Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Masjid Agung Ibnu Batutah: Toleransi dan Harmoni Umat Beragama di Pulau Dewata
23 November 2022 11:47 WIB
Tulisan dari Muhammad Ibrahim Hamdani, S,I,P, M,Si tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masjid Agung Ibnu Batutah merupakan salah satu sarana penyejuk hati, yakni rumah Allah, baitullah, yang memfasilitasi keperluan ibadah umat Islam di Pulau Dewata, Provinsi Bali. Masjid ini berlokasi di Pusat Peribadatan Puja Mandala, Jalan Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Secara khusus, masjid ini telah dipersiapkan menjadi salah satu fasilitas utama untuk memenuhi kebutuhan beribadah umat Islam yang menjadi anggota delegasi atau peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Twenty (G20) di Nusa Dua, Bali, pada 15-16 November 2022 mendatang. Selain KTT G20, para anggota delegasi dari sejumlah side events atau acara sampingan serta acara pendukung (supporting events) G20 yang beragama Islam pun dapat memanfaatkan Masjid Agung Ibnu Batutah sebagai tempat beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT). Apalagi posisi masjid ini sangat strategis, hanya berjarak 2,1 Km atau sekitar tujuh menit perjalanan dengan mobil dari Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC). BNDCC merupakan lokasi utama perhelatan KTT G20 dan kegiatan-kegiatan sampingannya.
ADVERTISEMENT
Alhamdulillahi Rabbil A’lamin, penulis berkesempatan untuk berkunjung ke Masjid Agung Ibnu Batutah pada Jumat, 7 Oktober 2022, bertepatan dengan 11 Rabiul Awal 1444 Hijriah, untuk menunaikan ibadah wajib shalat Jumat. Kunjungan ini penulis lakukan di sela-sela mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Civil 20 (C20) Indonesia pada Rabu – Jumat, 5-7 Oktober 2022, yang belangsung di Hilton Bali Resort, Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Masjid ini berjarak 4,6 Km dari Hilton Bali Resort, yakni lokasi KTT C20 Indonesia 2022, serta dapat ditempuh dalam waktu 10-15 menit dengan menggunakan sepeda motor. Sedangkan dari lokasi KTT G20 di The Apurva Kempinski Bali, Nusa Dua, masjid ini berjarak 5,1 Km dengan waktu tempuh sekitar 15 menit dengan sepeda motor.
ADVERTISEMENT
Kemudian, sewaktu melihat pintu gerbang Masjid Agung Ibnu Batutah, terpasang spanduk besar berwarna dasar merah dengan tulisan: “Welcome To Masjid Agung Ibnu Batutah, Delegations G20 Indonesia: Recover Together, Recover Stronger”. Artinya, “Selamat Datang ke Masjid Agung Ibnu Batutah, Delegasi G20 Indonesia: Pulih Bersama, Bangkit Perkasa”. Spanduk ini menyampaikan pesan tersirat kepada para jemaah, masyarakat sekitar masjid, serta pengunjung Pusat Peribadatan Puja Mandala, bahwa pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Agung Ibnu Batutah siap menyambut delegasi G20 Indonesia. Bagi delegasi G20 yang beragama Islam, mereka dapat berkunjung dan beribadah di dalam masjid. Sedangkan bagi delegasi G20 yang beragama lain, mereka dapat berkunjung dan berwisata untuk menikmati keindahan arsitektur bangunan masjid. Apalagi gaya aristektur masjid ini sangat khas nusantara, khususnya budaya Jawa, yakni atap tajug (limas atau piramida) tumpang tiga. Bahkan di seberang jalan raya masjid terdapat sejumlah rumah makan dan swalayan sehingga para pengunjung dan jemaah masjid dapat beristirahat, menikmati aneka kuliner halal, dan membeli berbagai keperluan lainnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian penulis mendengar lantunan azan dari Masjid Agung Ibnu Batutah, penanda bahwa waktu shalat Jumat dimulai. Allahu Akbar, Allahu Akbar, demikian suara Azan terdengar begitu syahdu dan merdu. Suara azan mengingatkan semua umat Rasulullah Muhammad Shallallahu A’laihi Wa Sallam (SAW), khususnya laki-laki, untuk segera masuk ke masjid, beribadah dan berzikir kepada Allah SWT. Suara azan pun mengajak para jemaah untuk mendengarkan khotbah Jumat dengan khusyuk dan khidmat menuju kemenangan hakiki. Setelah selesai ibadah shalat Jumat, penulis berkesempatan untuk mengambil sejumlah foto di dalam ruang utama masjid. Beberapa sudut ruangan, mihrab dan mimbar masjid menjadi obyek foto yang sangat menarik.
