Konten dari Pengguna

Penyebab Batalnya Pernikahan dalam Pandangan Islam

Muhammad Luthfi Permana
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22 November 2022 18:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Luthfi Permana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source image: pexels.com/tara winstead
zoom-in-whitePerbesar
Source image: pexels.com/tara winstead
ADVERTISEMENT
Pembatalan perkawinan adalah upaya membatalkan perkawinan setelah berlangsungnya akad nikah karena diketahui adanya larangan menurut hukum atau peraturan perundang-undangan tentang perkawinan (Depag RI., Pedoman Penghulu, 2008:46). Akibatnya, perkawinan itu dianggap tidak pernah ada sebagaimana ditegaskan Soedaryo Saimin dalam buku Hukum Orang dan Keluaga (hal.16)
ADVERTISEMENT
Dalam pasal 22 UU Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan penikahan. Bagi mereka yang beragama islam, Pembatalan perkawinan dilakukan oleh Pengadilan Agama, sedangkan bagi mereka beragama non-islam, pembatalan dilakukan dipengadilan negeri dalam daerah hukum tempat pernikahan dilakukan atau tempat tinggal kedua suami istri (Ibid).
Kewenangan pembatalan perkawinan ada pada pengadilan tesebut mengingat pembatalan suatu perkawinan dapat membawa akibat yang jauh lebih baik terhadap suami istri maupun terhadap keluarganya, maka ketentuan ini dimaksudkan menghindarkan terjadinya pembatalan suatu perkawinan oleh instansi lain diluar pengadilan ( penjelasan pasal 37 PP pekawinan).
Mengenai masalah ini, KHI membedakan antara ‘batal demi hukum’ dan ‘dapat dibatalkan’. Batal demi hukum disebabkan karena adanya pelanggaran terhadap larangan perkawinan. Sedangkan dapat dibatalkan terjadi karena pelanggaran terhadap persyaratan tertentu dan hanya menyangkut pihak lain yang dirugikan haknya atau melanggar peraturan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 70 KHI ditegaskan Perkawinan batal atau batal demi hukum apabila :
a. suami melakukan perkawinan, sedangkan ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri sekalipun salah satu dari keempat istrinya dalam iddah talak raj`i;
b. seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dili`annya;
c. seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain kemudian bercerai lagi ba`da al dukhul dengan pria tersebut dan telah habis masa idahnya; perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut Pasal 8 UU Perkawinan, yaitu :
ADVERTISEMENT
1).berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas.
2).berhubugan darah dalam garis keturunan menyimpang, yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
3).berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri.
4).berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.
istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan istri atau istri-istrinya.
Selanjutnya dalam Pasal 71 KHI ditegaskan pula bahwa pekawinan dapat dibatalkan apabila:
a. seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;
b. perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud;
ADVERTISEMENT
c. perempuan yang dikawini ternyata masih dalam Iddah dari suami lain;
d. perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974.
e. perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak;
f. perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
Pasal 72 mengatur tentang hak-hak suami atau istri untuk mengajukan pembatalan, manakala perkawinan dilangsungkan dalam keadaan diancam, ditipu atau salah sangka. Sesuai isi pasal tersebut yang berbunyi :
(1) Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
(2) Seorang suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.
ADVERTISEMENT
Adapun perkawinan yang dilangsungkan di bawah ancaman, status hukumnya sama dengan orang yang dipaksa dan tidak mempunyai akibat hukum sebagaimana sabda Rasulullah SAW.: "Dibebaskan dari ummatku kekeliruan dan kelupaan serta perbuatan yang terpaksa dilakukannya." (M. Al-Khudhori Biek (Zaid H. Al-Hamidi), Terjemah Ushul Fiqih 1, tt.:147).
Demikian juga halnya dengan orang yang salah sangka terhadap diri suami atau istrinya. Status hukumnya sama dengan orang yang khilaf. Tidak berakibat hukum. Kecuali apabila ada indikasi lain seperti diatur dalam pasal 72 ayat (3): "Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak dapat menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur."
ADVERTISEMENT
Adapun Yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 73 KHI adalah:
a. para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau istri;
b. suami atau istri;
c. pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut Undang-undang;
d. para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67.
Pasal 74 mengatur cara beracara dalam permohonan pengajuan pembatalan perkawinan, dan mengatur kapan mulai berlakunya keputusan pembatalan perkawinan tersebut:
(1) Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau istri atau perkawinan dilangsungkan.
(2) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
ADVERTISEMENT
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa suatu perkawinan dapat dibatalkan karena terdapat 2 alasan yaitu pertama, disebabkan adanya pelanggaran terhadap prosedural perkawinan yang berkaitan dengan tidak terpenuhinya rukun-rukun pernikahan, misalnya wali nikah tidak memenuhi syarat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan kedua, disebabkan adanya pelanggaran terhadap materi perkawinan, misalnya istri ternyata terikat tali perkawinan dengan orang lain.
Daftar Pustaka
Soedaryo Saimin. Hukum Orang dan Keluarga. Jakarta: Sina Grafika,1992
agussalim.blog.uma.ac.id
Depag RI., Pedoman Penghulu, tahun 2008.
https://slideplayer.info
Kemenag RI., Kompilasi Hukum Islam, Tahun 2018
Khudhori Biek, Muh (Zaid H. Al-Hamidi), Terjemah Ushul Fiqih 1, Raja Murah-Pekalongan, tt.
Lex privatum, Vol.V/No.2/Mar-Apr/2019.
Kementerian Agama RI., Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah, tahun 2018, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan.
ADVERTISEMENT