Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Upaya Solidaritas Kolektif di Surabaya melalui Pameran Ode untuk Muhriyono
26 November 2024 18:14 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Ardy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jawa Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di bagian timur Pulau Jawa. Wilayah ini memiliki kekayaan alam, budaya, dan sejarah yang sangat beragam. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Bali di timur (dipisahkan oleh Selat Bali), Samudra Hindia di selatan, dan Jawa Tengah di barat.
ADVERTISEMENT
Surabaya adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur sekaligus kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota ini dikenal sebagai pusat bisnis, perdagangan, dan pendidikan di Indonesia timur, serta memiliki julukan Kota Pahlawan karena peran pentingnya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama pada pertempuran 10 November 1945.
Konflik agraria di Jawa Timur adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian segera. Jika tidak ditangani, konflik ini bisa terus berkembang dan menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan.
Pada tahun 2023, LBH Surabaya mencatat ada 16 kasus konflik agraria yang terjadi di Jawa Timur, dengan total luas wilayah konflik mencapai 15.218,9 hektar. Konflik-konflik ini tersebar di berbagai daerah, mulai dari Kediri, Blitar, Banyuwangi, hingga Sumenep, masing-masing mencatat 2 kasus, sedangkan daerah lain seperti Lamongan, Gresik, Surabaya, Malang, Tulungagung, Pasuruan, Jember, dan Situbondo mencatat 1 kasus per daerah.
ADVERTISEMENT
Apa yang Terjadi?
Konflik agraria ini melibatkan berbagai sektor, seperti:
- Perkebunan: 4 kasus
- Pertanian: 5 kasus
- Properti: 3 kasus
- Perhutanan: 1 kasus
- Infrastruktur: 1 kasus
- Perkotaan: 1 kasus
- Pesisir: 1 kasus
Ini artinya konflik tidak hanya terjadi di desa-desa, tetapi juga menyentuh kawasan kota, pesisir, bahkan wilayah hutan.
Mengapa Konflik Ini Terjadi?
Banyak faktor yang memicu konflik ini, seperti:
1. Perebutan Lahan: Banyak masyarakat lokal yang kehilangan tanahnya karena digusur untuk perkebunan, properti, atau proyek besar lainnya.
2. Hak Tanah Tidak Jelas: Banyak warga tidak memiliki dokumen resmi kepemilikan tanah, sehingga mereka rentan digusur.
3. Kepentingan Bisnis Besar: Tanah masyarakat sering diambil alih untuk proyek perkebunan, properti, atau infrastruktur tanpa persetujuan yang jelas.
ADVERTISEMENT
Siapa yang Terdampak?
Warga yang tinggal atau bekerja di lahan tersebut adalah pihak yang paling dirugikan. Mereka kehilangan tempat tinggal, lahan pertanian, bahkan mata pencaharian. Sering kali, mereka tidak punya alternatif lain dan harus hidup dalam kondisi yang sulit.
Dampaknya Apa?
Konflik ini tidak hanya membuat kehidupan warga menjadi sulit, tetapi juga memicu masalah yang lebih besar, seperti ketegangan sosial, kerusakan lingkungan, dan terganggunya stabilitas ekonomi di daerah tersebut.
Sejak 24 September 2020, warga Desa Pakel, Banyuwangi, telah mengambil langkah tegas dengan menduduki lahan yang selama ini dirampas oleh PT. BUMI SARI, sebuah perusahaan perkebunan swasta. Lahan yang mereka duduki dulunya adalah milik warga yang tercatat dalam "Akta 29," sebuah dokumen resmi yang mengacu pada 'Soerat Idin Memboeka Tanah' tahun 1929, yang mengatur pembukaan dan pengelolaan tanah oleh masyarakat lokal. Selama bertahun-tahun, warga Pakel, yang mayoritas berprofesi sebagai petani tanpa lahan, mengelola tanah tersebut untuk bertani dan memenuhi kebutuhan hidup mereka.
ADVERTISEMENT
Namun, perjuangan mereka untuk merebut kembali hak atas tanah tersebut sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum tahun 2020. Sejak era kolonial, warga Pakel sudah berjuang melawan kebijakan yang merampas tanah mereka dan memaksa mereka untuk kehilangan hak mereka sebagai pemilik sah. Meskipun menghadapi berbagai tantangan dan hambatan, para petani Pakel terus mempertahankan hak mereka atas tanah yang sudah mereka kelola selama bertahun-tahun.
Perjalanan panjang ini tidak pernah mudah, dan perjuangan mereka hingga saat ini masih penuh dengan rintangan. Selain harus menghadapi tekanan dari perusahaan besar yang berusaha menguasai tanah mereka, warga Pakel juga terus-menerus diterpa kriminalisasi dan intimidasi yang dimaksudkan untuk melemahkan semangat perjuangan mereka. Namun meskipun begitu, semangat mereka tidak pernah surut. Para warga Pakel tetap teguh di jalan perjuangan mereka, berkomitmen untuk membela tanah yang merupakan hak mereka dan menjaga warisan yang telah mereka kelola selama berabad-abad.
ADVERTISEMENT
Pada Jumat, 8 November 2024, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi yang dipimpin Kurnia Mustikawati, S.H. memvonis Muhriyono bersalah dengan hukuman sembilan bulan penjara. Sebelumnya, Jaksa menuntut hukuman satu tahun enam bulan penjara berdasarkan Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP.
Kegiatan Ode untuk Muhriyono merupakan wujud dedikasi serta solidaritas terhadap perjuangan Muhriyono dan para petani Pakel, kegiatan ini berfungsi sebagai ruang yang mempertemukan berbagai elemen masyarakat untuk saling belajar dan berbagi pemahaman terkait isu agraria. Melalui pameran seni, diskusi, dan penampilan budaya, acara ini diharapkan mampu menjadi media edukasi yang menyadarkan publik tentang pentingnya memperjuangkan hak atas tanah sebagai bagian dari keadilan sosial. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi ruang refleksi bagi semua pihak untuk mengevaluasi peran masing-masing dalam memperjuangkan keadilan, serta menjadi ajang penguatan gerakan bersama yang lebih terorganisir, inklusif, dan berkelanjutan dalam melawan ketimpangan agraria dan perampasan tanah.
Kegiatan Ode untuk Muhriyono dan Para Petani Pakel berlangsung selama 3 hari (Jumat, Sabtu & Minggu) pada tanggal 1-3 November 2024, Pada hari pertama kegiatan ini diisi dengan pembukaan pameran yang akan diisi dengan sambutan singkat dari penyelenggara dan pengantar mengenai perjuangan petani Pakel. Kegiatan ini juga diisi dengan Talk show yang bertemakan Anti Setan Tanah yang diisi oleh Wahyu Eka (Walhi Jatim), Pingki Ayako (Seniman) dan Vina (Warga Pakel). Kegiatan ini juga akan menampilkan beberapa karya fotografi dan visual sebagai pengenalan awal.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada hari kedua kegiatan ini hanya diisi dengan pameran-pameran yang telah disediakan oleh pihak penyelenggara.
Pada hari terakhir merupakan penutupan acara dengan rangkaian agenda seperti Respon karya, Malam puisi, serta musik oleh Tan Ana. Momen ini akan menjadi ruang refleksi dan solidaritas atas perjuangan Muhriyono dan para petani Pakel melalui seni dan diskusi.