Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Beda Sekolah Beda Kualitas
5 Oktober 2022 21:38 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Muhammad Rifqi Musyaffa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebuah bantahan terhadap asumsi tentang sekolah
Pernahkah Anda mendengar ataupun membaca bahwa bersekolah di mana pun itu tidak ada bedanya, semua sekolah itu sama dan yang menentukan baik buruknya kualitas adalah diri kita sendiri?
ADVERTISEMENT
Saya kira banyak dari kita yang sudah pernah mendengar statement tersebut–biasanya disampaikan oleh orang tua kita sebagai nasihat–ketika kita akan melanjutkan sekolah, baik ketika akan masuk SD, SMP, SMA maupun ketika kita akan memilih kampus untuk berkuliah.
Sekilas nasihat tersebut akan membuat kita merasa lebih baik, apalagi apabila kita gagal masuk sekolah impian dan mau tak mau hanya bisa masuk sekolah alternatif yang bukan keinginan utama kita.
Namun, apakah benar statement tersebut hanyalah sebuah nasihat untuk menenangkan kita? Ataukah justru memang pada dasarnya sekolah di mana pun itu sama saja?
Dalam tulisan ini saya akan memberikan bantahan terhadap statement yang menyebutkan bahwa sekolah di mana pun sama saja. Bantahan ini penting untuk dibahas supaya glorifikasi tak mendasar terhadap statement tentang sekolah tidak terus berkembang.
ADVERTISEMENT
Dalam memulai perbincangan ini saya akan memberikan sebuah pertanyaan mengapa orang mengatakan bahwa sekolah di mana pun itu sama saja? Mungkin, semua orang mempunyai jawaban tersendiri dari pertanyaan tersebut mengikuti bagaimana pengetahuan empirisnya masing-masing. Namun, saya akan mencoba menjawab hal tersebut dari sudut pandang saya pribadi.
Selama pengalaman hidup saya, saya pernah beberapa kali mendapat nasihat dari orang tua saya bahwa sekolah di mana pun itu sama saja, orang tua saya memiliki tujuan tertentu mengatakan hal demikian. Salah satunya adalah supaya saya bisa tetap melanjutkan pendidikan, walaupun itu di tempat yang tidak terlalu saya inginkan, dengan adanya nasihat tersebut tentunya orang tua saya berharap bahwa saya akan kembali bersemangat dan berbesar hati untuk menjalani pendidikan setelah gagal masuk di instansi pendidikan yang saya idam-idamkan. Selain itu, mereka menasihati saya dengan mengatakan hal demikian supaya saya memiliki kepercayaan diri untuk menjalani pendidikan di tempat yang mungkin bisa dikatakan memiliki kualitas yang tidak sebaik tempat yang saya impikan. Setidaknya saya menemukan intensi seperti itu ketika saya mendapatkan nasihat dari kedua orang tua saya.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa interpretasi yang terpikirkan oleh saya kenapa orang mengatakan bahwa sekolah di mana pun itu sama saja. Pertama, orang bisa mengatakan bahwa sekolah itu sama saja karena menganggap bahwa kualitas sekolah itu sama menurut mereka. Kedua, saya kira orang bisa mengatakan hal demikian karena menganggap aktivitas sekolah itu hampir mirip alias ada guru atau dosen yang mengajar serta ada siswa atau mahasiswa yang diajar.
Selanjutnya, orang menganggap bahwa sekolah di mana pun itu sama saja adalah karena memang pada akhirnya, baik bersekolah di SMA A ataupun di SMA B akan tetap mendapatkan ijazah yang setara sama-sama ijazah SMA. Kemudian, orang menganggap kurikulum pendidikan di sekolah a dan sekolah b itu sama, misal ketika ada SMA terkenal dengan kualitasnya yang baik membuka cabang di daerah dan karena masih berada di bawah naungan yayasan yang sama orang berpikir bahwa kurikulumnya juga sama. Terakhir, orang mengatakan bahwa sekolah di mana pun itu sama saja adalah sebagai alibi atas ketidakmampuan dirinya untuk bisa masuk di sekolah yang memiliki kualitas yang amat sangat baik dan sulit untuk dicapai oleh orang dengan kemampuan rata-rata—oops sorry to say hahaha.
ADVERTISEMENT
Untuk membantah orang dengan anggapan-anggapan seperti yang saya andaikan di atas kecuali asumsi yang terakhir, tentunya kita harus membantah dengan logis, mudah dipahami dan dengan bukti konkret. Tiga bahan tersebut wajib hukumnya untuk dipenuhi dalam bantahan-bantahan yang akan kita sampaikan. Baik saya akan mulai. Sudah siap?
