Konten dari Pengguna

Berkontemplasi Perjalanan Pemerintah Menangani Pandemi Covid-19

Muhammad Aji Nurohman
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia
8 Desember 2021 7:21 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Aji Nurohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: cottonbro/pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: cottonbro/pexels.com
ADVERTISEMENT
Kurang lebih 1 tahun sudah pandemi Covid-19 menemani kita semenjak mulai melanda di Indonesia pada bulan April 2020. Sejak saat itu juga terjadi perubahan dinamika dalam aktivitas kita sehari-hari. Masyarakat merasakan gejolak yang begitu luar biasa untuk bisa bertahan menghadapi situasi pandemi ini.
ADVERTISEMENT
Pemerintah hadir di tengah situasi serba susah ini untuk bisa melindungi dan memberikan dukungan kepada masyarakat Indonesia agar bisa bertahan bersama-sama. Berbagai upaya dan usaha dilakukan pemerintah untuk bisa beradaptasi dengan situasi yang ada. Terdapat upaya yang berhasil dijalankan, akan tetapi tidak sedikit juga yang gagal memenuhi tujuannya.
Pejabat publik atau politisi yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan memenuhi kewajiban mereka untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat menjadi salah satu faktor utamanya. Perilaku para pejabat yang bertindak culas serta mengutamakan ego mereka ini tentunya bertentangan dengan etika publik yang ada. Hal ini jika tidak dicari obatnya secepat mungkin akan membuat pemerintah semakin kewalahan dalam menangani pandemi Covid-19 ini. Dalam 1 tahun terakhir ini, sudah tidak terhitung berapa banyak berita yang mencuat mengenai keburukan pemerintah mengatasi situasi pandemi ini. Oleh karenanya, tulisan ini dibuat untuk menganalisis perbuatan-perbuatan yang semestinya tidak dilakukan oleh para pejabat publik dan politisi selama 1 tahun terakhir ini dalam usaha pemerintah untuk menangani pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Menteri Kesehatan Yang Mengkerdilkan Situasi Pandemi Covid-19
Sebelumnya, kita harus akui bersama bahwa masa-masa awal pandemi bisa dikatakan sebagai situasi yang sulit untuk dihadapi oleh negara manapun. Penyebaran virus covid-19 yang begitu masif dan cepat memberikan berbagai perubahan dalam dinamika berkehidupan termasuk dalam aktivitas pemerintahan. Meskipun demikian, pemerintah sebagai sebuah lembaga yang menaungi seluruh kehidupan masyarakat Indonesia, seharusnya bisa bertindak lebih adaptif dan responsif terhadap kondisi yang sedang terjadi.
Ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19 di awal penyebarannya tercermin dalam perilaku Menteri Kesehatan yang menjabat pada saat itu, yakni Terawan Agus Putranto. Sebagai wajah yang mewakili pemerintah untuk menangani penyebaran kasus Covid-19, banyak sekali kebijakan dan statement dari Bapak Terawan yang terkesan “nyeleneh” dan cenderung menyepelekan kondisi pandemi ini. Mulai dari ajakan tidak menggunakan masker yang tentunya bertentangan dengan anjuran yang disampaikan oleh WHO, menyalahkan masyarakat atas keterlangkaan masker pada saat itu, sampai dengan menyamakan virus corona dengan flu yang dapat sembuh dengan sendirinya.
ADVERTISEMENT
Tidak sedikit masyarakat yang merasa geram dan mengkritik keputusan dan ucapan yang diambil oleh Terawan. Petisi di media daring untuk mengganti Terawan selaku Menteri Kesehatan pada saat itu adalah bentuk puncak kekesalan masyarakat terhadap penanganan situasi pandemi di Indonesia. Pada akhirnya, melihat kinerja Terawan selama kurang lebih 9 bulan terakhir, Selasa, 22 Desember 2020 Presiden Joko Widodo mengumumkan akan melakukan reshuffle 6 menteri dalam Kabinet Indonesia Maju. Atas kinerjanya yang tidak memuaskan, posisi Terawan sebagai Menteri Kesehatan digantikan oleh Budi Gunadi Sadikin
Pandemi Covid-19 yang Tidak Mengurungkan Perilaku Korupsi Oleh Oknum yang Tidak Bertanggung Jawab
Pandemi Covid-19 nampaknya tidak menyurutkan sedikitpun niat untuk melakukan korupsi oleh para pejabat publik yang tidak bertanggung jawab. Menurut data yang diperoleh Indonesian Corruption Watch (ICW), setidaknya terdapat 169 kasus korupsi dengan 372 tersangka yang ditindak oleh para penegak hukum baik dari KPK, Polri, ataupun Kejaksaan. Tentu patut kita pertanyakan di mana hati nurani para politisi yang melakukan tindakan korupsi ini.
