakan bahwa media pro-Israel sering membalikkan fakta untuk menggambarkan pejuang Palestina sebagai agresor.
ADVERTISEMENT
Peran intelijen dalam membangun narasi fitnah ini juga tidak bisa diabaikan. Mereka sering mengundang alumni yang dianggap lebih intelektual ke dalam diskusi-diskusi netral. Di balik undangan tersebut terdapat agenda tersembunyi. Di akhir acara, disajikan kesimpulan menyesatkan serta ajakan menggiring opini terkait kelompok perlawanan Palestina. Artikel dari Al Jazeera (2023) mengungkapkan bagaimana agen intelijen mengarahkan narasi dalam diskusi netral untuk menguntungkan agenda Israel.
Ketika keuntungan pribadi dan rasa hutang budi lebih menggoda daripada prinsip, para alumni ini menjadi agen propaganda yang memperburuk penderitaan rakyat Palestina. Banyak dari mereka merasa berhutang budi karena mendapat beasiswa atau dukungan dari tokoh-tokoh tertentu di Timur Tengah dan Indonesia. Ketika tokoh-tokoh tersebut, baik di Indonesia maupun di luar negeri, memberikan fatwa atau pernyataan yang mendiskreditkan perlawanan Palestina, alumni ini tanpa ragu mengikuti arahan tersebut, seolah-olah membalas budi. Bahkan, banyak tokoh ini menerima informasi yang dianggap valid oleh mereka, padahal bisa jadi informasi tersebut merupakan hasil dari narasi propaganda anti-perlawanan Palestina.
ADVERTISEMENT
Setiap kata yang mereka ucapkan dan setiap tulisan yang mereka sebarkan, menambah luka bagi rakyat Palestina yang sudah menderita. Mereka mengabaikan bahwa setiap narasi palsu yang mereka sebarkan bukan hanya merugikan kelompok perlawanan, tetapi juga memperpanjang penderitaan saudara-saudara mereka sendiri.
Sungguh menyedihkan melihat mereka yang seharusnya menjadi pelita di tengah kegelapan, malah memilih menjadi bayang-bayang kelam yang menambah gelap suasana. Betapa memalukan menjadi alat propaganda, padahal darah dan air mata para pejuang Palestina terus mengalir, mempertahankan tanah dan kehormatan mereka.
Mungkin saatnya para alumni ini bercermin dan bertanya pada diri sendiri: apakah mereka akan terus hidup dalam cermin buram yang hanya memantulkan bayang-bayang keserakahan dan pengkhianatan? Atau apakah mereka siap untuk kembali ke jalan yang benar dan membela prinsip-prinsip yang seharusnya mereka junjung tinggi?
ADVERTISEMENT