Lagi-lagi saya akan memulainya dengan pertanyaan, apa yang membuat orang beranggapan bahwa tidak ada satu pun sekolah yang memiliki kesamaan secara sempurna dengan sekolah lain? Mengapa ada orang yang memiliki impian untuk bisa bersekolah di sekolah-sekolah tertentu yang dianggapnya terbaik? Sejujurnya, untuk menjawab ini, isi pikiran saya agak ruwet karena terlalu banyak hal yang menjadi patokan sebuah sekolah itu lebih baik dan lebih jelek dari sekolah lain tetapi saya akan mencoba menjawabnya. Kita bisa melakukan breakdown dilihat dari segi apa sajakah sekolah yang dianggap baik oleh orang terutama siswa/siswi yang akan melanjutkan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Pertama, kita bisa melihat dari sumber daya tenaga pengajarnya. Meskipun sama sama merupakan lulusan S2 tenaga pengajar yang memiliki kecerdasan, pengalaman yang hebat dan kemampuan mengajar yang baik tentunya akan lebih unggul dibanding tenaga pengajar yang lulusan S2 tetapi hanya modal ijazah saja. Untuk memilih sekolah dengan sumber daya tenaga pengajar yang hebat tidak mungkin bisa diketahui jika kita tidak merasakan langsung menjadi murid di sekolah tersebut, atau mungkin setidaknya kita bisa mengetahui dari murid-muridnya mengenai kualitas guru-guru di sekolah tersebut. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan murid-murid yang bersekolah di sekolah tersebut tidak akan sadar apakah guru-gurunya itu hebat atau tidak kecuali jika mereka sudah pernah mendapatkan pengajaran dari guru-guru lain dengan kualifikasi dan kualitas yang berbeda. Jadi, untuk memilih sekolah dengan alasan guru yang hebat itu agak sulit.
ADVERTISEMENT
Kedua, fasilitas yang dimiliki oleh sekolah. Fasilitas adalah hal yang paling kentara yang bisa diamati oleh semua orang yang akan memilih sebuah sekolah untuk menjadi tempat belajar selanjutnya. Orang bisa menilai mana fasilitas sekolah yang lengkap dan baik, dengan mana fasilitas sekolah yang terbatas. Poin ini juga lah yang menurut saya bisa membantah secara adekuat mengenai sekolah di mana pun itu sama saja karena fasilitas bisa dinilai, baik secara kualitas maupun kuantitas. Jika dipecah lagi fasilitas itu apa saja, tentunya akan semakin terlihat perbedaan sekolah A dengan sekolah B.
Saya akan dengan berani menyebutkan bahwa secara kepustakaan Universitas Indonesia (UI) memberikan privilege kepada mahasiswanya dengan adanya Perpustakaan UI yang dikenal sebagai perpustakaan kampus terbesar se-Indonesia dan bahkan se-Asia Tenggara. Selain koleksinya yang lengkap, Perpustakaan UI adalah perpustakaan modern yang menyediakan tempat yang nyaman untuk melakukan aktivitas literasi. Sementara itu, mungkin ada kampus-kampus lain selain UI yang mungkin sama-sama memiliki akreditasi yang setara tetapi tidak memiliki perpustakaan senyaman dan sebesar Perpustakaan UI. Selain itu fasilitas sekolah juga menjadi sebuah prestige tersendiri di era yang penuh flexing ini untuk menunjukkan jati diri bahwa saya adalah siswa hebat karena bisa bersekolah di sekolah yang hebat—mungkin sebagian orang menganggap ini tidak penting tetapi ada sebagian lagi yang bahagia untuk berekspresi seperti itu.
ADVERTISEMENT
Ketiga, adalah akses. Akses yang saya maksud adalah kemudahan yang akan kita dapatkan ketika menjadi siswa ataupun mahasiswa di sekolah dari segi relasi, lingkungan kampus dan kemudahan mendapatkan pekerjaan ataupun target yang akan dicapai selanjutnya. Hal ketiga ini menurut saya adalah hal yang bisa diukur dan dilihat oleh orang yang berkeinginan untuk masuk di sekolah tertentu karena kita bisa melihat suatu sekolah melakukan kegiatan hebat apa saja, kerja sama dengan instansi mana saja, ikatan alumninya apakah berkelanjutan atau tidak, lingkungannya ramah untuk pelajar atau tidak, bisa diakses dengan transportasi apa saja, dekat dengan mal atau tidak, dekat instansi lain yang akan mendukung pembelajaran atau tidak, kemudian bagaimana rata-rata latar belakang keluarga dari siswa ataupun mahasiswa yang bersekolah di sana. Akses ini menjadi sangat penting bagi orang-orang yang pilah-pilih ketika akan melanjutkan pendidikan. Kampus dengan akreditasi yang sama dengan fasilitas yang tidak jauh berbeda tetapi memiliki ikatan alumni yang tidak berkelanjutan, pembinaan karier yang kurang sigap, jauh dari pusat-pusat keilmuan yang mendukung pembelajaran tentunya akan dipandang lebih rendah dari kampus yang setingkat atau bahkan dengan kampus yang akreditasi di bawah dengan selisih akreditasi yang kecil.