ADVERTISEMENT
Lebih menyesakkan lagi, terdapat dua menteri yang terjaring dalam pusaran kasus korupsi. Menteri Sosial Juliari P. Batubara serta Edhy Prabowo yang menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan adalah beberapa nama besar dari sekian banyak kasus korupsi yang ada. Edhy Prabowo sendiri dituding KPK telah menerima suap atas pemberian izin ekspor benih lobster. Tidak tanggung-tanggung, suap yang diterima oleh Edhy Prabowo bersama bawahannya ditaksir mencapai Rp 24,6 miliar. Edhy Prabowo terbukti juga menggunakan uang hasil suap tersebut dengan hasil temuan barang mewah yang diperoleh penyidik KPK saat menggeledah Rumah Edhy. Berkat kasus korupsi yang dilakukannya, Edhy Prabowo dijatuhi hukuman selama 5 tahun penjara.
Kasus korupsi yang dilakukan oleh Mensos Juliari Batubara mungkin adalah yang paling membekas dalam pikiran kita jika kita membicarakan keburukan pemerintah dalam penanganan pandemi ini. Bagaimana tidak, program bansos yang seharusnya ditujukan untuk membantu masyarakat yang tengah berjuang bertahan di situasi ini. Dipergunakan oleh Juliari dan tersangka lainnya sebagai keran penambah pundi-pundi kekayaan mereka.
ADVERTISEMENT
Juliari Batubara didakwa menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial dalam penanganan Pandemi Covid-19. Diperkirakan nilai suap yang diperoleh Juliari adalah sekitar Rp 15,1 miliar. Menurut majelis hakim, suap tersebut diterima Juliari melalui 2 tahap. Pada tahap pertama, Juliari menerima uang sebesar Rp 9,7 miliar di periode bulan Mei-Agustus 2020. Sedangkan pada tahap kedua, yakni saat bulan Agustus-November. Juliari mendapatkan uang sebanyak Rp 5,4 miliar. Atas kejahatan yang dilakukannya, Juliari Batubara divonis 12 tahun hukuman penjara dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta.
Tes PCR Yang Menjadi Sebuah Komoditas Bisnis di Lingkungan Politisi
Tes polymerase chain reaction (PCR) masih menjadi sebuah perbincangan hangat karena harganya dinilai masih kemahalan dan tidak stabil. Ditambah lagi, pemerintah yang sempat menjadikan tes PCR sebagai salah satu persyaratan saat ingin menggunakan moda transportasi udara. Sebelum akhirnya peraturan tersebut kembali dicabut pada 3 November 2021 yang tertuang dalam SE Kemenhub Nomor 96 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri Dengan Transportasi Udara Pada Masa Pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Setelah wacana untuk mewajibkan Tes PCR menjadi persyaratan wajib untuk perjalanan menggunakan pesawat. Prasangka dari masyarakat kembali mencuat jika tes PCR dijadikan sebagai sebuah kesempatan untuk berbisnis oleh para pejabat publik. Dugaan ini mulai muncul sejak terjadinya berbagai perubahan harga tes PCR yang mana saat awal pandemi dulu sempat menyentuh angka Rp 2, 5 juta dan sekarang sudah diatur di mana harga tertingginya adalah Rp 275.000. Dugaan ini juga semakin kuat setelah muncul berita bahwa salah satu menteri, Luhut Binsar Panjaitan diduga terjaring dalam pusaran bisnis tes PCR ini. Isu ini muncul setelah diketahui Luhut memiliki saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang memiliki keterkaitan dengan PT Toba Sejahtera Tbk (TOBA) dan PT Toba Bumi Energi. PT GSI adalah perusahaan baru yang didirikan tak lama setelah pandemi Covid-19 merebak di tahun 2020 yang bergerak dalam penyediaan tes pcr dan swab antigen. Sejumlah pengusaha besar juga turut melakukan investasi di PT GSI, salah satunya Garibaldi Thohir dan saudaranya yang merupakan Menteri BUMN, Erick Thohir.
ADVERTISEMENT
Terlepas apakah para politisi ini terbukti terlibat dalam bisnis PCR atau tidak. Mereka seharusnya sadar bahwa jabatan yang mereka duduki dalam pemerintahan dan posisi yang mereka miliki di dalam perusahaan yang bergerak di bisnis PCR ini dapat berpotensi memunculkan vested interest dan hal tersebut dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Oleh karena itu, akan lebih baik jika politisi yang bersinggungan dengan bisnis Tes PCR dapat berbesar hati untuk mengundurkan diri dari jabatan yang mereka miliki di perusahaan yang mereka berikan suntikan dana. Agar mereka juga dapat bisa lebih fokus terhadap pekerjaan dan tanggung jawab mereka di pemerintahan serta meminimalisir konflik kepentingan yang ada.
