Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Indonesia, Bangsa Paling Religius, Kini Menuju Jadi Negara Bahagia dan Kaya
24 Juni 2024 13:11 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Areev tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia, sebuah negara kepulauan yang terbentang luas dengan keragaman budaya dan keyakinan yang kaya. Dalam survei terbaru dari CEO World, Indonesia menempati posisi ke-7 sebagai negara paling religius di dunia dengan angka 98,7 persen. Delapan negara paling religius tersebut adalah Somalia (99,8 persen), Nigeria (99,7 persen), Bangladesh (99,5 persen), Ethiopia (99,3 persen), Yaman (99,1 persen), Malawi (99 persen), Indonesia (98,7 persen), dan Sri Lanka (98,6 persen).
ADVERTISEMENT
Survei tersebut dilakukan terhadap sekitar 820.000 responden yang tersebar di 148 negara. Menurut CEO World, istilah religius berarti pengabdian yang setia kepada realitas atau ketuhanan yang diakui, serta mengabdi kepada keyakinan atau pelaksanaan agama dengan setia, cermat, dan hati-hati.
Namun di sisi lain, dalam rilis World Happiness Report 2024, daftar 10 negara paling bahagia di dunia 2024 adalah Finlandia (7741 poin), Denmark (7583 poin), Islandia (7525 poin), Swedia (7344 poin), Israel (7341 poin), Belanda (7319 poin), Norwegia (7302 poin), Luksemburg (7122 poin), Swiss (7060 poin), dan Australia (7057 poin). Adapun penilaiannya berdasarkan 6 variabel yaitu PDB per kapita, dukungan sosial, harapan hidup sehat, kebebasan, kemurahan hati, persepsi korupsi. Indonesia hanya menempati peringkat ke-80 dengan skor (5568 poin).Meski religius, pencapaian kebahagiaan Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain.
ADVERTISEMENT
Dari sisi kekayaan, berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) 2024, 10 negara terkaya di dunia dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita adalah Luksemburg ($140.312), Irlandia ($117.988), Swiss ($110.251), Norwegia ($102.465), Singapura ($91.733), Islandia ($87.875), Qatar ($84.906), Amerika Serikat ($83.066), Denmark ($72.940), dan Makau ($70.135). Menariknya, 5 dari 10 negara terkaya tersebut juga masuk dalam daftar 10 negara paling bahagia di dunia, yaitu Luksemburg, Swiss, Norwegia, Islandia, dan Denmark.
Ironis memang, ketika sebagian besar negara yang paling religius justru menghadapi berbagai tantangan seperti konflik, kemiskinan, dan ketidakstabilan politik. Hal ini menunjukkan bahwa keberagamaan semata tidak cukup untuk mencapai kebahagiaan. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mewujudkan kebahagiaan, kekayaan yang sejalan dengan nilai-nilai religius yang dianut.
ADVERTISEMENT
Pertama, pemerintah harus meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Salah satu faktor penting dalam penilaian kebahagiaan adalah PDB per kapita, yang mencerminkan kemakmuran dan standar hidup. Indonesia perlu terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, menciptakan lapangan kerja yang layak, dan meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan perekonomian yang kuat, kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan, dan akses ke layanan kesehatan dapat terpenuhi dengan lebih baik.
Kedua, pemerintah harus memperkuat dukungan sosial dan rasa kebersamaan di masyarakat. Salah satu kekuatan Indonesia adalah semangat gotong royong dan solidaritas yang tinggi. Namun, tantangan seperti kesenjangan ekonomi, diskriminasi, dan konflik sosial dapat mengikis rasa kebersamaan tersebut. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan toleransi, menghapuskan diskriminasi, dan membangun kohesi sosial yang lebih kuat.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Indonesia harus meningkatkan akses ke layanan kesehatan yang berkualitas dan mempromosikan gaya hidup sehat. Harapan hidup sehat merupakan salah satu variabel penting dalam penilaian kebahagiaan. Investasi dalam infrastruktur kesehatan, peningkatan kualitas layanan, dan kampanye gaya hidup sehat dapat membantu meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup masyarakat.
Keempat, pemerintah harus menjunjung tinggi kebebasan dan hak asasi manusia. Kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berpendapat adalah hak fundamental yang harus dijamin. Dengan menjunjung tinggi kebebasan, masyarakat akan merasa lebih dihargai dan bahagia dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Kelima, pemerintah harus mempromosikan nilai-nilai kemurahan hati dan filantropi di masyarakat. Kemurahan hati tidak hanya mencerminkan kepedulian terhadap sesama, tetapi juga berkontribusi pada kebahagiaan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Inisiatif seperti program sukarela, kampanye amal, dan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan dapat membantu memperkuat rasa kepedulian dan solidaritas sosial.
ADVERTISEMENT
Terakhir, pemerintah harus memerangi korupsi dan mempromosikan tata kelola yang baik. Persepsi korupsi yang tinggi dapat menghambat upaya pencapaian kebahagiaan. Indonesia harus terus memperkuat lembaga penegak hukum, meningkatkan transparansi, dan melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemerintahan. Dengan tata kelola yang bersih dan akuntabel, kepercayaan masyarakat akan meningkat, dan sumber daya dapat dialokasikan dengan lebih efisien untuk program-program kesejahteraan.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, Indonesia tidak hanya dapat mempertahankan status sebagai negara religius, tetapi juga bergerak maju menuju kebahagiaan yang lebih besar bagi seluruh masyarakat. Keseimbangan antara nilai-nilai religius dan upaya nyata untuk meningkatkan kesejahteraan, solidaritas sosial, dan tata kelola yang baik akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia dalam mencapai kebahagiaan yang sejati dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Lalu apakah ada hubungan antara religiusitas suatu negara dengan kemiskinan. Tentu saja tidak ada hubungan langsung antara religiusitas dan kemiskinan suatu negara. Namun, dalam beberapa kasus, terdapat kecenderungan bahwa negara-negara yang sangat religius seringkali juga merupakan negara miskin atau memiliki tingkat kemakmuran yang rendah. Beberapa faktor yang mungkin menjelaskan kecenderungan ini:
Prioritas negara, Negara-negara yang sangat menekankan aspek keagamaan seringkali kurang fokus pada upaya pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Investasi dan sumber daya lebih banyak dialokasikan untuk urusan keagamaan daripada pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur.
Hambatan modernisasi, beberapa interpretasi keagamaan yang konservatif dapat menghambat proses modernisasi dan adopsi teknologi baru yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat membuat negara tertinggal secara ekonomi.
ADVERTISEMENT
Konflik dan ketidakstabilan, negara-negara dengan tingkat religiusitas tinggi seringkali rentan mengalami konflik dan perpecahan atas nama agama. Konflik dapat mengganggu stabilitas politik, mengusir investasi, dan menghambat pembangunan ekonomi.
Faktor budaya dan sosial, dalam beberapa budaya dan interpretasi agama tertentu, terdapat norma-norma sosial yang dapat menghambat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, mengurangi mobilitas sosial, atau membatasi akses pendidikan bagi sebagian masyarakat. Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Namun, perlu dicatat bahwa religiusitas itu sendiri tidak menyebabkan kemiskinan. Ada banyak negara yang sangat religius namun juga makmur secara ekonomi, seperti beberapa negara Eropa Barat, Amerika Utara, Qatar. Faktor-faktor lain seperti kebijakan ekonomi, tata kelola pemerintahan, investasi dalam pendidikan dan infrastruktur, serta stabilitas politik juga berperan penting dalam menentukan tingkat kemakmuran suatu negara.
ADVERTISEMENT