Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Topeng Suci: Ketika Agama Menjadi Senjata
11 Desember 2024 14:46 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Muhammad Naufal Nazali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Agama merupakan sendi penting masyarakat yang telah ada sejak munculnya manusia itu sendiri yang menuntun atau menjadi pedoman manusia dalam setiap perbuatannya. Seperti yang diketahui bahwasanya banyak sekali agama yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Kendatipun keberadaaan agama di dunia ini sangat beragam, satu hal yang pasti agama mengajarkan bagaimana tindakan manusia yang berbudi luhur, membantu sesama, cinta kasih, dan hal baik lainnya. Agama semestinya hadir sebagai social control dalam perilaku Masyarakat. Bahkan dikutip dari buku yang berjudul “A Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right" karya Karl Max, agama adalah candu Masyarakat. Hal ini menggambarkan bahwa agama yang hadir ditengah Masyarakat sebagai suatu alat untuk mengatur setiap perilaku.
ADVERTISEMENT
Namun belakangan ini sering kita saksikan agama dipakai suatu alat untuk memperdaya masyarakat. Sudah bosan rasanya kita mendengar berita bahwa jika kita menghormati secara berlebihan kepada suatu sosok yang dianggap suci, menggolongkan orang dengan maksud buruk dengan dalih agama, bahkan hingga ketahap memberitakan hal yang tidak benar atau hoaks dengan dalih agama. Agama yang kita kenal baik dan memiliki nilai luhur malah ternodai oleh segelintir pihak yang memelintir makna agama yang suci ini.
Problematika
Dari zaman dahulu sudah banyak oknum yang memanfaatkan agama untuk ketenarannya. Sudah gerah sekali melihat fenomena-fenomena masyarakat yang secara mudahnya menggunakan dalil agama dalam menggiring opininya. Contohnya banyak sekali produk yang barlabelkan agama memiliki harga yang sangat mahal padahal produk tersebut banyak dijual dipasaran. Misalkan ada suatu produk, katakanlah gula yang dapat dengan mudah ditemukan di toko kelontong, akan menjadi mahal karena produk tersebut didoakan oleh orang yang dianggap suci padahal produk tersebut cukup murah. Hal inilah yang lagi lagi oleh suatu oknum yang memanfaatkan agama untuk kepentingan komersialisasi. Tak hanya disitu saja, banyak kita lihat para tokoh yang dianggap suci yang banyak orang memberikan penghormatan secara berlebihan bahkan dalam taraf mengagungkan seperti Tuhan. Kemudian dengan agama juga digunakan oleh oknum tertentu untuk mencaci ataupun merendahkan seseorang. Banyak sekali oknum karena ia merasa sudah dekat kepada Tuhan dengan mudahnya merendahkan seseorang yang ia anggap tak dekat dengan Tuhan. Sungguh miris sekali mendengar bagaimana saudaranya yang seharusnya ia ajak secara baik baik untuk kejalan agama yang benar malah diolok olok karena keimananannya. Tentu sangat tidak logis jika kita mengolok orang hanya karena keimanannya pada Tuhan sesuai tuntunan agama. Padahal agama disetiap penjuru dunia mengajarkan kebaikan dan nilai luhur yang senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Dari hal diatas masih berbicara yang sesama agama yang sudah pada tahap merendahkan keimanan seseorang kepada Tuhan menurut tuntunan agama, apalagi jika sudah berbeda agama tentu pergesekan antar agama tak dihindarkan bagi yang sudah terprovokasi. Banyak beredar berita di negeri ini kita mendengar bahwa adanya selisih paham antar agama yang berujung perpecahan dilapisan masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pemikiran yang didukung ego yang merasa paling benar ajaran agamanya. Padahal agama merupak hak bagi setiap manusia untuk memeluknya tanpa perlu paksaan didalamnya karena sejatinya agama adalah nilai luhur yang semestinya bebas akan konflik. Masalah ini juga memiliki cara baru yakni penyebaran berita bohong atau hoaks yang meraja lela sehingga banyak informasi beredar yang membuat masyarakat mudah terprovokasi. Bahkan agama digunakan sebagai dalih akan tindakan teror tertentu. Sungguh miris rasanya agama menjadi alasan oknum tertentu dalam berbuat teror yang mana akibatnya tak hanya dirasakan oleh korban, namun kepada agama tertentu karena agama dijadikan dasar dalam melakukan aksi teror tersebut.