Lalu perhatian saya tertuju pada sebuah prasasti yang terpahat kokoh di salah satu sudut dinding masjid. Prasasti itu terbuat dari batu pualam atau batu marmer berwarna putih, berbentuk empat persegi panjang, dan dibingkai dengan balok tiga dimensi berwarna abu-abu. Prasasti itu memuat informasi seputar tanggal peresmian masjid dan yayasan yang menaungi pendirian masjid. “Dengan Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, Masjid Ini Dibangun Oleh dan Merupakan Sumbangan dari Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila. Diresmikan Pada Tanggal 20 Desember 1997. Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila. Ketua, Soeharto (Ditandatangani)”. Demikian tulisan yang tertera di dalam prasasti, bahkan ditandatangani secara langsung oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Kedua, Jenderal Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) Purnawirawan (Purn.) H. Muhammad Soeharto.
ADVERTISEMENT
Seperti kita ketahui bersama, Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila (YAMP) telah membangun dan membina 999 masjid yang lokasinya tersebar di seluruh pelosok wilayah Indonesia, dengan proporsi terbesar di daerah terpencil, yakni 599 unit. Menurut Ketua Dewan Pembina YAMP, Professor Emil Salim, yayasan yang digagas dan didirikan oleh Presiden Soeharto itu telah membangun 200 unit masjid di pondok pesantren, 150 unit masjid di kompleks pegawai Korps Pegawai RI (Korpri), 60 unit masjid di kompleks angkatan bersenjata atau Tentara Nasional Indonesia (TNI), 10 unit masjid di pemukiman transmigrasi, dan 599 unit masjid di daerah terpencil. “Cita-cita yang ingin dikembangkan yayasan (YAMP) adalah agar masjid bukan hanya untuk umat Islam melakukan ibadah. Keberadaan masjid bukan semata formalitas ibadah tapi memuat isi bukti bakti kepada masyarakat,” tutur Profesor Emil Salim pada Kamis, 28 November 2019, di Jakarta. Tepatnya saat memberikan apresiasi kepada para penerima Penghargaan Masjid YAMP Terbaik 2019, seperti dikutip dari laman https://www.republika.co.id/berita/q1oei5313/yamp-bangun-dan-bina-999-masjid-di-indonesia.
ADVERTISEMENT
Pernyataan Profesor Emil Salim di atas sejalan dengan tujuan dan fungsi pokok masjid untuk memfasilitasi dan melayani kepentingan masyarakat, khususnya umat Islam di Bali yang hendak berdoa, bezikir dan beribadah kepada Allah SWT di Masjid Agung Ibnu Batutah. Bahkan posisi masjid berdampingan langsung dengan Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa di dalam kompleks Peribadatan Puja Mandala. Hal ini merupakan salah satu manifestasi dari dari cita-cita YAMP untuk menjadikan Masjid Agung Ibnu Batutah sebagai bukti bakti kepada masyarakat, khususnya dalam membina kerukunan antar umat beragama di Bali. Bahkan terdapat rumah ibadah untuk agama-agama lain di dalam kompleks ini, yakni Vihara Buddha Guna, Gereja Protestan Protestan Bali (GKBP) Jemaat Bukit Doa, dan Pura Jagatnatha. Lokasinya yang saling berdampingan satu sama lain membuat kawasan ini sering dikunjungi oleh wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
ADVERTISEMENT
Melihat kompleks peribadatan Puja Mandala, penulis serta-merta teringat dengan kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang berlokasi di Kota Administrasi Jakarta Timur, Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Kompleks miniatur keanekaragaman Indonesia ini memiliki sejumlah rumah ibadah dengan posisi saling berdampingan seperti masjid, gereja, wihara, pura, dan kelenteng. Semangat hidup rukun, aman, damai dan harmoni serta toleransi antar umat beragama merupakan pengejawantahan dari Sila Pertama dalam Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Situasi ini pun menjadi manifestasi dari moto atau semboyan bangsa Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya “Meskipun Berbeda-beda Tetapi Satu Jua,” Harmony In Diversity, dalam bahasa Inggris.