Kesimpulan
Satu tahun terakhir sudah menjadi waktu yang cukup bagi pemerintah untuk mengevaluasi kinerja mereka dalam hal penanganan pandemi Covid-19. Sesekali pemerintah harus berani menengok kebelakang mengenai apa saja yang telah mereka lakukan sehingga ke depannya kesalahan yang sama tidak terulang kembali serta terdapat sebuah peningkatan terhadap kinerja mereka.
ADVERTISEMENT
Para pejabat publik atau politisi ini merupakan figur penting yang menentukan keberhasilan segala usaha yang dijalankan oleh pemerintah. Karena bagaimanapun juga merekalah yang menjadi otak terhadap segala perencanaan dan strategi pemerintah untuk menghadapi persoalan pandemi ini. Serta mereka juga yang menjadi penanggung jawab terhadap eksekusi perencanaan di lapangan. Oleh karena itu, agar setiap usaha pemerintah menangani pandemi ini menemui keberhasilan. Diperlukan sosok pejabat publik atau politisi yang memiliki moral baik serta menjunjung etika publik yang ada. Dan juga memiliki kesadaran dan mindset bahwa kewajiban mereka adalah memberikan yang terbaik kepada masyarakat.
Referensi:
Jannah, Selfie Miftahul (2020, December 2). Kontroversi Terawan Sebelum Dipecat Jokowi, dari Masker hingga IDI. Retrieved from Tirto.id: https://tirto.id/kontroversi-terawan-sebelum-dipecat-jokowi-dari-masker-hingga-idi-f8uG
ADVERTISEMENT
Anggraeni, Rika (2020, December 2). Reshuffle Kabinet, Mantan Menkes Terawan Jadi Sorotan Media Asing. Retrieved from Kabar24.bisnis.com: https://kabar24.bisnis.com/read/20201224/15/1335042/reshuffle-kabinet-mantan-menkes-terawan-jadi-sorotan-media-asing
Aji, M Roseno (2021, July 16). Edhy Prabowo Sedih Dihukum 5 Tahun, Padahal Pernah Mengaku Siap Dihukum Mati. Retrieved from Tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/1483779/edhy-prabowo-sedih-dihukum-5-tahun-padahal-pernah-mengaku-siap-dihukum-mati/full&view=ok
Aji, M Roseno (2021, April 15). Edhy Prabowo dan Istri Disebut Belanja Barang Mewah di AS Habiskan Rp 833 Juta. Retrieved from Tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/1452888/edhy-prabowo-dan-istri-disebut-belanja-barang-mewah-di-as-habiskan-rp-833-juta
Marzuki, C. V., Pasalbessy, J. D., & Patty, J. (2021). Aspek Melawan Hukum Pidana Terhadap Perbuatan Penyalahgunaan Wewenang Dalam Penyaluran Bantuan Sosial Di Masa PSBB. TATOHI Jurnal Ilmu Hukum, 672-678.
Guritno, Tatang (2021, August 24). Juliari Divonis 12 Tahun dalam Korupsi Bansos, Ini Rincian Uang yang Dia Terima. Retrieved from Kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2021/08/24/05390081/juliari-divonis-12-tahun-dalam-korupsi-bansos-ini-rincian-uang-yang-dia?page=all
ADVERTISEMENT
Jayani, D. Hadya (202o, December 9). Rapor Pemberantasan Korupsi oleh Tiga Lembaga saat Pandemi. Retrieved from katadata.co.id: https://katadata.co.id/muhammadridhoi/analisisdata/5fd034b378287/rapor-pemberantasan-korupsi-oleh-tiga-lembaga-saat-pandemi
Ramadhan, F. Moerat (2021, November 5). Politisi dan Konglomerat di Pusaran Bisnis PCR. Retrieved from Tempo.co:https://grafis.tempo.co/read/2856/politisi-dan-konglomerat-di-pusaran-bisnis-pcr
Idris, Muhammad (2021, November 15). Dilaporkan ke KPK karena Bisnis PCR, Luhut: Kampungan, Cari Popularitas. Retrieved from Kompas.com: https://money.kompas.com/read/2021/11/15/162756526/dilaporkan-ke-kpk-karena-bisnis-pcr-luhut-kampungan-cari-popularitas?page=all