ADVERTISEMENT
Variabel Candu
Faktor yang mempengaruhi dari suatu golongan masyarakat yang terlalu fanatik dengan agama yang memiliki peran penting adalah lingkungan sekitar. Menurut penelitian yang berjudul “Stanford Prison Experiment” yang diteliti oleh Prof. Phillip Zimbardo dari Stanford University mengungkapkan bahwa seseorang akan terpengaruh oleh lingkungannya. Hal ini membuktikan bahwa lingkungan memainkan peran penting dalam suatu sikap seseorang. Masyarakat yang sudah didoktrin begitu kuat akan terpengaruh sehingga bisa saja melakukan sesuatu hal buruk. Apalagi ditambah dengan pengajaran berbasis agama semakin membuat didikan akan suatu Masyarakat khususnya kepada anak anak semakin menjadi jadi. Bahkan menurut pengalaman penulis, penulis pernah diajarkan hal yang buruk dengan menjelekkan suatu agama lain dengan dalih agama. Hal ini tidak mengherankan mengingat agama merupaka dogma masyarakat yang tak boleh dibantah.
ADVERTISEMENT
Faktor yang memengaruhi ialah adanya misinformasi atau kesalahan dalam menerima informasi. Media sosial saat ini bergelimang informasi yang dapat diterima. Banyaknya informasi yang beredar tentu membuat informasi menjadi tak terbendung mana yang baik dan mana yang tidak. Hal ini berimbas kepada pemahaman Masyarakat yang mudah sekali percaya akan suatu isu sehingga Masyarakat terpancing yang berimbas kepada perilaku Masyarakat. Bahkan dalam taraf ekstrim, agama dijadikan suatu dalih untuk mempersekusi umat agama yang lain karena adanya misinformasi ini.
Faktor ketiga yang paling berperan vital yang membuat agama digunakan hal buruk adalah pemikiran yang sudah terlalu fanatik. Melihat dinamika Masyarakat dewasa ini seseorang bahkan tetap membela suatu hal yang sudah jelas itu salah namun karena fanatik tersebut seseorang tak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Contoh yang dapat diberikan adalah seperti terlalu membela tokoh yang dianggap suci padaha ia telah melakukan kesalahan.
ADVERTISEMENT
Konklusi
Permasalahan tentang agama tak ada habis habisnya dibahas. Dengan berbagai dinamika sosial tentang agama membuat masalah atau isu terkait agama semakin kompleks. Agama yang dengan mudahnya digunakan untuk melancarkan suatu kepentingan duniawi. Bahkan seorang filsuf asal Jerman yakni Friedrich Wilhelm Nietzsche dalam karyanya yang berjudul “The Gay Science” bahwa ia mengatakan “Tuhan telah mati, dan kitalah yang membunuhnya” yang mana merupakan bentuk kekecewaannya terhadap agama yang digunakan untuk kepentingan duniawi semata. Aspek seperti lingkungan, informasi yang tak jelas, dan juga kefanatikan membuat agama semakin langgeng dalam digunakan untuk hal yang tak baik itu. Berdasarkan aspek tersebut sering kita lihat bahwa agama digunakan sebagai tameng dalam memenuhi nafsu duniawinya, padahal agama sudah sepatutnya suci bersih tanpa intervensi hal hal yang buruk yang berakibat adanya miskonsepsi dalam beragama.
ADVERTISEMENT
Kita sebagai masyarakat Indonesia yang memeluk agama baik agama yang diakui maupun penghayat kepercayaan juga harus berani berbicara bahwa jika ada seseorang yang tidak benar dalam melakukan sesuatu secara norma agama, harus kita beritahu. Tentu dalam memberitahu hal tersebut dengan cara yang lemah lembut sebagaimana agama mengajarkan. Selain itu juga belajar secara kaffah atau mendalam terhadap ilmu agama agar tak mudah dibohongi dengan label agama.