Konten dari Pengguna

Mendobrak Narasi Anti-Tambang

Muhammad Mutsaqqif
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Agustus 2024 12:30 WIB
Ā·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Mutsaqqif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sustainable Mining, diilustrasikan menggunakan DALLĀ·E 3
zoom-in-whitePerbesar
Sustainable Mining, diilustrasikan menggunakan DALLĀ·E 3
ADVERTISEMENT
Keputusan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah baru-baru ini untuk menerima konsesi pertambangan dari pemerintah telah memicu perdebatan publik, yang menghidupkan kembali wacana seputar pro dan kontra pertambangan di ruang publik. Demikian pula, ketika Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerima konsesi serupa pada bulan Juni, reaksi publik juga sama kerasnya.
ADVERTISEMENT
Di sini saya tidak akan berbicara tentang pro dan kontra terkait ormas keagamaan yang menerima dan menolak tawaran konsesi tambang. Meskipun banyak pihak yang dengan cepat mengkritik keterlibatan organisasi-organisasi keagamaan tersebut dalam industri pertambangan, narasi yang lebih fundamental tentang sentimen anti-pertambangan menurut saya lebih menarik untuk dicermati.
Dalam wacana publik saat ini, narasi anti-tambang telah mendapatkan daya tarik yang signifikan, terutama dari para pegiat lingkungan. Meskipun kekhawatiran ini valid, penolakan langsung terhadap pertambangan mengabaikan peran mendasar yang dimainkannya dalam menopang peradaban modern. Alih-alih menentang pertambangan sama sekali, fokus kita seharusnya adalah mempromosikan praktik pertambangan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Mineral memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat modern, yang sangat penting untuk berbagai aspek kehidupan sehari-hari dan proses industri. Sumber daya mineral digunakan dalam produksi berbagai macam alat dan bahan yang sangat dibutuhkan. Sumber daya ini mencakup minyak, gas, batu bara, tembaga, kalium, mineral industri, agregat, elemen tanah jarang, dan mineral berat seperti rutil, ilmenit, zirkon, monasit, dan xenotim. (Stafford, 2024; Mudd & Jowitt, 2016).
ADVERTISEMENT
Pertambangan adalah bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari, sering kali dengan cara yang tidak kita sadari. Komponen-komponen rumit pada gadget kita, logam-logam penting dalam kendaraan kita, dan bahan-bahan dasar yang digunakan dalam infrastruktur kita, semuanya berasal dari bumi, yang diekstraksi secara cermat melalui proses penambangan. Segala sesuatu yang kita andalkan sehari-hari terbuat dari mineral atau bergantung pada mineral untuk produksinya.
Pertambangan bukan hanya industri biasa, pertambangan adalah tulang punggung peradaban modern. Jika kita meninggalkan pertambangan, kita akan kembali ke zaman pra-industri, di mana kenyamanan yang kita terima sekarang tidak lebih dari sekadar mimpi yang jauh dari kenyataan.
Menurut sebuah laporan dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) berjudul Critical Minerals and the Role of U.S. Mining in a Low-Carbon Future (2019), seiring dengan meningkatnya energi terbarukan dan kapasitas penyimpanan sebagai bagian dari upaya mitigasi iklim global, demikian pula permintaan pasar akan mineral penting seperti besi dan litium.
ADVERTISEMENT
Turbin angin, panel surya, dan sistem penyimpanan energi semuanya membutuhkan bahan yang hanya dapat diperoleh melalui ekstraksi mineral pertambangan. Keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability), bergantung pada material yang ditambang. Infrastruktur untuk sumber energi terbarukan membutuhkan logam dan mineral dalam jumlah yang signifikan.
Menurut ahli geologi dari Department of Earth Sciences Universitas Turin, Dr. Susanna Mancini (2024), seiring dengan pergerakan dunia menuju masa depan yang lebih hijau, terdapat kebutuhan paralel untuk mendukung industri pertambangan dengan fokus pada keberlanjutan. Hal ini melibatkan pengembangan protokol inovatif seperti Best Available Techniques (BATs) untuk meningkatkan jejak ekologi dari kegiatan pertambangan, menghasilkan bahan hijau terbarukan, dan mengurangi dampak lingkungan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa industri pertambangan memiliki masa lalu yang bermasalah, dengan berbagai contoh degradasi lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, dan eksploitasi masyarakat lokal. Namun, masalah-masalah ini menggarisbawahi perlunya reformasi, bukan penolakan.
ADVERTISEMENT
Namun dengan menerapkan peraturan yang ketat, memajukan teknologi ekstraksi yang lebih bersih, dan memastikan praktik-praktik yang beretika, kita dapat secara signifikan mengurangi dampak buruk pertambangan. Regulasi yang ketat dalam industri pertambangan dapat membantu mengendalikan dampak lingkungan dan sosial yang merugikan. Misalnya, pengawasan yang ketat terhadap limbah pertambangan, pengelolaan air limbah, dan restorasi lahan bekas tambang dapat meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Faktanya, praktik-praktik pertambangan yang berkelanjutan telah berkembang dan berusaha diterapkan, menunjukkan bahwa industri ini bergerak menuju keberlanjutan lingkungan yang lebih baik. Shuai Li (2023) meneliti tentang penerapan metode penambangan ramah lingkungan seperti metode backfill mining di Tiongkok, yang tidak hanya meningkatkan efisiensi operasi, tetapi juga mengurangi dampak lingkungan dengan mengurangi kebutuhan akan tempat pembuangan limbah.
ADVERTISEMENT
Studi oleh Langefeld & Binder (2017) menyoroti pentingnya perencanaan pertambangan yang berkelanjutan untuk masa depan, yang mencakup penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam setiap tahap operasi pertambangan. Penelitian di bidang rekayasa lingkungan dalam pertambangan hijau menekankan etika lingkungan sebagai faktor pendorong utama dalam praktik pertambangan yang bertanggung jawab. Misalnya, proyek rehabilitasi lahan bekas tambang bauksit menunjukkan potensi besar dalam pemulihan ekosistem melalui penanaman Albizia falcata, yang memberikan manfaat ekologis dan ekonomi.
Dengan demikian, adopsi praktik pertambangan berkelanjutan secara global tidak hanya menjadi tren positif dalam mitigasi dampak lingkungan, tetapi juga memperlihatkan langkah nyata industri menuju operasi yang lebih etis dan bertanggung jawab.
Implementasi teknologi baru, peningkatan efisiensi operasional, serta fokus pada rehabilitasi lahan pasca-penambangan adalah beberapa strategi yang diterapkan untuk mencapai tujuan ini. Sebagai hasilnya, industri pertambangan tidak hanya dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga mendukung upaya global dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
ADVERTISEMENT
Tantangannya bukan terletak pada menentang pertambangan, tetapi pada transformasi. Kita harus bekerja menuju industri pertambangan yang meminimalkan dampak lingkungan sekaligus memaksimalkan kontribusinya bagi masyarakat.
Mendukung praktik pertambangan yang berkelanjutan dan beretika bukan hanya merupakan kebutuhan lingkungan; ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa kita dapat terus menikmati manfaat teknologi modern tanpa mengorbankan keberlangsungan planet kita.