ADVERTISEMENT
Akses ini menjadi sangat penting untuk keperluan jangka panjang, karena seidealis-idealisnya orang tetap saja memiliki tujuan tertentu dibalik dia bersekolah sehingga akses relasi dan akses untuk menggapai tujuan selanjutnya diperlukan. Tidak semua sekolah memiliki akses yang sama, ada kampus A dengan akreditasi B dan kampus B dengan akreditasi B juga, walaupun di atas kertas keduanya sama dan mungkin di dalam ijazah juga –seandainya tercantum—akan tercantum akreditasi B tetapi memiliki perbedaan akses di mana yang satu terletak di Jakarta dan satu lagi di daerah, ambilah contoh jurusannya adalah Hubungan Internasional. Jurusan HI yang berada di Jakarta diasumsikan dekat dengan kantor-kantor kedutaan negara asing di Indonesia dan dekat dengan pusat-pusat studi lain yang akan mendukung pembelajaran HI-nya sedangkan Jurusan HI kampus lain berada di daerah yang mana untuk akses pengiriman paket saja memerlukan waktu seminggu dan berada di wilayah yang mana penduduknya untuk memenuhi kebutuhan primer saja susah apalagi membangun fasilitas studi tambahan, mana yang akan lebih kita impikan?
ADVERTISEMENT
Bagi saya, ketiga hal yang sudah saya jelaskan di atas merupakan beberapa komponen yang akan menjadi privilege jika ketiga hal di atas memiliki aspek beneficial yang lebih besar untuk kita sehingga bisa dikatakan bahwa sekolah itu tidak ada yang sama. Meskipun sama-sama berada di wilayah yang sama tetapi pasti memiliki perbedaan dari segi tenaga pengajar, siswa/siswinya, fasilitasnya, aksesnya juga lingkungan yang berada di sekitarnya. Apabila kita hanya melihat dari satu komponen, mungkin bisa dikatakan sekolah A dan sekolah B itu sama tetapi untuk bisa menjadikan suatu sekolah itu sebagai ladang untuk meningkatkan aspek beneficial untuk diri kita tentunya kita akan melihat suatu kualitas itu secara komprehensif dari berbagai aspek.
ADVERTISEMENT
Seandainya Tuhan menciptakan dua orang dengan memiliki modal kemampuan dasar yang setara, kemudian satu bersekolah di sekolah A yang mana memiliki aspek-aspek yang tidak lebih baik dari sekolah B yang menjadi sekolah dari orang yang satunya lagi. Saya yakin secara output dan outcome tentunya keduanya mungkin bisa setara tetapi orang yang bersekolah di sekolah A akan lebih struggle dan bekerja keras untuk mengimbangi kesantaian orang yang satunya lagi yang bersekolah di sekolah B dengan fasilitas yang lengkap, tenaga pengajar yang hebat juga akses yang mudah. Jika tidak demikian, pilihan yang lainnya adalah keduanya sudah melakukan effort yang sama tetapi pada akhirnya outcome nya akan berbeda karena perkembangan kemampuan dan pengalamannya juga berbeda.
ADVERTISEMENT
Ada sebuah pertanyaan lagi, seandainya persistensi, kecerdasan dan keuletan dua orang tersebut dianggap sama, ketika mereka berada di sekolah A (Kualitas terbaik) dan sekolah B (Kualitas medioker) apakah saat lulus mereka akan berada di tingkatan kualitas yang sama? Kemudian apakah Bill Gates akan tetap menjadi Bill Gates yang sekarang kita kenal seandainya dia kuliah di Indonesia? Apakah Apple akan tetap sebesar sekarang jika Steve Jobs bersekolah di Afrika? Tanpa merendahkan tempat-tempat tersebut tetapi di sini saya berbicara mengenai akses dan kualitas pendidikan. Saya yakin 2 orang dengan skill set dan mind set yang sama jika diberikan jumlah modal yang berbeda pada akhirnya akan memberikan perbedaan hasil yang signifikan ketika mereka diharuskan untuk membuat sebuah usaha.
ADVERTISEMENT