Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Lembaga Negara Dibubarkan, Apa Gak Bisa Diselesaikan Lewat Cara Kekeluargaan?
17 Juli 2020 14:59 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:16 WIB
Tulisan dari Muhammad Nanda Fauzan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Komeng punya jargon “Yang lain, pasti ketinggalan~” ketika memasarkan produk Yamaha. Sementara Pak Jokowi, melalui akun Twitternya, mengeluarkan kalimat yang tak kalah memikat kala memberi pengumuman rencana pembubaran sejumlah lembaga dan badan negara; “Makin ramping, makin gesit~”. Terdengar mantap, solid, dan easy listening kan, lurd?
ADVERTISEMENT
Sebagian orang menganggap manuver ini tak lain pembuktian atas ancaman yang telah diwanti-wanti bulan lalu dalam pidato Pak Jokowi, bahwa Blio tak akan segan membubarkan sejumlah lembaga dan mengganti beberapa Menteri seandainya kinerja mereka masih noob dalam menangani COVID-19.
Mungkin ada benarnya, tetapi juga perlu sedikit dikoreksi.
COVID-19 ini cuma ada hubungannya dalam perkara menemukan momentum yang pas buat eksekusi, sehingga ada alasan spesifik buat pihak yang bakal tersakiti. Kalau misalkan betul-betul COVID-19 yang jadi kambing hitam, mungkin Pak Terawan orang paling awal kena getahnya.
Mungkin lho, Pak, jangan baper dulu.
Sementara niat pembubaran, ya sudah merentang jauh-jauh hari. Semuanya tertuang dalam nomenklatur Reformasi Birokrasi, yang rancangan besarnya sudah dibentuk sejak jaman Pak SBY lewat Peraturan Presiden No 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB) 2010-2025.
ADVERTISEMENT
Duh, agak ribet ya. Intinya sih begini; buat rakyat jelata kaya kita ini, praktiknya sesederhana kalau mau urus KTP enggak perlu bulak-balik ke kantor kelurahan lantas belok ke rumah Pak RT mampir lagi rumah Pak Camat terus ngaso di tukang fotokopi. Semuanya dipangkas, semuanya diringkas.
Nah, di tangan Pak Jokowi yang jadi sasaran bukan hanya Lembaga Non Struktural, bahkan ASN Eselon II-IV konon akan malih rupa dari yang semula manusia menjadi sebentuk artificial intelligence. Tentu saja efektif dan layak didukung, teknologi semacam itu tak mungkin curi-curi waktu buat main Zuma di kantor apalagi nilep-nilep uang proyek dan minta pungli.
Tapi masalah lain muncul; bagaimana dengan pemanfaatan tenaga kerja manusia yang melulu problematis saat dihadapkan dengan komputerisasi, juga dana buat maintenance yang belum tentu lebih hemat ketimbang gaji tenaga human? Niatnya enggak boros, eh malah timbul problem. Hadeh~
ADVERTISEMENT
Konon, bakal ada 18 lembaga yang dirampingkan ((Efeumistik banget, yha~)). Semuanya masih misteri illahi dan kita belum cukup informasi buat sekadar menilai ini langkah yang tepat guna atau basa-basi belaka. Tetapi fakta bahwa banyak lembaga yang ramashok ya semua orang sudah tahu, termasuk yang ditaja dengan penuh perhitungan oleh Pak Jokowi sendiri.
Saya enggak perlu sebut nama, tapi kinerja salah satu di antaranya cuma mentok bikin seminar Pancasila dan bagi-bagi souvernir berupa tas di Kampus. Kalian pasti sudah bisa menebak lha, ya.
Kalau yang dituju memang efisiensi dan penghematan anggaran, saya sih lebih sepakat urusan ini diselesaikan dengan cara kekeluargaan dulu. Bukan semata melestarikan budaya lokal, tetapi cara ini juga bisa menghindarkan sejumlah pihak yang kelak akan menaruh dendam.
ADVERTISEMENT
Kan bisa diobrolkan baik-baik, tuh, maunya mereka kayak bagaimana, biar muhasabah dulu. Apakah hatinya ikhlas, dan jauh dari dengki. Jalan hidup seperti apa yang akan mereka tempuh jika rencana ini terwujud. Akan menjadi sosok seperti apa mereka lima tahun ke depan?
Prosedurnya bisa meniru sistem rekrutmen HRD, atau Podcast-nya Deddy Corbuzier. Nah, model begini ini jalan paling awal untuk menempuh THE REAL REFORMASI BIROKRASI 1!1!1!
Ketimbang kasih ungkapan yang tidak lengkap dan menggantung tanpa kejelasan. Cuma bikin pihak yang dimaksud menjadi gundah dan overthingking. Dunia persilatan jadi heboh. Bahaya juga buat mental mereka.
Kesehatannya itu lho, Pak.
Apalagi kalau kaitannya dengan reshuffle jajaran Menteri, bisa panjang juntrungannya.
ADVERTISEMENT
Mulai dari potensi adegan caper yang diperagakan para Menteri biar kelihatan kerja, sampai kemungkinan ghibah di grup WA (yang tak melibatkan Jokowi sebagai anggota, tentu saja) saling tunjuk muka siapa yang kelak bakal di depak, atau berbagi lelucon-lelucon garing biar enggak terlalu stres.
Btw, kalau grup kayak begini betulan ada, tentu cuma Lord Luhut yang cocok jadi Adminnya. Ya, kan?