Selain itu, Masjid Agung Ibnu Batutah telah menjadi saksi sejarah dalam pertemuan silaturahmi, persahabatan dan persaudaraan antara penulis dengan Romain Segouin. Ia adalah seorang Muslim berkebangsaan Prancis yang menjadi delegasi peserta KTT C20 Indonesia tahun 2022. Saat itu, Romain Segouin juga menunaikan ibadah salat Jumat di Masjid Agung Ibnu Batutah. Ia telah beberapa tahun tinggal di Provinsi DKI Jakarta, Indonesia, dan sedang mengikuti program magang atau pelatihan kerja pada International Non-Govermental Organization (NGO) Forum on Indonesia Development atau INFID, tepatnya di divisi Sustainable Development Goals (SDGs) and Human Rights atau divisi Tujuan-Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Alhamdulillah, peristiwa ini sungguh luar biasa, pertemuan yang sangat berkesan dan bermakna bagi penulis, khususnya dalam konteks ukhuwah Islamiyah, yakni persaudaraan antar sesama Muslim sedunia. Meskipun kami berdua berbeda organisasi, bahasa, suku bangsa, ras dan adat-istiadat, serta negara, hal ini tidak menghalangi persahabatan dan persaudaraan diantara kami. Apalagi Romain Segouin cukup lancar berbahasa Indonesia karena sudah beberapa tahun tinggal dan berinteraksi dengan warga DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Penulis pun teringat dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, Surat Al-Hujurat ayat 10: اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”. Ayat ini merupakan perintah Allah SWT kepada setiap Muslim dimana pun berada untuk senantiasa menjalin persaudaraan, persatuan, kasih sayang dan silaturahmi sebagai bentuk keimanan dan ketakwaan kepada-Nya. Jangan saling berpecah belah diantara sesama Muslim, apalagi hanya karena perbedaan yang bersifat masalah cabang (furu’), bukan masalah pokok (ushul) atau prinsip dalam agama Islam. Bahkan Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang Mukmin untuk mendamaikan sesama Muslim yang sedang berkonflik atau saling berselisih paham, lalu bertakwa kepada-Nya agar mendapatkan rahmat.
ADVERTISEMENT
Jadi resolusi konflik sangat penting untuk mendamaikan dua orang saudara (dua pihak atau lebih) yang sedang berselisih paham. Tentunya resolusi konflik ini harus berdasarkan syariat Islam, sesuai dengan arahan dan petunjuk dari Allah SWT di dalam kitab suci Al-Qur’an, Hadis Rasulullah Muhammad Shallallahu A’laihi Wa Sallam (SAW), ijma’ para sahabat Nabi Muhammad SAW, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in, serta qiyas para ulama. Terkait hal ini, keadilan menjadi fondasi utama dari resolusi konflik yang dapat diterima oleh para pihak (win-win solution) yang sedang berselisih paham.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani
Wakil Sekretaris Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PD PAB) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Direktur Jaringan Strategis dan Kerjasama Institut Inisiatif Moderasi Indonesia (InMind Institute)